Menteri Agama Suryadarma Ali mengatakan lembaganya tak berwenang membubarkan Negara Islam Indonesia (NII) karena NII merupakan organisasi bawah tanah. “Bagaimana mau bubarkan, ini kan “gerakan di bawah tanah” dan tidak resmi terbentuk seperti organisasi lain yang memiliki badan hukum resmi dan mendapat pengakuan dari pemerintah,” katanya di Kupang, Selasa terkait gerakan NII.
Ia mengatakan, sejak fenomena cuci otak yang marak terjadi akhir-akhir ini dan diduga didalangi sebuah organisasi bernama Negara Islam Indonesia, banyak masyarakat dan lembaga meminta pemerintah termasuk dialamatkan Kementerian Agama Republik Indonesia untuk membubarkan gerakan itu.
Namun, Suryadharma Ali menilai permintaan itu berlebihan, karena gerakan itu sendiri masih gelap atau masih bersifat sporadis dan tidak jelas arahnya.
Ia menilai, terlalu dini pemerintah diminta bersikap, karena fenomena itu baru sebatas gerakan yang belum memiliki bentuk seperti organisasi resmi lainnya di Indonesia.
Kementerian Agama, menurut Suryadarma, hanya mencegah agar pemimpin agama dan lembaga pendidikan tak kecolongan dan dimasuki pemikiran dan gerakan keagamaan yang keras. “Tugas kita mengantisipasi jangan sampai lembaga pendidikan dimasuki guru yang beraliran keras atau pemikiran keras,” katanya.
Untuk mengantisipasinya, menurut Suryadarma, Kementerian Agama akan mengundang kepala wilayah kantor agama se-Indonesia, rektor-rektor perguruan tinggi agama, serta pemimpin sekolah keagamaan pada 12-14 Mei 2011 di Jakarta untuk menyampaikan perkembangan dan gerakan radikalisme di Indonesia.
Dalam pertemuan itu, Kementerian Agama akan minta mereka meningkatkan kewaspadaan terhadap perkembangan dan gerakan radikalisme agar tak masuk ke masyarakat, kampus, dan lembaga pendidikan agama.
Dalam perkembangan sejarah dan dari berbagai literatur menyebutkan, NII dulu dikenal dengan nama Darul Islam atau DI bermula dari gerakan politik yang diproklamasikan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Tasikmalaya, Jawa Barat pada 7 Agustus 1949.
Tujuan gerakan ini menjadikan Indonesia negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara.
Dalam perkembangannya, NII kemudian menyebar di beberapa wilayah, sementara sang pemimpin Kartosoewirjo ditangkap TNI dan dieksekusi pada 1962.
Gerakan ini kemudian terpecah, namun tetap eksis secara diam-diam hingga dianggap sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah.
Menurut Suryadharma Ali, untuk mencegah gerakan-gerakan ini ke depan perlu diwaspadai berbagai macam kampanye melalui program-program pendidikan yang mengarah ke pembentukan karakter anak untuk kelak tidak terlibat dalam gerakan yang bersifat radikalisme.
“Perlu dicegah para pengajar yang disusupi para pencetus gerakan NII atau guru-guru yang dengan sadar dan mau mengajarkan kepada anak didikan tentang dasar-dasar aliran radikal, karena akan menghambat masa depan anak bangsa,” katanya.
Salah satu fenomena yang terjadi saat ini dan diberitakan berbagai media adalah NII semakin berani menunjukkan eksistensinya dengan maraknya aksi cuci otak para mahasiswa.
Bahkan, Kepolisian Daerah Jawa Timur berusaha mengungkap gerakan ini dengan mengejar sejumlah nama yang ditengarai jadi otak perekrut dan pemberi materi doktrin kepada mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Menteri Agama berada di Kupang sejak Senin untuk melakukan peletakan batu pertama pembangunan gedung Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), membuka Kongres II FKUB NTT dan menghadiri Paskah Oikumene Akbar Nusa Tenggara Timur di Gelanggang Olahraga (GOR) Oepoi Kupang.(tmp/ant/r)