Dr.Hamid Fahmy Zarkasyi : “Tantangan Terberat Umat Islam adalah Posmodernisme”
Islam berbeda dengan Barat, tidak hanya di tataran wacana, namun sudah mencapai tataran epistemologi. Hal ini ditegaskan oleh Dr.Hamid Fahmy Zarkasyi saat menyampaikan prolog dalam workshop “Tantangan Pemikiran Kontemporer terhadap Dunia Islam”, Kamis (24/6) di Aula Fadjar Notonegoro. Acara tersebut terselenggara berkat kerjasama antara InPAS (Institut Pemikiran dan Peradaban Islam), Sie Kerohanian Islam Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga dan Pesantren Baitul Hikmah Surabaya.
Dalam prolognya yang panjang, direktur INSISTS tersebut menjelaskan bahwa perbedaan Islam dan Barat ini telah menimbulkan persoalan yang sangat serius manakala konsep-konsep Barat menghegemoni umat Islam, sedangkan umat Islam telah kehilangan tradisi ilmu yang pernah mengantarkannya pada kejayaan. “Ada kultur, cara berpikir, dan pandangan hidup yang menghegemoni hidup kita. Dalam forum ilmiah ini saya ingin sharing ide untuk dapat kita pikirkan bersama supaya yang dianggap masalah itu benar-benar masalah”, kata Dr.Hamid mengawali prolognya.
Menggunakan penjelasan Francis Fukuyama tentang bangunan peradaban Barat sebagai pisau analisis, Dr.Hamid menegaskan bahwa basis Barat sebagai peradaban sama sekali berbeda dengan Islam. “Core of American culture adalah kebebasan dan persamaaan”, papar Dr.Hamid. Konsep-konsep peradaban Barat kemudian mewujud dalam cara berpikir dan cara hidup Barat yang tidak bisa diadopsi oleh umat Islam. Aborsi di Barat legal, hidup serumah tanpa nikah no problem, hubungan anak dan orang tua dibangun atas dasar equality (kesetaraan), dan sebagainya.
Saat ini umat Islam, menurut Dr.Hamid, banyak yang mengatakan bahwa kita tidak usah membedakan antara Islam dan Barat karena hal itu berarti berpikir secara ideologis. “Bagaimana kalau kita sekarang berpikir epistemologis? Apa yang menjadi tantangan terberat umat Islam saat ini adalah Posmodernisme”, tantang Dr.Hamid.
“Posmodernisme menawarkan sebuah konsep yang tidak terstruktur dan basisnya relativisme”, katanya. Posmodernisme menghancurkan icon, struktur, cara berpikir lama untuk diganti dengan cara berpikir baru. Mengutip pendapat Ernest Gellner, inti Posmodernisme adalah sebuah doktrin, ‘segala sesuatu adalah teks dan setiap teks harus ditafsiri’. Akibatnya, berbagai penafsiran diterima dan hermeneutic adalah nabi-nya. “Banyak pendekatan dalam hermeneutic yang kesemuanya berbasis pada cara pandang penafsirnya sehingga semua kebenaran menjadi relative dan tidak ada kebenaran absolute”, paparnya. Posmodernisme ini pula yang menandai perbedaan – bahkan benturan – antara Islam dan Barat.
Perhatian yang diberikan Dr.Hamid pada Posmodernisme dilatarbelakangi oleh dahsyatnya penetrasi paham tersebut ke dalam pemikiran Islam. Bangunan Islam sebagai agama serta worldview mencoba diruntuhkan oleh Posmodernisme. “Masuk ke dalam pemikiran Islam, maka tafsir itu menjadi relatif”, kata Dr.Hamid. Tafsir dianggap relatif, tentu tidak lepas dari doktrin relativisme; agama itu absolut dan pemikiran keagamaan itu relatif. Dari doktrin yang satu, kemudian melahirkan doktrin yang lain; pluralisme, humanisme, dan feminisme. Ketiga doktrin yang sering digadang-gadang oleh Posmodernisme ini dibahas oleh Tim PKU (Program Kaderisasi Ulama) ISID Gontor mulai pukul 09.00 hingga pukul 15.00 WIB.
Sebagai penutup, Dr.Hamid menyampaikan epilog-nya. Islam sebagai worldview memiliki konsep-konsep yang saling berjejaring. Kita tidak bisa bicara ilmu tanpa berbicara Tuhan. Yang perlu dihidupkan oleh umat Islam sekarang ini adalah tradisi ilmu yang sekarang ini hilang dari dalam diri umat Islam. Dari tradisi ilmu akan dihasilkan konsep-konsep. Dalam sejarah peradaban Islam, dominasi pandangan hidup Islamlah yang menjadi sebab kemajuan peradaban Islam, sedangkan politik hanya sebagai ‘katrol’. Dr.Hamid juga melihat kegelisahan yang melanda para peserta. Mereka memiliki tekad membangun peradaban Islam di tengah dominasi peradaban Barat, namun bingung darimana harus memulai. “Tiga tahapan yang harus dilakukan adalah de-Westernisasi, ambil konsep-konsep Barat yang bisa diambil (adaptasi), kemudian lakukan Islamisasi”, jelas Dr.Hamid. (Kar).