Dengan rencana tersebut, orang tua Yasmin pada pihak sekolah. Keduanya mengadukan kepada Pusat Budaya Islam (Centro de Cultura Islámica, CCI). Fuad Musa, ketua CCI, menjelaskan arti jilbab bagi muslimah muda kepada sekolah Yasmín. “Memakai jilbab tidak sama dengan piercing, gaya rambut, atau cincin hidung. Busana religius seorang muslimah punya makna lebih dalam. Dengan berbusana muslim, muslimah meneladani Bunda Maria, ibu Nabi Isa, dan Fatimah, putri Nabi Muhammad,”kata Fuad.
Dengan penjelasan ini, sekolah akhirnya menghormati keputusan Yasmín. Yang tak kalah berperan adalah Menteri Pendidikan Joaquín Lavín. Ia mendukung Yasmín dan orangtuanya. Ia menyatakan, Undang-undang Cile tidak mengizinkan diskriminasi. “Kita harus menghormati multikulturalisme dan keragaman Cile. Undang-undang pendidikan melindungi hak Yasmín mengenakan jilbab dikombinasikan dengan seragam sekolah,”tegas Joaquín.
Menurut Fuad Musa, Yasmín adalah “seorang gadis luar biasa dan sangat religious. Keputusan mengenakan jilbab datang dari keinginannya sendiri. Orangtuanya malah tak tahu apa-apa soal itu. “Yasmín justru ingin mengejutkan orangtuanya dengan keputusan memakai jilbab,”kata Fuad.
Menurut ayah Yasmín, Hussein Elsayed, di Cile sudah dua kali hal serupa terjadi. “Seorang muslimah dari sekolah lain dikeluarkan atas alasan yang sama. Masalah selesai karena akhirnya ia pindah ke sekolah lain yang mengizinkan jilbab. Ada juga kasus lain, seorang muslimah dipecat dari perusahaan telekomunikasi karena mengenakan jilbab. Ia menuntut perusahaan itu dan akhirnya menerima ganti rugi sangat besar.”
Sosiolog Cile Isaac Caro berpendapat, cuma masalah waktu sebelum Islam jadi buah bibir di Amerika Latin seperti di Eropa. Demikian tulisnya di koran internet El Mostrador. Caro meramalkan, nantinya diskusi mengenai jilbab dan burka di Amerika Latin akan menjadi hal biasa – seperti yang sedang terjadi di Eropa sekarang.
Banyak perempuan bercadar di kota-kota Amerika Latin. Biasanya mereka adalah para biarawati Katolik Roma. Banyak juga muslim di Amerika Latin. Diperkirakan – karena tak ada angka jelas – jumlahnya sekitar 6 juta orang. Sekitar satu setengah juta tinggal di Brasilia, 700.000 di Argentina, dan tak sampai 3.000 di Cile. Banyak di antara mereka yang mualaf. (rnw/r)