Oleh M. Anwar Djaelani, aktif menulis sejak 1996 dan penulis 13 buku
inpasonline.com – Tiap penulis pasti punya kenangan spesial terkait kisah kepenulisannya. Tentang ini, tiap orang punya jalan sendiri untuk bisa menulis. Saya, misalnya, punya keinginan menulis sejak 1978 saat di SMA. Hanya saja, karena tak segera diwujudkan, keinginan berhenti di niat.
Barulah, karena ada ”perkembangan situasi”, saya harus menulis pada 1996. Proses memulai menulis, alhamdulillah, terbantu oleh Indeks Al-Qur’an. Seperti apa kisahnya?
Ini, Mengesankan!
Pada 1996, organisasi tempat saya aktif, memutuskan membuat Buletin Jum’at yang akan diedarkan ke masjid-masjid di Surabaya dan sekitarnya. Nama buletinnya, Yaumuna. Saya mendapat tugas untuk mengawalnya.
Bisa dibilang, saya sendirian yang mengelolanya. Tak terelakkan, tiap pekan saya harus menyiapkan naskah. Kertasnya, ukuran legal dan diisi bolak-balik. Formatnya, kertas itu dilipat dua sehingga membentuk empat halaman.
Menulislah saya. Sebelumnya, tak ada pengalaman menulis sama sekali. Buletin Yaumuna terbit kali pertama 30 Agustus 1996. Ternyata, tulisan-tulisan saya di awal belajar menulis itu rata-rata 11.000 karakter. Padahal, artikel dengan panjang 5.000 sudah bagus. Artinya, saat belajar menulis pada 1996 itu saya benar-benar bekerja keras (ini, lebih karena tak punya pengalaman).
Satu hal yang tak mungkin saya lupakan, menulis Buletin Jum’at tentu harus bersandar kepada Al-Qur’an dan hadits. Sementara, pertama, saya bukan lulusan pesantren dan/atau sekolah agama. Kedua, saya baru akan belajar menulis.
Menulis itu, hemat saya, bertema aktual lebih baik. Alhamdulillah, di titik ini, saya agak bisa cepat menemukannya karena punya hobi membaca sejak SD. Masalahnya, dari mana materi untuk melengkapi pembahasannya? Dari mana sumber rujukan kajiannya?
Alhamdulillah, jalan keluar terbuka. Di antara banyak koleksi buku saya, ada yang berjudul Indeks Al-Qur’an. Buku dengan sampul berhias kaligrafi inilah yang, jika boleh disebut, paling berjasa dalam menemani saya belajar menulis.
Sebagai contoh, ketika saya akan menulis tema ilmu. Maka, lewat Indeks Al-Qur’an itu saya mudah menemukan ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas ilmu. Begitu juga saat mengulas tema-tema lain seperti iman, hijrah, dan jihad. Pun, tema-tema semisal doa, silaturrahim, haji, dan lain-lain.
Tolong dicatat, ini di tahun 1996. Saat itu, Indeks Al-Qur’an digital belum ada. Barulah, di tahun 2013 mulai ada versi digitalnya. Dengan versi digital, semua menjadi lebih mudah.
Manis dan Manis
Demikianlah, saya ingin menulis sejak 1978. Mulai menulis, bahkan langsung rutin tiap pekan menulis artikel untuk Buletin Jum’at, mulai 1996. Sejak itu, alhamdulillah, pengalaman dan ketrampilan sudah mulai ada.
Berikutnya, yang saya dapatkan adalah banyak manfaat. Maaf, sekali lagi, saya hobi membaca sejak SD. Semua jenis tulisan saya suka, termasuk artikel-opini. Tentu, terkait, sudah lama saya ingin bisa menulis artikel-opini.
Alhamdulillah, pada 1998, untuk kali pertama artikel-opini saya dimuat koran terbesar di Surabaya. Sejak itu, relatif banyak tulisan saya dimuat koran itu. Paling banyak, artikel-opini. Kadang, resensi buku. Pernah pula menulis sebuah kajian khusus yang hanya muncul di edisi Ahad. Kala itu, naskahnya panjang, hampir separuh halaman koran.
Di antara kenangan spesial yang lain saat menulis di koran itu, berupa polemik saya dengan seorang dosen yang mengajar di salah satu Perguruan Tinggi di Malang. Kenangan lain, ada tulisan saya yang merespons tulisan seseorang. Kemudian, ada dua tulisan dari dua dosen yang ”mengepung” tulisan saya.
Pada 2012 saya mulai menulis buku. Judulnya, Warnai Dunia dengan Menulis. Lalu, dari belasan buku saya, yang berjudul 50 Pendakwah Pengubah Sejarah termasuk mengesankan. Buku yang diterbitkan pada 2016 itu sudah cetak ulang yang keempat.
Ada lagi yang menggembirakan. Buku saya Menulislah, Engkau Akan Dikenang terbit pada 2024. Ketika di tahun yang sama oleh penerbitnya ditampilkan di pameran buku di Kuala Lumpur, alhamdulillah, buku yang dibawa habis terjual.
Guna Indeks
Alhamdulillah, meski terlambat (baru mulai menulis artikel pada 1996), sekarang mungkin sudah lebih dari seribu artikel saya. Terakhir, sudah belasan buku karya saya. Dua judul buku, sedang dalam proses melengkapi.
Tentu, meski relatif sedikit karya saya, saya tak putus bersyukur kepada Allah. Lalu, saya tak boleh melupakan semua orang yang telah membantu saya, langsung atau tak langsung. Kepada mereka, terima kasih dan doa Jazakumullah khayran katsiran.
Di antara yang membantu saya secara langsung adalah penulis buku berjudul Indeks Al-Qur’an. Buku itu terbit kali pertama pada 1984. Buku itu karya sepasang suami-istri, Sukmadjaja dan Rosy Yusuf.
Apa indeks? Indeks di KBBI adalah daftar kata atau istilah penting yang terdapat dalam buku (biasanya pada bagian akhir buku) tersusun menurut abjad yang memberikan informasi mengenai halaman tempat kata atau istilah itu ditemukan (https://kbbi.web.id/indeks, akses 26 Mei 2025).
Dengan demikian, secara singkat, fungsi indeks adalah: 1).Mempermudah pencarian informasi spesifik di dalam buku tanpa harus membaca seluruh isi buku. 2).Meningkatkan efisiensi waktu pembaca dalam menemukan topik yang dibutuhkan. 3).Membantu pembaca menghubungkan berbagai bagian buku yang membahas hal serupa. 4).Menjadi panduan cepat bagi pembaca yang ingin menelaah buku secara tematik.
Kisah Si Biru
Kembali ke buku Indeks Al-Qur’an. Buku itu, salah satu referensi yang penting. Isinya, bisa untuk mencari ayat-ayat Al-Qur’an secara mudah. Penulisnya, Sukmadjaja Asyarie dan Rossy Yusuf. Keduanya, sepasang suami-isteri.
Sampul Indeks Al-Qur’an itu, biru. Tebalnya, xxi + 252 halaman. Penerbitnya, Pustaka Bandung. Terbit kali pertama pada 1984. Isinya, ”hanya” daftar kata dan beberapa kalimat yang ada dalam Al-Qur’an beserta nomor surat dan nomor ayatnya.
Menarik, sebab biasanya indeks itu ada di bagian akhir buku dan sekadar beberapa halaman. Sementara, Indeks Al-Qur’an bahkan menjadi isi utama buku. Tentu, ini tidak mengherankan karena indeks dari Kitab Suci Al-Qur’an.
Mari, ikuti latar belakang penulisan Indeks Al-Qur’an. Buku itu ditulis untuk menjawab panggilan hati si penulis. Ceritanya, Sukmadjaja seringkali mendapat kesulitan tentang banyak masalah kehidupan yang sebenarnya diyakini dapat ditemukan jawabannya dalam Al-Qur’an. Dia yakin bahwa masalah yang sama juga dialami banyak umat Islam lainnya, terlebih yang tidak pandai berbahasa Arab.
Sukmadjaja memutuskan untuk memulai menyusun kata-kata dari Al-Qur’an dan sekaligus menyusun nomor surat dan nomor ayatnya. Pengumpulan dan penyusunan Indeks Al-Qur’an itu dimulai pada pertengahan 1980 yaitu sewaktu dia belum berangkat untuk tugas belajar di Paris. Itu dilakukannya hingga saat keberangkatannya pada Maret 1982.
Saat tinggal di Paris, penyusunan Indeks Al-Qur’an selanjutnya diteruskan oleh Rossy Yusuf, isteri Sukmadjaja. Keseluruhannya, selesai di akhir 1983. Penuntasan kerja dakwah ini selesai di Bandung, di saat sang perintis-si suami-sedang kuliah di Paris. Artinya, seorang isteri yang sedang dalam keadaan yang sulit karena jauh dari suami dapat menyelesaikan karya dakwah yang telah digagas sekaligus dimulai sang suami.
Benar, karena kesabaran dan ketekunan Rossy akhirnya Indeks Al-Qur’an dapat diselesaikan selama lebih kurang satu setengah tahun terhitung dari keberangkatan Sukmadjaja ke Paris. Secara keseluruhan, naskah itu diselesaikan selama hampir empat tahun sejak penyusunan yang kali pertama dilakukan oleh Sukmadjaja.
Mengapa Indeks
Sebelum terbit ide menulis Indeks Al-Qur’an, Sukmadjaja merasa beruntung kuliah di ITB. Sebagai mahasiswa dia terbantu oleh buku-buku yang telah dilengkapi dengan indeks. Dengan itu, dia dapat mencari informasi kata pokok yang dibutuhkan di dalam buku yang sedang dibacanya tanpa harus membaca secara lengkap.
Pengalaman seperti yang dialami Sukmadjaja sangat lumrah. Benar, peran besar indeks di sebuah buku tidaklah dapat kita pungkiri. Terkait, dia lalu gelisah ketika mengamati kenyataan kurang elok. Dia banding-bandingkan, buku-buku yang diterbitkan di Indonesia banyak sekali yang belum dilengkapi dengan indeks. Sebaliknya, buku-buku terbitan negara-negara Eropa dan Amerika bahkan Rusia-sepengetahuan dia-sudah dilengkapi dengan indeks yang memuaskan.
Hal lain yang Sukmadjaja temukan dalam Al-Qur’an sekaligus mendasari gagasan penulisan Indeks Al-Qur’an adalah terdapatnya ayat-ayat yang diturunkan berulang-ulang. Demikian pula, berbagai kejadian yang ditulis berulang-ulang. Ayat-ayat yang demikian itu sangatlah menyentuh hati Sukmadjaja dan mendorongnya untuk sering merenungkan maknanya secara lebih dalam.
Terus Kobarkan
Demikianlah, sebuah buku lahir karena kebutuhan. Buku beredar, kemudian banyak pemakainya yang mendapatkan manfaat yang tidak kecil. Ketika buku terus dipakai orang, tentu terlihat nilai dakwahnya yang berumur sangat panjang.
Terkait kisah Sukmadjaja dan isteri yang sukses menulis Indeks Al-Qur’an, kita menjadi ingat Hamka. Di antara kalimatnya yang berharga, dia katakan bahwa dirinya tidak dapat menunjukkan suatu teori bagaimana menjadi penulis. Hanya saja, calon penulis harus banyak membaca. Dengan kekuatan membaca tulisan orang lain, akan timbul dorongan untuk turut menulis.
Sukmadjaja rajin membaca. Dia merasa lebih terbantu jika membaca atau mempelajari buku yang dilengkapi indeks. Saat dirasa bahwa Al-Qur’an akan lebih mudah dipelajari bagi kebanyakan orang jika ada indeks-nya, maka menulislah Sukmadjaja buku berjudul Indeks Al-Qur-an.
Saya suka membaca sejak kanak-kanak. Mulai terpikir untuk bisa menulis saat di SMA. Walaupun terwujud beberapa tahun kemudian, saya sangat bersyukur kepada Allah. Di tahap awal belajar menulis, saya sangat terbantu dengan keberadaan Indeks Al-Qur’an karya pasangan suami-isteri yaitu Sukmadjaja dan Rosy Yusuf.
Semoga kisah sederhana di tulisan ini menginspirasi kita. Tetaplah istiqomah, suka membaca dan senang menulis. Jangan pernah padamkan keinginan untuk menulis, kata Hamka. []