Penyakit Hati: Qaswatul Qalb (Ketika Hati Keras Dan Membatu)

PENYAKIT HATI qaswatul qulub

Oleh: Malki Ahmad Nasr

PENYAKIT HATI qaswatul qulub

Dosen Fakultas Dakwah Unisba (universitas Islam Bandung) dan

Anggota Bidang Penelitian dan Pengembangan MUI Kodya Bandung

inpasonline.com – Manusia sejak diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk telah dipatri dengan membawa tujuan tertentu, sebagaimana yang dinyatakan dalam QS Az-Zariyat Ayat 56 yang berbunyi “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. Artinya ia diciptakan dengan tujuan untuk beribadah, berbuat baik terhadap sesamanya, mengelola alam dan menjaga keharmonisannya, dll.  Karena itu, ia telah memikul tanggung jawab dan diberi kedudukan sebagai khalifah di bumi  untuk mengatur dan mengelola alam dunia dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan-Nya. Karena manusia adalah makhluk sosial yang hidup dalam kelompok atau komunitas, dimana ia akan bernteraksi sosial dengan orang lain, dalam keluarga, teman, masyarakat, dan negara. Tentunya dari interaksi sosialnya tersebut menghasilkan budaya dalam wujud nilai, norma, seni, bahasa, dan tradisi yang dipastikan akan membentuk cara hidupnya, sehngga dapat berfungsi dalam mengatur kehidupan masyarakat. Supaya budaya yang dihasilkannya itu selaras dengan tujuan diciptakannya semula, maka Allah swt mengirimkan risalahNya melalui diutusnya para Anbiya dan Rusul-Nya dengan bertujuan supaya manusia dalam beragama menjadikan nilai-nilai ajaranNya sebagai panduan hidup serta dapat memaknai arti hidup dan bagaimana tujuan akhir dalam kehidupannya dapat diraih. Namun karena kehidupan manusia yang penuh dengan Interaksi sosial ini melibatkan adanya pelbagai komunikasi, kerja sama, serta menghasilkan pelbagai ikatan emosional, membawanya pada luka-liku keberagamaannya.

Karena itu, manusia dengan aspek ruhnya dirancang oleh Allah swt untuk dapat merenungkan dan mempertanyakan makna dan tujuan hidupnya, serta hubungannya dengan Pencipta termasuk alam semesta. Melalui risalah yang diturunkan, serta akal nya, ia dituntut untuk dapat memiliki kapasitas dalam membedakan mana yang baik dan buruk, serta dapat menjalani kehidupan berdasarkan prinsip moral yang telah diajarkannya. Manusia dengan kewujudan yang terdiri dari dua elemen, selain aspek fisik ada juga aspek ruh, hal inilah yang membedakan manusia dari para makhluk lainnya, karena itulah ia memiliki kemampuan berpikir, berkomunikasi, mencipta, dan mengubah lingkungan.  Dalam kaitan dengan penjelasan diatas, maka apa yang disampaikan dalam sabda Nabi Muhammad saw tentang dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging atau aspek yang menjadi faktor penggerak dan pengontrol keseluruhan hakikat dari diri manusia, atau kata lain jika segumpal daging itu baik, maka baiklah seluruh tubuh manusia begitu juga sebaliknya. Adapun bunyi hadisnya berikut ini, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak, niscaya aka rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qolbu.” Hadis Riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Karena itu, lantas bagaiman jika segumpal daging atau hati tersebut keras dan membatu? Dalam hal ini al-Quran menjawab dalam QS al-Zumar ayat 22 yang artinya berbunyi, “Maka, apakah orang yang Allah bukakan hatinya untuk (menerima) agama Islam, lalu mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang hatinya membatu)? Maka, celakalah mereka yang hatinya membatu dari mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” Imam Asy-syaukani dalam kitab Tuhfat ad-Dhakirin menyebut qaswatul qolb adalah kerasnya hati tidak menerima nasehat, tidak memiliki perasaan khawatir akibat sikap tercelanya dan tidak memiliki sifat kasih sayang. Akibatnya membuat qaswatul qolb atau hatinya tertutup baik dalam wuju pikiran, tetapi sebaliknya hatinya tersebut melahirkan perilaku buruk dan maksiat, termasuk penyakit hati lainnya seperti sikap sombong, iri, dengki, hasud, keras kepala, ujub dan lain-lainnya.

Penyakit hati qaswatul qolb digolongkan dengan penyakit hati yang lain seperti yang disebut dari hadis sahabat Anas RA bahwa Rasululloh SAW bersabda “Empat hal yang menjadi sumber kesengsaraan, (yaitu) mata tumpul (yaitu mata yang tidak pernah menangis atau karena menyesal)), hati keras, harapan panjang, dan keserakahan terhadap dunia” (HR At-Tirmidi). Artinya semua penyakit yang bersumberkan dari hati dianggap berbahaya dan harus dijauhi karena dapat menjadikan kondisi hati seseorang menjadi keras, bermaka tidak peka terhadap nasihat, tidak sensitif terhadap apa yang terjadi disekelilingnya, serta jauh dari keinginan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Karena kekerasan hati ini merupakan salah satu masalah yang berkaitan dengan aspek spiritual yaitu dapat menghalangi seseorang untuk dekat dengan Allah SWT, maka ada penyebab yang menjadikan hati seseorang menjadi batu atau keras, seperti yang disebut dalam hadis diatas.

Karena itulah ada beberapa penyebab terhadap qaswatul qalb (membatunya hati) antara lain yaitu pertama, sering berbuat dosa atau selalu melakukan maksiat yang dibuat secara terus-menerus tanpa berhenti mengakibatkan pada hatinya tidak memiliki perasaan bersalah, maka hakikatnya  hati tersebut telah menjadi kebal terhadap perasaan dosa. Dalam QS Al-Qamar ayat 43-44 Allah SWT berfirman yang berbunyi, “Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang durhaka. Mereka mendustakan agama dan mereka itu adalah orang-orang yang keras hati.” Dalam kaitan ini maka apa yang harus diperbuat adalah dengan cara selalu bertaubat. Yang kedua, karena Kurangnya dzikrullah atau mengingat Allah SWT sebagaimana dalam firmanNya, QS Ar-Ra’du ayat 28 berbunyi, “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” Maka amalan kebaikan yang sederhana seperti sholat, bersedekah, berpuasa, membaca (tadabbur) Quran, bersama-sama dengan orang shaleh, dan lain-lain pada hakikatnya adalah untuk mengingat Allah SWT belaka. Sehingga dengan amalan tersebut akan terhindar dari sikap tidak mau menerima nasihat atau memiliki sifat yang sulit menerima nasihat atau teguran, jika sudah dalam dirinya ada perasaan sudah cukup atau lebih baik, maka hakikatnya hatinya telah tertutup dari perihal kebaikan. Ketiga adalah memiliki cinta kepada dunia secara berlebihan, maksudnya bukan melarang memiliki kecintaan terhadap dunia, tetapi larangan yang dimaksud adalah memiliki kecintaan terhadap harta, kedudukan, dan kesenangan dunia yang berlebihan, sehingga kecintaan yang berlebihan tersebut dapat menyebabkan hati hanya fokus pada hal-hal duniawi, merusak dan abai terhadap perkara spiritual dan lalai terhadap taqwa kepada Allah SWT. Dalam al-Quran sendiri terdapat pelbagai qisah-qisah umat terdahulu  yang memiliki kecintaan terhadap dunia dan lupa urusan akherat, seperti Qarun sepupu Nabi Musa AS, dikenal dengan kepelitannya dan tidak mau berbagi  dengan orang yang kurang atau miskin, termasuk  qisah Tsa’labah yang Rasululloh SAW do’a-kan menjadi kaya-raya, tetapi hartanya melalaikan sehingga di akhir hayatnya Kembali menjadi miskin Kembali. Keempat yaitu abai terhadap kandungan Al-Qur’an dengan cara merenungkan atau membacanya, jika upaya tersebut dengan hati yang tulus akan terhindar dari kecenderungan hati menjadi keras. Maka tepatlah seperti yang disabdakan Rasululullah SAW bahwa salah satunya orang yang selalu mengingat Allah SWT dengan membaca al-Quran akan selalu dirindukan surga, sebagaimana bunyi hadis tersebut yaitu, “Surga merindukan empat golongan; orang yang membaca Al Quran, menjaga lisan (ucapan), memberi makan orang lapar, dan puasa di bulan Ramadhan.” HR Imam Abu Daud dan Imam at-Tirmidzi. Kelima adalah selalu berada dalam lingkungan yang buruk atau jauh dari nilai-nilai agama menyebabkan dan mempengaruhi keadaan hati menjadi keras. Sehingga dengan keterikatan pada lingkungan yang buruk tersebut melahirkan kebiasaan buruk yang mengarah pada perbuatan dosa, seperti tercermin pada sikap dan tindak-laku mengumbar hawa nafsu, dsb. Dengan demikian supaya nafsu tersebut tidak liar alias tidak terkontrol, maka perkara-perkara diatas dan juga yang lainnya perlu dihindari, karena sifat alami nafsu membawa kecenderungan kepada kerusakan, kecuali jika dapat dikontrol dengan selalu mengharap rahmat dari Allah SWT sebagaimana dalam firmanNya berikut ini; “Dan nafsu itu memang selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (Yusuf: 53).

