Inpasonline.com – Secara umumnya kita di Indonesia bermadzhab Syafi’i. Jika kita punya guru bermadzhab Syafii, maka kita sudah bermadzhab, walaupun tanpa kita sadari. Tapi yang menjadi persoalan adalah bila kita dianjurkan untuk meninjau ulang taqlid kepada madzhab. Apalagi sampai mengharamkan madzhab.
Demikian dikatakan, Dr. Ugi Suharto, pakar pemikiran Islam. Menurutnya, seruan menyalahkan orang bermadzhab adalah keliru. Dan orang yang bingung madzhabnya apa juga dalam kekeliruan.
“Yang menjadi persoalan adalah apabila kita disuruh menilai kembali taqlid kita kepada madzhab, bahkan dikatakan salah dan harus keluar dari madzhab serta berpegang dengan dalil-dalil hadis yang dzahir. Suruhan dan anjuran ini yang mengelirukan”, terang Ugi kepada inpasonline.
Menurutnya, menggugat fatwa-fatwa fikih imam madzhab adalah keliru. Jika dalam keadaan keliru wajib betul-betul belajar untuk hilangkan kekeliruan tersebut.
“Kalau sudah keliru, maka wajib hukumnya untuk belajar betul-betul untuk menghilangkan kekeliruan tersebut”, tegas Ugi.
Ia menasihati, bahwa belajar yang betul bukan melalui media sosial atau mengambil dari internet.
“Belajar betul-betul itu tidak cukup dengan mengambil dari internet atau sosmed, tapi harus berguru dan belajar secara sistematis seperti kita sekolah”, tambah alumnu ISTAC Malaysia tersebut.
Maka, bagi orang yang tidak tahu madzhabnya apa harus belajar dalam bimbingan guru. “Jawaban melalui sosmed tidak akan mencukup”, imbuhnya kepada inpasonline.
Ia mengibaratkan ilmu agama seperti belajar ilmu kedokteran. Seorang tidak akan menjadi dokter jika tidak belajar dengan disiplin.
“Ilmu agama persis seperti ilmu kedokteran, gak akan jadi dokter orang yang tidak belajar dengan disiplin dan dibawah bimbingan dokter yang lebih pakar”, tegasnya.
Ugi Suharto juga menjelaskan orang yang tidak bermadzhab jangan mencela yang bermadzhab. Dan yang bermadzhab juga tidak boleh fanatik dengan madzhabnya.
“Fanatik (ta’assub) adalah hal negatif. Namun disiplin dengan bermadzhab bukanlah termasuk ta’assub”, ujarnya.
Ed: Kholili H
http://quantumfiqih.wordpress.com/2013/06/27/wasiat-al-imam-al-munawi/