Ibnu Sina dan Posisi Ilmuwan Polymath

Oleh M. Anwar Djaelani
Inpasonline.com-Tak banyak orang yang menguasai beragam ilmu pengetahuan dan menuliskannya dengan baik. Ibnu Sina termasuk satu di antara yang sedikit itu. Dia menulis di bidang kedokteran, psikologi, falsafah, tasawuf, logika, geometri, politik, sastra, musik, dan lain-lainnya.

Beragam Warisan
Abu Ali Husain ibn Abdullah ibn Sina adalah nama lengkap Ibnu Sina. Sebagian orang menulis nama ilmuwan yang hidup antara tahun 980-1037 M itu sebagai Avicenna.
Ibnu Sina lahir di Afsyanah, dekat Bukhara (Uzbekistan). Dia mulai belajar Al-Qur’an dan sastra sejak berusia lima tahun. Saat berumur sepuluh tahun Ibnu Sina sudah hafal Al-Qur’an.
Di usia enam belas tahun dia sudah menguasai ilmu pengobatan dan mulai menangani pasien. Setahun setelah itu Ibnu Sina berhasil mengobati Amir Nuh bin Mansur, pemimpin di wilayah dia tinggal. Sebagai tanda terima kasih, dia diminta menjadi “Dokter Istana”. Ibnu Sina menolak dan sebagai gantinya dia meminta izin agar diperkenankan bisa mengakses buku-buku di Perpustakaan Istana. Singkat kisah, ilmu Ibnu Sina-pun semakin luas.
Ibnu Sina telah menulis sekitar 450 karya dalam berbagai disiplin ilmu. Namun, hanya sekitar 240 karya yang masih bertahan hingga kini. Dari karya yang masih ada itu, 150 buah berkonsentrasi pada bidang falsafah dan 40 buah berkonsentrasi pada bidang kedokteran (www.rumahislam.com 21/08/2009).
Kitab Asy-Syifa’ dalam falsafah dan Al-Qanun dalam ilmu kedokteran adalah dua di antara karya tulis Ibnu Sina yang “abadi”. Asy-Syifa’ ditulis -18 jilid-, membahas falsafah, mantiq, matematika, ilmu alam dan ilahiyyat. Mantiq Asy-Syifa’ saat ini dikenal sebagai buku paling otentik dalam ilmu mantiq Islami. Sementara, pembahasan ilmu alam dan ilahiyyat dari kitab Asy-Syifa’ sampai kini juga masih menjadi bahan telaah.
Sementara, Al-Qanun (judul lengkapnya, “Al-Qanun fit-Thibb” atau “Canon of Medicine”) adalah kitab yang mengupas kaidah-kaidah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Karya tulis ini selama beberapa abad menjadi rujukan utama dan paling otentik di pendidikan kedokteran universitas-universitas di Eropa. Kitab ini-pun telah diterjemahkan ke banyak bahasa, seperti Latin, Inggris, Perancis, dan Jerman.
Seorang dokter menulis buku “Kedudukan Ilmu dalam Islam”. Dia sebutkan bahwa Al-Qanun -karya Ibnu Sina- tak henti-hentinya diterjemahkan, diterbitkan, dibaca, dipelajari, dan didiskusikan sampai abad ke-18. Selama empat abad, buku itu menjadi text-book utama dari ilmu kedokteran Eropa. Bahkan, sampai tahun 1930, buku itu masih diterjemahkan ke bahasa Inggris dalam bentuk fragmen-fragmen. Ibnu Sina-pun mendapat predikat “Father of Doctors” (Muhammad Th, 1984: 130).
Ibnu Sina berperan besar dalam mengembangkan berbagai cabang keilmuan. Misal, pada zamannya, Ibnu Sina telah mengembangkan sebagian dari aspek-aspek psikologi. Aspek yang dikembangkannya itu dalam khazanah ilmu kontemporer disebut “Psychosomatic Medicine”.
Semua prestasi Ibnu Sina diperoleh karena dia memiliki ketekunan yang luar biasa, antara lain seperti saat dia memelajari pemikiran Aristoteles. Kala itu, Ibnu Sina mengaku membaca kitab “Metafisika” karya Aristoteles 40 kali. Tetapi, dia baru bisa menguasai maksud kitab itu secara sempurna setelah membaca penjelasan “Metafisika Aristoteles” karya Al-Farabi. Nama yang disebut terakhir ini adalah filosof Muslim sebelum Ibnu Sina, hidup pada 870-950 M.
Sebagian karya-karya Ibnu Sina bisa kita temukan jejaknya lewat buku “Essai de Bibliographie Avicenna” yang ditulis Pater Dominician di Kairo. Buku-buku itu antara lain: 1).Al-Majmu’. Buku ini adalah karya pertama Ibnu Sina, yang ditulis saat dia berusia dua puluh satu tahun dan berisi ilmu pengetahuan yang lengkap. 2).Asy-Syifa’. Ada 18 jilid, termasuk berisi cara-cara perawatan dan pengobatan. 3).Al-Qanun fit-Thibb (Canon of Medicine). Ada 16 jilid, berisi tentang cara perawatan yang sistimatis. Buku ini -yang wajar dijuluki sebagai “Ensiklopedi Pengobatan”- telah menjadi rujukan di Timur dan di Barat. 4).An-Nayyat (Book of Deliverence), berisi tentang kebahagiaan jiwa. 5).Al-Isyarat wat-Tanbihat, berisi tentang prinsip ketuhanan dan keagamaan. 6).Mujir, Kabir wa Saghir. Kitab ini berisi tentang dasar-dasar ilmu logika secara lengkap. 7).Al-Mantiq, berisi tentang logika. 8).Uyun Al-Hikmah. Ada 10 jilid dan berisi tentang filsafat. 9).Al-Musiqa. Buku tentang musik. 10).Risalah As-Siyasah (Book on Politics), berisi tentang politik. 11).Al-Qasidah Al-Aniyyah, berisi syair-syair tentang jiwa manusia.
Atas warisan yang luar biasa dari Ibnu Sina di berbagai cabang keilmuan itu, tak akan ada yang menolak jika disebutkan bahwa dia adalah seorang ilmuwan polymath. Ibnu Sina itu ilmuwan polymath karena memiliki pengetahuan luas di berbagai bidang yang berbeda.
Dari mana semua capaian gemilang itu berasal? Sangat mungkin, capaian itu berasal dari dua fakta berikut ini. Pertama, bahwa Ibnu Sina sudah hafal Al-Qur’an sejak usia sepuluh tahun. Sementara, Al-Qur’an adalah Kitab Suci yang berisi petunjuk hidup yang lengkap dan sempurna. “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (QS Al-Baqarah [2]: 2). Kedua, bahwa Ibnu Sina adalah seorang “Pembelajar yang tekun”.

Polymath, Gagah!
Alhasil, kita memang perlu menjadi seorang spesialis agar bisa menjadi narasumber ketika ada arahan: “Tanyakan atau serahkan kepada ahlinya!” Tapi, kita pun akan semakin banyak mendatangkan manfaat jika bisa menjadi sosok seperti Ibnu Sina. Bahwa, pada pokoknya Ibnu Sina dikenal sebagai Bapak Kedokteran, namun dia juga masyhur sebagai ahli di banyak bidang lainnya. Jadi, memerbanyak ilmuwan polymath laksana Ibnu Sina, sungguh merupakan langkah yang sangat dianjurkan. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *