Oleh Jamaluddin, dokter dan aktivis InPAS

Prof. Naquib Al Attas dalam acara kuliah "The Covenants Fulfilled"

Prof. Naquib Al Attas dalam acara kuliah “The Covenants Fulfilled”

inpasonline.com – Perjalanan ke Malaysia kali ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Di tengah rihlah yang menyenangkan bersama teman-teman sejawat dari Rumah Sakit Mata Masyarakat (RSMM) Jatim – Surabaya, sebuah keberuntungan besar menghampiri saya. Rezeki itu berupa kesempatan untuk menghadiri kuliah spesial dari seorang cendekiawan Muslim ternama, Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas.

Rihlah kami selama tiga hari dua malam (25-27 Januari 2025) ke Malaysia, awalnya saya niatkan sebagai momen healing dan kebersamaan dengan teman-teman sejawat di RSMM. Namun, Allah SWT memberikan rezeki besar yang tak terduga. Ternyata, acara ada spesial Prof. al-Attas di Kuala Lumpur (KL) yang bertepatan dengan jadwal rihlah kami. Ini, sebuah anugerah yang tak ternilai.

 

Drama Salah

Ahad, 26 Januari 2025, menjadi hari yang saya nantikan. Flyer acara kuliah “The Covenants Fulfilled” oleh Prof. al-Attas telah lama saya lihat. Jadwalnya pukul 09.00 hingga 11.00. Saya sudah bertekad untuk “tanazzul” atau memisahkan diri dari rombongan setelah makan malam, demi menghadiri acara ini. Saya ingin sekali mengikuti acara Prof. Naquib, tokoh Islam terkemuka dengan Worldview Islam yang memiliki banyak murid di Indonesia.

Pagi itu, saya sudah siap sejak pukul 08.00 di Hotel Royal, tempat kami menginap. Sambil menunggu teman-teman bersiap rekreasi ke Genting, saya memesan taksi online menuju WTC Kuala Lumpur. Namun, sesampainya di sana, WTC tampak lengang. Setelah bertanya kepada petugas keamanan, saya menyadari kesalahan fatal:Bahwa, acara Prof. al-Attas ternyata pukul 09.00 PM, bukan AM!

Kecewa dan rasa bersalah bercampur aduk. Saya segera menghubungi ketua rombongan rihlah, Dr. Ratna, untuk meminta maaf dan mencoba bergabung kembali untuk ke Genting. Alhamdulillah, Dr. Ratna dan rombongan bersedia menjemput saya. Meski malu dan menyesal, saya bersyukur masih bisa bergabung dengan rombongan dan menikmati perjalanan ke Genting.

Ilmu, Ilmu!

Setelah menempuh perjalanan yang panjang dan melelahkan (dari Kuala Lumpur ke Genting, pergi-pulang), akhirnya tiba saat yang saya nanti-nanti. Usai makan malam di Minmax KL, saya bergegas menuju WTC untuk menghadiri kuliah Prof. al-Attas.

Sesampai di sana, saya bertemu dengan kolega dari Indonesia dan Malaysia, yaitu dr. Abdul Ghofir, dr. Siti Musliha, dan Ust. Dr. Adian Husaini. Saya juga berjumpa dengan Prof. Ugi Suharto dosen ekonomi syariah di Universitas Islam Internasional Indonesia serta Prof. Fahmi Zarkasyi Direktur INSISTS dan Rektor UNIDA Gontor. Suasana terasa begitu khidmat. Senang, makin menambah semangat untuk mengikuti kuliah yang berharga ini.

Acara ini menjadi semakin istimewa dengan kehadiran Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim. Beliau tidak hanya membuka acara, tetapi juga mengikuti kuliah hingga selesai. Ini, menunjukkan rasa hormat dan penghargaan yang luar biasa kepada gurunya.

Pembukaan oleh PM Anwar Ibrahim

 

Kuliah Inspiratif

Prof. Naquib Al-Attas memberikan kuliah

Tepat pukul 09.00 PM, Prof. al-Attas, yang telah berusia 94 tahun, memulai kuliahnya. Meski awalnya terdengar lirih dan terbata-bata suaranya, semangat dan ketegasan beliau semakin lama semakin terasa. Selama satu setengah jam, beliau menyampaikan pemikiran-pemikiran yang mendalam dan inspiratif.

Ada hal lain yang menarik dari acara ini. Tidak ada hidangan atau minuman yang disajikan selama acara. Rupanya, di Malaysia, acara-acara ilmiah lebih difokuskan pada konten acara, tanpa perlu repot dengan urusan konsumsi. Hal ini sangat berbeda dengan kebiasaan di Indonesia, di mana setiap acara selalu dilengkapi dengan suguhan.

Sekilas Sang Profesor

Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas lahir di Bogor, Jawa Barat, pada 5 September 1931. Pada tahun 1937, ia pindah ke Johor Bahru untuk tinggal bersama keluarga ayahnya. Pendidikan awalnya ditempuh di Sukabumi dan Johor Bahru, sebelum melanjutkan ke Royal Military Academy, Sandhurst, Inggris. Selanjutnya, ia menempuh studi di University of Malaya (Singapura), McGill University (Kanada), dan University of London (Inggris).

Beliau meraih gelar M.A. dan Ph.D. pada tahun 1965 dengan fokus pada filsafat, teologi, dan metafisika Islam. Tesis doktoralnya tentang Mistisisme Hamzah Fansuri menjadi rujukan utama dalam kajian pemikiran sufi di dunia Melayu.

Setelah kembali ke Malaysia, ia menjabat sebagai Kepala Divisi Sastra di Departemen Studi Melayu Universitas Malaya (1965), Dekan Fakultas Seni (1968–1970), dan pendiri Institut Bahasa, Sastra, dan Budaya Melayu (IBKKM) di Universitas Nasional Malaysia (UKM) pada tahun 1970.

Pada tahun 1987, Prof. Naquib mendirikan International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), sebuah lembaga pascasarjana kelas dunia yang selama 10 tahun berhasil membangun perpustakaan unik dengan lebih dari 140.000 koleksi buku dan manuskrip langka. Dari tahun 2012 hingga 2016, beliau menjadi Profesor Tamu Terhormat di Raja Zarith Sofiah Centre for Advanced Studies on Islam, Science and Civilisation (RZS-CASIS), Universiti Teknologi Malaysia (UTM).

Selama lebih dari setengah abad, Prof. Naquib telah menghadapi berbagai tantangan intelektual di dunia Muslim dengan menawarkan analisis mendalam, penjelasan, dan solusi komprehensif. Beliau merupakan pelopor dalam islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer dan pendidikan Muslim, serta menjadi konseptor utama Universitas Islam, sebagaimana dirumuskannya dalam Konferensi Dunia Pertama tentang Pendidikan Muslim di Makkah (1977).

Pemikiran dan karyanya menjadi landasan dalam menghidupkan kembali, mempertahankan, dan menghubungkan tradisi intelektual Islam dengan berbagai disiplin ilmu. Ia telah menulis banyak buku yang diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk Arab, Persia, Turki, Urdu, Prancis, Jerman, Rusia, Bosnia, Jepang, Korea, Hindi, dan Indonesia.

Pada tahun 2023, di usia 92 tahun, beliau menyelesaikan buku terbaru yang mengupas Perjanjian Anak-anak Adam dengan Tuhan dan Perjanjian Para Nabi, serta bagaimana Islam memenuhi kedua perjanjian tersebut. Buku ini menjadi kontribusi orisinal bagi ilmu pengetahuan global, sekaligus peringatan bagi umat Islam untuk memahami istilah dan konsep kunci Islam secara autentik.

Pada 23 Oktober 2024, Prof. Naquib dianugerahi gelar Profesor Royal Laureate oleh Yang Mulia Sultan Ibrahim Sultan Iskandar, Yang di-Pertuan Agong XVII Malaysia. Penghargaan ini diberikan sebagai pengakuan atas kontribusi intelektual dan kreatifnya dalam berbagai bidang, termasuk sejarah, pendidikan, filsafat, teologi, seni, sastra, dan peradaban Islam.

Selain itu, juga penghargaan untuk warisannya dalam pengembangan bahasa dan sastra Melayu, serta usahanya saat mendirikan ISTAC. Alhasil, Prof. Naquib al-Attas memang aset nasional Malaysia.

Kesan Kuat

Kuliah spesial ini bukan hanya sebuah acara akademik, tetapi juga sebuah perayaan warisan intelektual Islam yang telah dibangun oleh Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas. Dengan acara ini, para peserta dapat memperdalam pemahaman tentang peradaban Islam, serta meneladani perjuangan intelektual beliau dalam mempertahankan dan mengembangkan pemikiran Islam di dunia.

Perjalanan ke Malaysia kali ini memberikan pengalaman yang tak ternilai. Meski sempat diwarnai drama salah jadwal, akhirnya saya bisa menyaksikan langsung kebesaran seorang cendekiawan Muslim, Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas. Semoga pengalaman ini bisa menjadi inspirasi dan pelajaran berharga bagi saya dan kita. []

Penulis di tengah suasana selesai acara

One Comment

  1. BarokAllahu fiik bapak Dr. Jamal..
    MasyaAllah dimanapun selalu diberi Allah kesempatan menambah wawasan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *