Lelah di Dunia, Tak Lelah di Surga

Oleh M. Anwar Djaelani

 

Kelak, di surga, “Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan darinya” (QS Al-Hijr [15]: 48). Nanti, di surga, “Di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu” (QS Faathir [35]: 35). Jika demikian, kapan harus berlelah-lelah sehingga ‘besok’ kita bisa menikmati kenyamanan surga?

 

Sebuah Keniscayaan

Jika di surga tak ada orang yang lelah, maka -sebaliknya- di dunia kita harus berlelah-lelah dalam berjuang. Berjuang untuk meraih kebahagiaan di dua tempat sekaligus yaitu di dunia dan di akhirat (surga).

Kita beruntung karena Allah sudah mengabarkan bahwa masuk surga itu tak mudah. Untuk memasukinya ada syarat yang tak ringan. Kita harus punya dua ‘kunci’ pembukanya yaitu jihad dan sabar. “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar” (QS Ali-‘Imraan [3]: 142).

Kita harus berjihad dan bersabar. Bersabar atas jihad yang kita tegakkan dan bersabar pula atas berbagai pelaksanaan perintah Allah seperti beribadah, berdakwah, mencari nafkah, dan mengurus keluarga. Bersabar di kala mencari dan mengajarkan ilmu. Bersabar di waktu susah, miskin, dan sakit.

Memang, bagi seorang Muslim, tak ada waktu untuk berhenti dalam beramal shalih. Hidupnya harus selalu bergerak dari satu kebajikan ke kebajikan yang lain. Sekalipun lelah kadang menyapa, tak patut kita untuk beristirahat. Terus, teruslah bergerak. “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain” (QS Alam Nasyrah [94]: 7).

Berikut ini gambaran lebih jelas saat-saat kita harus berlelah-lelah di dunia ini. Pertama, lelah dalam berjihad. “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami” (QS Al-Ankabuut [29]: 69). “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) dari Allah? Maka bergembiralah dengan jual-beli yang telah kamu lakukan itu dan itulah kemenangan yang besar” (QS At-Taubah [9]: 111). Jihad adalah jalan yang sangat mulia. Tetapi, untuk menempuhnya perlu kesabaran. Misal, di saat mengambil keputusan untuk turut berjihad di jalan Allah maka dibutuhkan kesabaran dalam menghadang berbagai godaan internal dan eksternal yang berusaha menggagalkan niat suci itu. Berikutnya, setelah kita kita benar-benar terlibat di dalam kancah jihad, maka pasti ujiannya tak sedikit. Ada lelah karena pasti menguras daya tahan fisik dan psikis kita. Ada lelah karena sejumlah ‘buah’ yang biasa mewarnai kancah jihad semisal perih karena lapar atau haus, nyeri karena luka, dan hal lain yang semisal itu.

Kedua, lelah dalam beribadah dan beramal shalih. Beribadah adalah sebuah kewajiban. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS Adz-Dzariyaat [51]: 56). Di saat menunaikan berbagai ibadah (seperti shalat, puasa, zakat, haji atau yang lain), kita tentu mendapatkan rasa lelah. Tetapi, berbahagilah, sebab “Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (QS Al-Ankabuut [29]: 69).

Ketiga, lelah dalam berdakwah. Allah dan Nabi Muhammad SAW meminta agar kita aktif berdakwah. Berdakwahlah, bahkan sekalipun dengan hanya menyampaikan satu ayat saja. “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shalih, dan berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?’.” (QS Fushshilat [41]: 33). Tentu saja, banyak pengorbanan yang harus kita tanggung di saat berdakwah. Misal, pengorbanan atas waktu, harta, dan tenaga.

Keempat, lelah di saat mencari nafkah. Mencari nafkah adalah aktivitas yang sangat mulia karena termasuk mengamalkan perintah Allah. “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS Al-Jumu’ah [62]: 10). Tentu saja, energi akan terkuras di saat kita mencari rizki. Terapi, jika itu semua kita kerjakan karena ikhlas mengharap Ridha Allah, maka keberuntungan akan berpihak kepada kita.  

Kelima, lelah mengurus keluarga. “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS At-Tahrim [66]: 6). Jelas, siapapun merasakan betapa melelahkannya mengurus atau mendidik keluarga itu.

Keenam, lelah di kala belajar dan mengajar. Menuntut ilmu dan menyampaikan ilmu adalah aktivitas terpuji. Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (QS At-Taubah [9]:122).

Ketujuh, lelah dalam susah, miskin, dan sakit. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS Al-Baqarah [2]: 155).

 

Senang Terus

            Alhasil, saat di dunia, kita perlu berpayah-payah dalam menghidupkan berbagai Syariat Allah. Tetapi, atas semua rasa lelah itu, Allah telah menyiapkan surga yang di dalamnya tak akan pernah ditemukan orang-orang yang lelah. Sungguh, lelah di dunia akan diganjar nikmat abadi di surga-Nya. []

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *