Nyoman Minta yang lewat di depan podium Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat pembukaan ASEAN Fair Senin 24 Oktober 2011 meminta maaf kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Pak Presiden, saya minta maaf atas peristiwa itu. Saya benar-benar tidak tahu kalau ada Bapak Presiden, dan tidak boleh melintas di sana saat itu,” kata Nyoman Minta dengan logat Bali yang khas, saat ditemui di kediamannya Rabu malam 26 Oktober 2011.
Ketika dirinya melintas, tutur Minta, ia sama sekali tak dilarang untuk memasuki area di mana terdapat Presiden SBY dan Ibu Negara Ani Yudhoyono, para Menteri KIB Jilid II dan tamu Negara itu. Ia pun mengaku melintas di sana melalui jalan raya, tidak mengendap-endap seperti banyak diperkirakan orang.
“Saya melintas di atas trotoar. Waktu saya lewat tidak ada yang melarang. Makanya saya jalan terus. Kalau saya dilarang melintas, pasti saya tidak lewat situ,” kata pria yang tak bisa baca tulis ini.
Minta juga menyampaikan permohonan maafnya kepada Gubernur Bali, Made Mangku Pastika. Menurutnya, ia sama sekali tak ingin mengganggu acara tersebut. Kehadirannya di depan podium SBY, benar-benar tak direncanakan. “Usai kerja, saya ingin pulang saat itu,” katanya, dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata.
Nyoman Minta mengaku dimintai keterangan oleh petugas Polsek Kuta Selatan hingga pukul 21.30 WITA. Setelah itu ia pulang ke rumahnya. Selama pemeriksaan, Minta mengaku ditanya tentang bagaimana ia bisa melintas.
Hingga akhirnya ia harus menjalani rekonstruksi hingga sampai di depan podium SBY yang hanya berjarak beberapa meter saja dari orang nomor satu di republik ini.
Pemimpin hakekatnya adalah pelayan rakyatnya, bukan sebaliknya. jika dilihat dari kinerjanya, para pemimpin bangsa ini seharusnya sering minta maaf kepada rakyatnya atas ketidakberesan pengelolaan negara. Belum lagi kasus korupsi yang bak lingkaran setan akibat kurangnya komitmen pemerintah memberantas korupsi. Jika seorang menteri di sebuah negara tetangga sampai harus bunuh diri karena malu saat tidak sanggup menunaikan amanahnya, seharusnya para pemimpin (termasuk presiden dan menteri) menghukum diri mereka sendiri, meski tidak harus dengan cara bunuh diri. (vivanews/Kartika Pemilia)