Inpasonline, 10/10/10
Harian Republika hari Senin (27/09) menurunkan sebuah artikel dari Herry Nurdi, Jurnalis Muslim dan Mantan Wartawan Majalah Sabili. Dalam tulisannya, yang diberi judul Deposito Radikalisasi, ia menyoroti tantangan besar yang dihadapi oleh umat Islam Indonesia. Meskipun umat Islam mayoritas, menurutnya, sama sekali tidak ringan dalam menjalankan keyakinannya, melaksanakan ibadahnya dan menerapkan hukum-hukumnya.
Ia mencontohkan, ketika di beberapa wilayah Indonesia, seperti Nanggroe Aceh Darussalam, menerapkan beberapa bagian dari hukum Islam, mata dunia Barat, wakil khusus pemerintah, media dan peneliti mereka mencermati kita dengan tatapan penuh curiga. Bahkan beberapa wilayah lain, seperti Bulukumba, Sulawesi Selatan atau Cianjur, Jawa Barat yang melahirkan beberapa peraturan daerah yang menyangkut ketertiban umum, mereka langsung mendapatkan sematan status menerapkan Syari’at Islam. Dengan nada sinis dan negatif.
Herry Nurdi juga menjelaskan bahwa kurun waktu lima tahun terakhir ini, umat Islam sering dianggap umat yang intoleran. Kasus yang terus aktual adalah penolakan umat Islam terhadap Ahmadiyah. Hal itu, dianggapnya umat Islam telah melanggar HAM dalam konteks kebebasan beragama dan berkeyakinan. Padahal dalam ajaran Ahmadiyah jelas-jelas mengandung benih-benih perpecahan diantara sesama penganut agama. Dan kasus terbaru, jelas Herry Nurdi, adalah HKBP yang disulap oleh pemberitaan sebagai hasil kejahatan umat Islam. Lagi-lagi umat Islam jadi pesakitan di depan pengadilan opini, baik di negeri sendiri maupun internasional.
Kini, jelas Herry, kita sekali lagi masih disibukkan untuk memperhatikan masalah terorisme -yang pelakunya tentu oknum umat Islam- yang semakin menjadi-jadi. Ketika perampokan CIMB Niaga di Sumatera Utara, sudah muncul sinyalemen dari kepolisian bahwa pelaku pasti terkait terorisme atau kelompok sejenisnya. Hal itu sungguh sangat hebat, karena terbukti benar sinyalemen tersebut. Seakan-akan institusi ini sudah mengendus dan tahu siapa yang akan menjadi sasarannya. Dan hebatnya lagi, hanya dalam hitungan minggu Densus 88 mampu mengejar belasan orang dan menembak mati tiga anggota yang dituding sebagai jaringan teroris perampok bank dan pelaku penyerangan Mapolsek Hamparan Perak. Kita tentu bertanya ada apa sebenarnya? (mm/republika).