Untuk mengatasi penyakit qaswatul qalb dimana al-Quran sendiri menyebutkannya sebagai bentuk  mendustakan kebenaran dan sikap melampaui batas alias takabbur, maka golongan ini hatinya membatu karena Allah SWT membalasnya dengan menjauhkan dari rahmatNya, sebagaimana firmanNya pada QS al-Mutaffifīn ayat 12-15 yang berbunyi artinya, “Dan tidak ada yang mendustakannya (hari pembalasan) kecuali setiap orang yang melampaui batas dan berdosa. Yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami,dia berkata, ‘Itu adalah dongeng orang-orang terdahulu. Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (rahmat) Tuhannya.”

Untuk menghindarkan diri dari kerasnya hati, maka Rasulullah SAW dalam sabdanya menyampaikan berikut ini; janganlah memperbanyak ucapan atau banyak ngomong tanpa dzikrullah, karena hakikatnya banyak ngomong tanpa dzikrullah adalah qawatul qalb, dan sesungguhnya manusia yang jauh Allah SWT pasti hatinya kasar/kejam”. (HR Imam at-Tirmidi). Kemudian, cara yang berikutnya adalah dengan memperbanyak ingat akan mati, sebagaimana dalam hadisnya berikut ini, “perbanyaklah untuk ingat kelezatan yang sesungguhnya yaitu kematian” (HR Imam Abu Daud). termasuk perkara-perkara yang telah disampaikan pada pemaparan sebelumnya, seperti membaca al-Qur`an disertai dengan perenungan, niat untuk bangun malam dengan tulus dengan merendahkan diri di hadapan Allah SWT, memperbanyak bergaul dengan orang-orang saleh, dan lain sebagainya. Kemudian karena setiap individu atau manusia telah diberi pelbagai kesempatan melalui sehat dan waktu luangnya untuk bertaubat, maka jalan ini menjadi penting untuk selalu meningkatkan keimanan, memperbaiki diri, menjaga lingkungan yang baik, dan berusaha untuk selalu dzikrullah dalam setiap aspek kehidupan dengan berusaha hidup dalam kebaikan. Selari tulisan ini ditutup dengan memanjatkan do’a “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dan dari jiwa yang tidak pernah merasa kenyang, serta dari doa yang tidak dikabulkan”. Amiin. Semoga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *