BEKASI– Menyikapi maraknya gerakan pemurtadan dan penodaan yang dilakukan oleh orang/ kelompok yang tidak senang dengan Islam, Umat Islam di Bekasi mengadakan Kongres Umat Islam Bekasi (KUIB). Kongres ini juga dalam rangka menyatukan konsepsi para tokoh, ulama, aktivis, pengurus masjid, ormas-ormas Islam dan seluruh elemen Islam se-Bekasi.
Meski diselenggarakan dengan sederhana, kongres di Hotel Bunga Karang Bekasi, Ahad, (20/6/2010) ini berlangsung khidmat. Hadir dalam acara iniperwakilan ormas Islam, pengurus masjid, lembaga dakwah, lembaga pendidikan dan para tokoh Muslim se-Bekasi, antara lain: Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Front Pembela Islam (FPI), Pesantren At-Taqwa, MPS, Jama’ah Anshorut Tauhid (JAT), Garda Umat Islam Kota Bekasi (GAMIS), Persatuan Islam (PERSIS), Gerakan Pemuda Islam (GPI), Front Anti Pemurtadan Bekasi (FAPB), GPII, Forum Ummat Islam (FUI), Gabungan Remaja Islam (GARIS), Forum Anti Gerakan Pemurtadan (FAKTA), Hizbud Dakwah Islam (HDI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Lembaga Dakwah Asy-Syams, Lembaga Dakwah Al-Isra, Lembaga Pendidikan Islam Darussalam, Bani Saleh, dll.
Seluruh peserta lintas ormas dan organisasi itu memanfaatkan kongres sebagai wahana silaturrahim dan silatulfikir dengan para ulama, zuama dan cendekia dalam rangka persatuan umat untuk memerangi kemiskinan, kemaksiatan, kezaliman dan pemurtadan.
Kongres bertema “Jadikan Bekasi Kota Syuhada dan Bersyariah” ini dibuka oleh Ketua MUI Kota Bekasi, KH Mursyid Kamil dan menghadirkan Keynote Speech Habib Rizieq Syihab. Dalam presentasinya, Habib Rizieq memaparkan bahaya gerakan kristenisasi berdasarkan tinjauan teologis yang ditunjang dengan pernyataan para tokoh misonaris.
Ketua Umum FPI ini juga memaparkan fakta dan data kristenisasi yang ditemukannya di tengah masyarakat. Menurutnya, proyek kristenisasi itu dilakukan dalam enam program, yaitu: bakti sosial dan kemanusiaan, pengobatan dan pendidikan gratis, bea siswa dan lapangan kerja, hipnotis dan hamilisasi, tahta dan kekuasaan, serta pembangunan gereja liar.
Kongres sehari penuh ini menyepakati susunan presidium terdiri dari delapan orang, yaitu: Ust. Harada Nurdin, KH Sulaiman Zachawerus, KH Abdul Rauf HM, KH Murhali Barda, KH Ahmad Salimin Dani, KH Madrais Hajar, H. Shalih Mangara Sitompul, KH Junaidi Hasyim, dan KH Amin Noer.
Selain itu, KUIB menetapkan sembilan nama dalam Badan Pekerja Kongres Umat Islam Bekasi, yaitu: Bernard Abdul Jabbar, Maulana Al Hamdani, Agus Laksono, Anwar Anshori Mahdum, Abdul Qadir AKA, Khairul Fuad, Abu Al-Izz, Abdul Khoir, dan Kanti Prayogo.
Sebagai solusi atas problematikan keummatan di Kota Bekasi, konsentrasi penuh seluruh ormas dan tokoh Islam se-kota Bekasi itu menghasilkan 32 rekomendasi. Rekomendasi ini disepakati setelah peserta KUIB melakukan berbagai sidang yang dibagi menjadi 3 komisi.
Salah satu rekomendasi kongres ini adalah mendesak Pemerintah Kota/Kabupaten Bekasi membuat Peraturan Daerah untuk mencegah penistaan agama, meminta pemerintah daerah mendata ulang dan menertibkan rumah ibadah yang tidak berizin. Selain itu, kongres juga mendesak pemberantasan kemaksiatan, miras, premanisme, zina, pelacuran, dan pergaulan bebas.
Untuk langkah konkretnya, kongres merekomendasikan pembentukan Badan Kontak Ummat Islam Bekasi yang berfungsi sebagai: Pusat informasi, Pusat koordinasi, Pust konsolidasi, Penguatan jaringan, dan Pemberdayaan di bidang ekonomi, dakwah, sosial dan pendidikan.
Selain itu, untuk mencegah dan menanggulangi pemurtadan dan kemaksiatan, kongres merekomendasikan pembentukan satgas di masjid-masjid sebagai pengawal akhlaq dan aqidah ummat.
Salih Mangara Sitompul, salah seorang Presidium Kongres, menyatakan bahwa rekomendasi itu adalah sikap resmi umat Islam untuk digunakan sebagai acuan kerukunan antar umat beragama di Bekasi. Langkah berikutnya, rekomendasi itu akan diajukan ke Pemerintah Daerah dan pihak kepolisian sebagai solusi mencegah kasus penistaan terulang.
“Hasil kongres ini merupakan sikap resmi umat Islam untuk digunakan sebagai acuan kerukunan antar umat beragama di Bekasi,” kata Salih yang juga Koordinator Biro Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bekasi itu.
Sebagaimana diberitakan voa-islam.com, Kongres umat Islam yang pertama di Bekasi ini dilatarbelakangi oleh maraknya gerakan pemurtadan dan pendangkalan akidah di Bekasi yang kerap dilakukan para kafirin melalui pelecehan dan penghinaan, menjadi ancaman yang serius terhadap kerukunan umat beragama. Puncaknya adalah penginjakan kitab suci Al-Qur’an, penghujatan Islam dalam blog Santo Bellarminus dan ulah Kristen Radikal yang memasuki pelataran Masjid Agung Bekasi dan membuat formasi Pedang Salib. [mm/voa/whd]