MUI: Islam Kita Tidak Radikal dan Bukan Liberal

IMG-20151221-WA0005Inpasonline.com-Aliran liberalism harus ditolak umat Islam karena sangat bertentangan dengan akidah. Begitu pula, kita tidak mengajarkan radikalisme. Wasatiyah itu tidak liberal dan tidak radikal.

Demikian dikatakan oleh KH. Abdusshomad Buchari, Ketua MUI Jawa Timur, dalam Musda (Musyawarah Daerah) ke-9 MUI Jawa Timur pada Sabtu 19/12 di Asrama Haji Surabaya.

Kiai Abdushomad menjelaskan MUI memiliki tugas mencegah liberalisme dan radikalisme.

“MUI diharapkan tidak liberal dan tidak radikal”, tegasnya.

Dalam Musda yang dihadiri 250 peserta dari utusan MUI cabang dan lembaga keislaman tingkat Jawa Timur itu, ketua MUI Jatim menyampaikan, untuk mencapai harapa itu penting adanya kerja sinergi antara ulama dan pemerintah.

“Secara sinergis kerja sama MUI Jatim dengan Pemprov Jatim telah kita lakukan. Contohnya kami berhasil menutup 46 lokalisasi yang ada di Jatim”, tambahnya.

Dia menerangkan, di Jatim ada 47 lokalisasi, dari jumlah itu 1 lokalisasi belum tutup.

“Kerja ini dalam rangka memperkuat kiprah MUI dalam berkhidmat dan membantu pemerintah mewujudkan umat berakhlak tingggi dan beradab, bukan umat yang bi-adab”, ujarnya.

Terkait dengan pencegahan radikalisme, Kiai Abdusshomad, berpendapat bahwa pemicu-pemicu adanya radikalisme harus dicegah sejak dini.

“Mencegah berkembangnya aliran sesat dengan terbitnya Pergub tentang pembinaan aliran sesat merupakan upaya pemerinta Jatim dan MUI Jatim mencegah munculnya radikalisme”

Ketua MUI menerangkan bahwa kita semua sepakan menolak radikalisme. Namun, para ulama dan pemerintah diharapkan jeli kenapa terjadi aksi radikalisme.

“Sumber radikalisme itu biasanya muncul karena ada ketidak adilan global. Contoh misalnya jika umat Islam berbuat keras, secara otomatis langsung ada cap terorisme. Tetapi tidak ada yang mengutuk Israel sebagai teroris di saat membunuh dan meneror rakyat Palestina. Pemberitaan yang memojokkan Islam ini juga yang memicu terorisme”, tegasnya.

Karena itu, ujarnya, MUI berusaha meluruskan pemberitaan-pemberitaan yang ada. Ia berpendapat bahwa Timur Tengah itu aman-aman saja jika tidak ada intervensi politik dan ekonomi dari negara-negara Barat. Tetapi karena ada kepentingan negara lain, Arab menjadi berkonflik. Ini harus dicegah.

Terkait dengan Syiah, kiai Abdushomad mengucapkan terima kasih kepada semua pihak terutama Pemprov yang telah membantu mengatasi masalah Syiah.

“Syiah itu kalau kita biarkan, akan terjadi konflik. Maka, adanya Fatwa MUI dan Pergub Jatim, bibit konlik bisa kita redam, dan Jatim akan aman Insya Allah”, ujarnya.

Karena itu, dia menghimbau kepada pihak-pihak yang menentang Fatwa dan Pergub ini untuk memahami betul akar masalahnya.

“Kalau tidak ada Pergub dan Fatwa tentang Syiah, Syiah-Sunni di Jatim bisa berkonflik”, tambahnya.

Dia meluruskan tuduhan-tuduhan tidak benar bahwa Fatwa itu pemicu konflik. Padahal, menurutnya, justru dengan fatwa itu Jatim menjadi terkendali. Inilah, ujarnya, tugas MUI membantu pemerintah memberi suasana aman dan kondusif.

Pada Musda ke-9 ini juga dihadiri ketua Umum MUI Pusat, KH. Ma’ruf Amin, Gubernur Jawa Timur, dan beberapa utusan dari ormas Islam serta lembaga keislaman di Jawa Timur.

Ketua MUI Pusat, KH. Ma’ruf Amin, juga sependapat bahwa yang kita ajarkan adalah Islam wasatiyah, moderta tidak liberal dan tidak radikal.

Musda ke-9 ini berakhir pada hari ahad 20/12 dan memutuskan KH. Abdushomad Buchori sebagai ketua MUI Jatim lagi untuk periode 2015-2020.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *