Kitab Al-Amwal, Rujukan Ekonom Islam dan Barat

Oleh Bahrul Ulum

Inpasonline.com-Salah satu peninggalan khasanah keillmuan Islam yaitu kitab-kitab yang membahas tentang persoalan ekonomi. Salah satu kitab tersebut yaitu al-Amwal, karya Abu Ubaid yang menjadi rujukan ekonom Islam maupun Barat.

Banyak ahli ekonomi dunia mengakui, salah satu peninggalan khasanah ilmu Islam yang spektakuler yaitu ilmu tentang ekonomi. Diantara kitab yang membahas masalah ini, kitab al-Amwal karya Abu Ubaid. Kitab yang ditulis pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid ini banyak menginspirasi tokoh ekonom dunia, termasuk Barat.

Adam Smith yang dikenal sebagai bapak ekonomi kapitalis, termasuk diantara tokoh yang menjadikan kitab ini sebagai rujukan. Dalam bukunya berjudul The Wealth of Nations, tampak sekali pengaruh kitab Al-Amwal. Arti kata Al-amwal sama dengan arti kata The Wealth, yaitu kekayaan. Bahkan dalam jilid dua dan lima, Adam Smith banyak menyinggung ekonomi Islam, yang dikupas dalam kitab al-Amwal. Tentu saja Adam Smith hanya mengambil bagian yang dianggapnya sesuai dengan pikirannya. Namun perumusan kaidah ekonomi kapitalismenya tidak lepas dari kaidah umum yang dipakai Abu Ubaid.

Dalam kitab ini dibahas berbagai isu mengenai kaidah-kaidah ekonomi Islam meliputi perpajakan, hukum, serta hukum administrasi dan hukum internasional. Juga secara komprehensif membahas tentang sistem keuangan publik Islam terutama pada bidang administrasi pemerintahan.

Yang dimaksud sistem keuangan publik Islam, yaitu sejumlah kekayaan yang dikelola pemerintah untuk kepentingan subjek (sunuf al-amwal al-lati yaliha al-a’immah li al-raiyyah ). Subjek dalam hal ini yaitu  rakyat.

Amwal yang dimaksud dalam kitab ini yaitu kekayaan publik,yang merupakan sumber keuangan utama negara, yang terdiri dari fay, khums, dan zakat. Fay yang dimaksud adalah kharaj, jizyah dan penerimaan lainnya seperti, penemuan barang-barang yang hilang (rikaz) kekayaan yang ditinggalkan tanpa ahli waris, dan lain-lain.Khums adalah seperlima dari hasil rampasan perang dan harta karun atau harta peninggalan tanpa pemilik. Sedang zakat, dibagi tiga tingkatan sesuai dengan sosio ekonomi yaitu kalangan kaya yang terkena wajib zakat, kalangan menengah yang tidak terkena wajib zakat tetapi juga tidak berhak menerima zakat, kalangan penerima zakat (mustahik).  Dalam penerimaan zakat, Abu Ubadi tidak setuju penentuan batas tertinggi penerimaan zakat bagi para mustahik.

Sedang dalam sudut pandang politik, kekayaan seseorang di bagi menjadi dua, yaitu kekayaan yang tampak (amwal zahiriyah) dan kekayaan yang tidak tampak (amwal batiniyah). Pemerintah memiliki kekuatan politik hanya pada kekayaan yang tampak (amwal zahiriyah). Sebaliknya, harta yang tesembunyi (amwal batiniyah), pemerintah tidak memiliki hak politik untuk memaksa orang membayarzakat dari jenis kekayaan ini.

Penarikan dan penyaluran zakat dilakukan oleh wilayah di mana masyarakat berada. Contohnya, sahabat Mu’az yang mengambil zakat dari penduduk Yaman (yang mampu), kemudian menyalurkannya kembali kepada penduduk Yaman (yang berhak). Pola distribusi ini memberikan pengaruh yang sangat besar dalam menjaga dan menumbuhkan ukhuwah dan solidaritas sosial dalam sebuah komunitis masyarakat.

Dalam pengumpulan kharaj, jizyah, atau zakat tidak boleh menyiksa subyeknya dan di sisi lain para subyek harus memenuhi kewajiban finansialnya secara teratur dan pantas (wajar).

 

Mengutamakan Prinsip Keadilan

Meski kitab ini ditulis pada masa klasik, namun isinya sampai sekarang masih up to date. Ini karena kitab tersebut ditulis berdasar sumber otoritatif yaitu al-Qur’an dan Sunnah serta ijma’. Sebagai seorang yang faqih dan ahli Hadits, Abu Ubaid tampak mampu menyajikan konsep-konsep ekonomi yang lebih mendalam dan luas berdasar sumber tersebut.

Selain bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah, juga dilengkapi dengan kesepakatan-kesepakatan tentang hukum berdasarkan atsar (tradisi asli) dari para sahabat, tabi ‘in dan tabi’ at-tabi’in.  Ini bisa dilihat dari pandangan dan perlakuan ekonomi dari imam dan ulama terdahulu, seperti pandangan Malik ibn Anas dan pandangan sebagian besar ulama madzhab Syafi’i lainnya. Juga beberapa ijtihad Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad ibn al¬ Hasan asy-Syaibani.

Kitab ini ditulis berdasar pengamatan Abu Ubaid terhadap persoalan militer, politik dan masalah fiskal yang dihadapi administrator pemerintahan di propinsi-propinsi perbatasan pada masanya.

Pengalaman Abu Ubaid sebagai sebagai qadi di Tarsus, yang sering menangani berbagai kasus pertanahan dan perpajakan membuat kitab ini lebih kaya penjabaran sehingga mudah dipahami.

Kitab ini juga lebih menekankan pada standar politik etis penguasa  daripada membicarakan syarat-syarat efisiensi teknis dan manajerial penguasa. Pendekatannya lebih pada  aspek etika daripada penyelesaian permasalahan sosio-politis-ekonomis berdasar pendekatan praktis.

Demikian juga pendekatan secara nalar terhadap berbagai persoalan ekonomi umat juga mendapat tempat yang baik dalam kitab ini dengan tetap mengacu pada al-Qur’an dan Sunnah. Misalkan revitalisasi dari sistem perekonomian adalah melalui reformasi terhadap akar-akar kebijakan keuangan serta institusinya dengan berdasarkan al-Qur’an dan Hadist. Dengan kata lain, umpan balik dari teori sosio-politik-ekonomi Islam yang secara umum berasal dari sumber-sumber yang suci, al-Qur’an dan Hadist mendapatkan tempat tersendiri.

Demikian pula konsep keadilan juga dijadikan prinsip utama dalam mengatur perekonomian ummat. Sebab pengimplementasian prinsip ini akan membawa kepada kesejahteraan ekonomi dan keselarasan sosial. Karenanya itu juga ditekenkan pendekatan yang berimbang kepada hak-hak individual, publik dan negara. Jika kepentingan individual berbenturan dengan kepentingan publik maka harus berpihak pada kepentingan publik.

Dalam hal ini posisi khalifah mendapat porsi yang lebih besar dalam mengatur masalah tersebut. Khalifah diberikan kebebasan memilih di antara alternatif pandangannya asalkan dalam tindakannya itu berdasarkan pada ajaran Islam dan diarahkan pada kemanfaatan kaum Muslim, yang tidak berdasarkan pada kepentingan pribadi.

Selain masalah tersebut, masih banyak pembahasan terkait persoalan perekonomian dan hukum serta filosifinya dalam kitab ini. Karenanya, para ulama mengakui bahwa kitab ini syarat dengan pembahasan yang mendalam terkait ekonomi Islam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *