Dalam majalah “al-Minhal”, Rabi’ al-awwal – Jumadil-ula 1360 H, terdapat sebuah artikel yang mengulas beberapa logat Arab dan perbedaannya dengan Arab Fusha :
1. Mengganti huruf “jim” dengan “ya”. Logat ini digunakan Bani Tamim dan kebanyakan penduduk al-Sahil al-Sharqi di negara-negara Arab. Mereka biasanya mengucapkan yaahil wa rayul maksudnya jaahil wa rajul.
2. Kata ganti untuk orang kedua perempuan [ki], oleh penduduk Najd dan daerah-daerah yang bersebelahan dengannya, biasanya mereka melafalkan makhraj huruf kaf ini dengan makhraj yang lebih dekat dengan huruf sin. Namun oleh suku Ali Marrah dilafalkan lebih dekat dengan huruf shin. Contoh: fa’ainashi, maksudnya adalah fa’ainaki [maka kedua matamu].
3. Mengubah huruf ta’ marbutah dengan huruf ta’ maftuhah. seperti yang pernah diucapkan oleh salah seorang Raja Himyar [Yaman].
4. mengubah huruf ‘ain dengan huruf nun, seperti yang biasa diucapkan oleh penduduk Najd.
5. mengganti hurf hamzah dengan huruf ‘ain.
6. tidak membedakan huruf dladl dan huruf dza’ dan sering tertukar antar keduanya. Seperti kebiasaan penduduk Najd dan al-Hijaz.
7. mengganti alif lam al-ta’rif dengan alif mim.
8. dan lain-lain.[i]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahasa arab Quraisy mempunyai kelebihan dibanding dengan logat suku-suku bangsa arab lainnya.
Sedangkan sebagai bahasa wahyu, bahasa arab mampu menjelaskan kebenaran wahyu secara ilmiah. Unsur-unsur keilmiahan bahasa arab dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
a. struktur bahasa arab senantiasa merujuk pada system ‘akar kata’.
b. Struktur pemaknaan [semantic] bahasa ini, secara jelas melekat pada kosa katanya [vocabulary] dan secara permanent merujuk pada akar katanya.
c. Kata, makna, grammar, dan syair dalam bahasa arab secara scientific selalu mengawal dan memelihara pemaknaan dan penafsiran suatu kalimat, sehingga tidak pernah terjadi pergeseran.[ii]
Contoh keilmiahan bahasa Arab sebagai wahyu dapat diperhatikan dalam beberapa contoh sebagai berikut:
a. Integritas makna antara kata iman, amanah dan aman.
Ketiga kata di atas berasal dari akar kata yang sama, sehingga ketiga pengertian kata tersebut saling terikat dan berkaitan antara satu dengan yang lain. Orang yang beriman mempunyai sifat amanah dan dapat dipercaya, sehingga akan merasa aman dan tidak menimbulkan kecemasan bagi orang lain.[iii] Sebaliknya, orang yang suka berkhianat dan tidak dapat dipercaya dalam janji dan perkataannya, tidak bisa digolongkan sebagai orang yang beriman. Bahkan sifat ini dinisbahkan kepada salah satu cirri-ciri orang munafik, sebagaimana sabda Rasulullah, “Ciri-ciri orang munafik itu tiga, yaitu bil;a berbicara berbohong, bila berjanji tidak ditepati, dan bila dipercaya berkhianat.[HR Bukhari]. Dan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas, Rasulullah saw bersabda,”Iman itu adalah amanah, maka tidak sempurnalah agama orang yang tidak bersifat amanah.”
b. Ilmu, alam dan alamat.
Kata alam, alamat dan ilm merujuk pada akar kata yang sama.[iv] Sehingga dapat disimpulkan bahwa ilmu akan diperoleh bagi siapa saja yang dapat menangkap sinyal [tanda-tanda, alamat] yang terbersit dari sebuah alam. Dan ternyata alam sepadan dengan kata khalq yang artinya adalah ciptaan. Uniknya kata khalq mempunyai akar kata yang sama dengan kata akhlaq. Sehingga dapat dipahami bahwa seorang muslim hendaknya saat berinteraksi dan memanfaatkan alam, menggunakan etika yang baik dengan mengesampingkan tindak eksploitasidemi meraih keuntungan semata tanpa mengindahkan keseimbangan alam. Standar etika yang baik, minimal tidak menyalahi konsep penciptaan. Demikianlah contoh seorang muslim yang berakhlaq. Dan nilai akhlaq seorang muslim akan lebih meningkat bila dia sering memperhatikan fenomena alam semesta yang merupakan anugerah dari Allah swt.
c. Ikhtiyar [konsep kebebasan dalam Islam].
Ikhtiyar berarti memilih yang baik. Karena kata ini berakar dari kata “khair” [=baik]. Dalam Islam konsep kebebasan dibatasi pada hal-hal yang baik saja. Seorang muslim tidak dibebaskan untuk berbuat yang tidak baik, apalagi yang menimbulkan kerusakan pada dirinya maupun orang lain. Kata ikhtiyar juga digunakan dalam bahasa Indonesia, yang berarti berusaha [dalam koridor hal-hal yang baik]. Kata “istikharah” juga berakar pada kata yang sama. Artinya meminta pilihan yang baik. Seorang muslim dianjurkan melakukan sholat istikharah pada saat dihadapkan pada pilihan yang sulit. Sebab bagi seorang muslim pilihan yang baik adalah yang sesuai dengan ketentuan Allah.
d. Tawakkal.
Kata ini berakar dari kata wa ka la yang berarti mewakilkan.[v] Pengertian mewakilkan pada kata tawakkal, bukan karena kita berhalangan atau tidak dapat melakukan sesuatu, sehingga harus diwakilkan kepada orang lain. Tetapi sikap mewakilkan kepada Allah ini dilakukan setelah kita menyelesaikan segala usaha yang bersifat manusiawi dan dapat dijangkau manusia, kemudian memsrahkan hasilnya kepad Allah.
e. Beberapa terminologi yang saling berhadapan.
Al-Qur’an senantiasa menjelaskan pengertian suatu kata disertai dengan kata yang berlawanan dengannya. Penjelasan kata “haq” [kebenaran mutlak] juga diiringi dengan penjelasan kata “batil” [kebatilan]. Pengetahuan tentang kebenaran yang mutlak dan kebatilan sebenarnya adalah anugerah kepada manusia sejak lahir [fitrah]. Sehingga tidak bersifat relatif dan memerlukan sudut pandang. Demikian juga dengan kata showab [kebenaran yang tidak bersifat mutlak] dan lawannya “khata’” [salah, keliru]. Al-Qur’an juga menjelaskan beberapa terminologi beserta lawan katanya, sehingga dapat diketahui batasannya dengan jelas. Seperti kata iman vs kufr, ‘adl [keadilan] vs zulm [kezaliman], hidayah vs bid’ah, rahmah vs ‘adhab, dan lain-lain.
Kata kufr sebagai lawan kata iman berarti tertutup/terkunci hati dari kebenaran. Demikian juga kata zulm sebagai lawan kata ‘adl, yang berarti kezaliman dan kegelapan. Sebab perbuatan zalim akumulasi dari kegelapan [ketiadaan hidayah]. Rasulullah menjelaskan bahwa al-zulm zulumaatun [kezaliman itu adalah kegelapan].
[i] Shabakah al-Ma’ali al-Islamiyyah [Ma3ali.net], 17 Oktober 2006.
[ii] Al-Attas, Syed Muhammad Naquib,1999, The Concept of Education in Islam: a Framework for an Islamic Philosophy of Education, ISTAC, Kuala Lumpur.
[iii] Al-Masri, al-Imam al-‘Allamah Abu l-Fadl Jamal al-Din Muhammad ibn Mukrim ibn Manzur al-Ifriqi, 2005, Lisan al-Arab [9 jilid], Dar al-Sadir, cetakan V, Beirut, bab al-alif.
[iv] Lisan al-Arab, bab al-‘ayn.
[v] Lisan al-Arab, bab al-wawi.