Hamas; Menuju Palestina Merdeka dengan Jalan Tegas
Judul buku : Hamas Superpower Baru Dunia Islam; Fakta dan Data di Balik Operasi Badai Al-Aqsha
Penulis : Pizzaro Ghozali Idrus
Penerbit : Pustaka Al-Kautsar – Jakarta
Tahun terbit : 2024
Tebal : xx + 287 halaman
Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Ulama Kritis Berjejak Manis dan sebelas judul lainnya
inpasonline.com – Hamas, nama yang sangat dikenal oleh masyarakat internasional. Hamas singkatan dari Harakah Al-Muqawamah Al-Islamiyyah, yang berarti Gerakan Perlawanan Islam. Perlawanan bangsa Palestina terhadap penjajahan Israel.
Sekadar memudahkan, setidaknya ada empat momentum yang membuat Hamas sulit dilupakan. Pertama, saat Hamas didirikan pada 1987. Kedua, saat Syaikh Ahmad Yasin-pendiri Hamas-menemui syahid pada 22 Maret 2004. Ketiga, ketika Hamas memulai Operasi Badai Al-Aqsha pada 7 Oktober 2023. Keempat, kala Ismail Haniyah-Kepala Biro Politik Hamas-menjumpai syahid pada 31 Juli 2024.
Untuk poin kesatu sampai ketiga di atas, termasuk yang dibicarakan di buku berjudul Hamas Superpower Baru di Dunia Islam: Fakta dan Data di Balik Operasi Badai Al-Aqsha. Sementara, untuk poin keempat yang dibahas hanya sosok Ismail Haniyah saja dan tidak sampai pada peristiwa syahidnya. Ini, dapat kita mengerti, karena buku tersebut terbit pada Mei 2024 atau dua bulan sebelum Ismail Haniyah syahid. Apapun, buku ini menarik, karena hadir di tengah terbatasnya bacaan tentang Hamas dan terutama tentang Operasi Badai Al-Aqsha 7 Oktober 2023.
Spirit Merdeka
Warga Palestina ingin merdeka. Mereka, kata Dr. Baseem Naeem-anggota Biro Politik Hamas di Gaza-telah mengalami penindasan dan rasisme paling kejam oleh Israel. Ada puluhan ribu orang tewas dalam ratusan pembantaian, jutaan ditahan, rumah-rumah dihancurkan, harta mereka dirampas, tanah mereka disita, dan tempat-tempat suci mereka dinodai (h.xiv).
Operasi 7 Oktober 2023, lanjut Baseem Naeem, adalah operasi brilian dan heroik yang membuktikan secara kuat bahwa Israel bisa dikalahkan. Bahwa, pembebasan Palestina adalah hal yang mungkin. Juga, meruntuhkan mitos tentara Israel yang tak terkalahkan. Semua, menunjukkan keberanian dan kreativitas rakyat Palestina sekaligus memperlihatkan perlawanan yang gagah berani. Itulah nilai-nilai mulia yang dipegang warga Palestina.
Lihatlah, manuver Hamas pada 7 Oktober 2023 itu berhasil merubuhkan mitos kecanggihan intelijen Israel. Juga, sukses mencegah Arab Saudi yang hendak melakukan normalisasi hubungan dengan Israel. Pun, menyingkap kepalsuan slogan HAM negara-negara Barat.
Jika begitu, siapa Hamas? Siapa pendirinya? Siapa di antara tokoh-tokohnya? Bagaimana pula hubungan Indonesia dengan Palestina?
Hamas Hebat
Hamas didirikan Ahmad Yasin pada 1987 dan menjadi gerakan nasional terkuat di Palestina. Gerakan ini menerapkan semua bentuk perlawanan, dengan perlawanan bersenjata sebagai intinya. Tentu saja, itu termasuk untuk menghadapi proyek pemukiman dan invasi Israel.
Organisasi ini tidak dapat dilepaskan dari perlawanan yang dilakukan oleh bangsa Palestina sejak munculnya kolonialisme Inggris di Tanah Para Nabi tersebut. Salah satu sumber inspirasi bagi Hamas adalah Syaikh Izzudin Al-Qassam, pemimpin perlawanan bersenjata pertama dalam sejarah Palestina modern yang dibunuh Inggris pada 1935 (h.2).
Saat ini Hamas dianggap sebagai lawan berat Israel dan negara-negara Barat yang pro-Israel (h.24). Bahkan, Hamas berkembang menjadi kelompok superpower baru dan disegani di dunia Islam. Hamas telah menjadi garda terdepan (bersama faksi lainnya di Gaza) untuk mempertahankan kedaulatan Palestina. Dalam tiap pertarungan melawan Israel, Hamas selalu berhasil mengimbanginya. Pendek kata, Hamas muncul sebagai pahlawan dan menyelamatkan wajah dunia Islam di tengah takluknya kekuatan Arab belakangan ini (h.39-40).
Hamas sangat menekankan identitas Islam. Nilai-nilai Islam menjadi panduan yang mendasari semua tindakan politiknya. Bagi Hamas, hukum Islam harus menjadi sumber utama perundang-undangan di Palestina (h.45). Terkait, Hamas tidak bertujuan membentuk pemerintahan yang demokratis dalam pengertian demokrasi sekular dan liberal, tetapi memilih untuk menjalankan gaya pemerintahan islami (h.46).
Ahmad Yasin Tangguh
Hamas tak bisa dilepaskan dengan nama Syaikh Ahmad Yasin. Pejuang tangguh ini lahir pada 1938, di Selatan Gaza. Dia mengungsi ke Gaza bersama keluarga pascaperang 1948.
Saat muda Syaikh Ahmad Yasin mengalami kecelakaan ketika sedang berolahraga hingga mengalami lumpuh total, pada 1952. Selanjutnya dia bekerja sebagai guru bahasa Arab dan pendidikan Islam. Juga menjadi khatib dan guru di sejumlah masjid Gaza, di bawah jajahan Israel. Ia menjadi khatib yang paling terkenal di kawasan Gaza karena argumentasinya yang kuat dan keberaniannya dalam menyuarakan kebenaran.
Pada perkembangannya, Syaikh Ahmad Yasin boleh saja renta. Badannya lumpuh, mata kirinya rabun, telinganya didera radang. Paru-parunya digerogoti alergi. Ke mana-mana dengan kursi roda. Namun, dengan tubuh lemah itu, dia adalah sosok yang paling dicari Israel (h.46).
Syaikh Ahmad Yasin penyemangat hebat. Jika umat Islam lupa kewajiban membebaskan Palestina, maka biarlah dia bersama kursi rodanya yang menebusnya. ”Aku tidak mampu ke mana-mana untuk memenuhi hajatku kecuali jika ada yang menggerakkan kursi rodaku. Adakah hati kalian tidak bergelora melihat kekejaman terhadap kami sehingga tiada satu kaum-pun bangkit menyatakan kemarahan karena Allah?” (h.47).
Syaikh Yasin tokoh di belakang intifadhah pada Desember 1987. Sepekan berikutnya dia dirikan Hamas (h.48). Sedemikian takutnya kepada perlawanan Syaikh Ahmad Yasin, sampai Israel harus menjatuhkan hukuman seumur hidup plus 15 tahun baginya.
Syaikh Yasin menyerahkan seluruh hidupnya untuk Islam. Dia luar biasa! Lumpuhnya saja ditakuti musuh. Dia hampir tak bisa menggerakkan bagian tubuhnya sendiri, namun oleh Allah diberi kemampuan menggerakkan jiwa-raga jutaan orang. ”Tidak ada sejarah seperti yang diukir oleh Syaikh Ahmad Yasin, di mana dengan fisik yang lemah karena cacat mampu mengubahnya menjadi kekuatan,” kata Dr. Abdul Aziz Rantisi (h.48-49).
Hari-hari Syaikh Ahmad Yasin diisi dengan ibadah. Waktu luangnya dipenuhi dengan tarbiyah. Dari dia, lahir kader-kader dakwah yang tak kalah militan ketimbang dirinya. Mereka, antara lain adalah Abdul Aziz Rantisi, Khalid Misyal, dan Ismail Haniyah. Mereka adalah anak-anak muda yang gigih bersamanya menggagas Hamas (h.49).
Intifadhah adalah gerakan rakyat secara menyeluruh. Gerakan ini bukan hanya melibatkan pemuda tapi juga anak-anak, wanita, dan orang-orang tua. Tentu, masing-masing berdasarkan batas kemampuan yang dimilikinya (h.49).
Berkali-kali Syaikh Ahmad Yasin hidup dalam penjara bersama kursi rodanya. Itu, misalnya, terjadi pada 1965, 1985, dan 1989 (h.50). Beragam cara dilakukan Israel untuk membunuh Syaikh Ahmad Yasin, tapi selalu gagal.
Sampailah pada Senin subuh 22 Maret 2014. Sepulang berjamaah subuh, sebuah pesawat Apache Israel buatan Amerika Serikat mendekat lalu memuntahkan tiga buah roket ke tubuh lemah tapi berjiwa baja yang sedang di atas kursi roda itu. Gelegar tiga roket yang meledak memenuhi langit Gaza. Syaikh Yasin syahid bersama sedikitnya lima lainnya (h.55).
Hari itu, rakyat Palestina larut dalam duka yang dalam. Jutaan rakyat Palestina menangis. Sekitar 200.000 orang mengantarkan ke pemakaman. Gema takbir membahana menyelimuti langit Gaza. Jasadnya boleh tiada, namun gagasan dan cita-citanya terus menyeruak menembus jiwa-jiwa kaum Muslimin demi melanjutkan perjuangannya memerdekakan Palestina, yang secara paksa telah dirampas oleh Israel. Itu, hanya bisa direbut kembali dengan kekuatan. Palestina adalah tanah wakaf yang tidak bisa diserahkan walaupun hanya satu inci. ”Untuk itu kami bersedia melakukan segalanya,” kata Syaikh Yasin di suatu saat (h.55).
Ismail Haniyah Menggugah
Hamas telah menekankan bahwa Opersai Badai Al-Aqsha merupakan kelanjutan aksi intifadhah hingga berakhirnya penjajahan Israel, pembebasan Palestina, dan kembalinya seluruh pengungsi Palestina. Memang, tidak dipungkiri banyak pasukan Al-Qassam yang gugur dan Gaza mengalami banyak kehancuran dalam pertempuran besar ini. Namun mereka telah memberikan perlawanan signifikan dalam menghadapi Israel (h.70).
Perdana Menteri Israel-Netanyahu-memutar strategi dengan fokus mengincar tokoh-tokoh penting Hamas di luar negeri. Salah satu targetnya adalah pendiri Brigade Izzudin Al-Qassam, Saleh Al-Arouri. Wakil pemimpin Hamas yang kerap menjadi juru bicara ini syahid saat diserang drone di Beirut, 2 Januari 2024 (h.71).
Al-Arouri pemimpin politik senior Hamas pertama yang dibunuh Israel di luar wilayah Palestina sejak 7 Oktober 2023 (h.72). Selanjutnya, modus seperti ini juga yang menimpa Ismail Haniyah.
Kita kenang pidato Ismail Haniyah pada 2023, yang telah berkali-kali mengingatkan Israel yang menodai Masjid Al-Aqsha: ”Wahai saudara-saudaraku, kami memperingatkan dunia tentang pemerintahan fasis di Israel yang telah membiarkan para pemukim dan merampas kekuasaan berkeliaran untuk menabur korupsi di Masjid Suci Al-Aqsha di Al-Quds. Kami mengatakan kepada mereka, ’Jangan bermain api’. Kami memberitahu mereka, ’Jangan melewati garis merah’. Namun mereka menutup telinga dan menutup mata mereka terhadap peringatan kami. Lalu, karena kesombongan dan kekurangajaran mereka, dalam berapa hari terakhir, saat perayaan keagamaan yang jahat, mereka menyerbu Masjid Al-Aqsha. Mereka menghinakannya. Mereka menganiaya wanita kami. Mereka masuk dengan sepatu hingga ke mihrab dan mimbar di dalam masjid” (h.82).
Masih menurut Ismail Haniyah, di 2023, bahwa Operasi Badai Al-Aqsha diluncurkan dari Gaza, namun akan meluas ke Tepi Barat, ke Al-Quds, ke wilayah yang diduduki pada 1948. Ismail Haniyah menyampaikan kepada negara-negara Arab lainnya bahwa Israel tidak dapat memberi mereka perlindungan apapun bagi Palestina dan bangsa Arab meski ada pemulihan hubungan diplomatik baru-baru ini. ”Semua perjanjian normalisasi yang Anda tandatangani dengan Israel tidak dapat menyelesaikan masalah Palestina” (h.83).
Lengkap dan Penting
Isi buku ini terhitung lengkap dalam memotret Hamas. Misal, di buku ini diungkap fakta perbedaan yang sangat mencolok antara kondisi warga Palestina yang ditahan Israel dengan warga atau tentara Israel yang ditawan Hamas.
Jika di Israel semua tahanan mendapatkan perlakuan yang sangat kejam dan tidak manusiawi, maka para sandera Hamas justru diperlakukan dengan baik. Saat mereka keluar dari penyanderaan, di wajah mereka ada senyum kegembiraan. Mereka bersikap penuh hormat kepada Hamas. Pelepasan mereka berlangsung hangat dan akrab dengan lambaian tangan kepada para pejuang Hamas (h.166).
Indonesia, Bagaimana?
Hal penting lain dari isi buku ini, berupa uraian tentang kedekatan Indonesia dengan Palestina, sejak dulu. Tak mungkin terhapus, sejarah panjang dukungan Indonesia untuk Palestina.
Lihat, bagi Soekarno, selama Palestina masih terjajah maka di sanalah Republik Indonesia akan berdiri melawannya (h.211). Sementara, Hatta akan terus ingat dukungan Palestina untuk kemerdekaan Indonesia di awal-awal. Oleh karena itu, Hatta sangat menaruh hormat kepada Palestina, bahwa meski mereka mengalami penindasan Inggris dan Israel tapi masih bisa tegak mendukung kemerdekaan Indonesia. Hal itulah yang membuat Hatta menyempatkan diri bertemu Mufti Palestina-Syaikh Amin Al-Husaini-dan para tokoh Arab lainnya di Kairo usai hadir di Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada 1949 (h.219-220).
Cermatilah salah satu pendiri bangsa lainnya, Agus Salim. Dia pernah menyerukan bantuan dari umat Islam untuk menolong saudaranya di Palestina. Umat Islam tidak boleh hanya menjadi penonton dari arogansi Israel, kata dia (h.224).
Perhatikanlah Mohammad Natsir, salah satu pendiri bangsa yang lainnya lagi. Dia berjuang untuk Palestina, dari jalur diplomasi sampai kepada aksi nyata. Misalnya, seperti yang diberitakan harian Abadi edisi 17 September 1969. Itu, tentang penggalangan dana yang digelar oleh Badan Pembela Masjid Al-Aqsha di bawah pimpinan Mohammad Natsir (h.238).
Catatan Akhir
Sebagai karya, ada kekurangan yang bisa diperbaiki, misalnya di edisi cetak ulang. Ada beberapa salah cetak, sebagai contoh. Kata ”diperlakukan”, tertulis ”diperlukan”. Kata ”diukir” tertulis ”diukur”. Kata ”kami” tertulis ”kamu”. Hal lain, informasi yang persis sama diulang lebih dari sekali. Misal, Hamas berdiri satu pekan pascameletusnya intifadhah. Ini, ada di halaman 48 dan 49.
Apapun, buku ini berharga. Buku ini bagus, karena ditulis oleh orang yang tepat. Dia jurnalis yang khusus meliput atau menulis isu-isu inteenasional. Dia Master di bidang ”Diplomacy and International Policy” dan mengajar tentang ini di salah satu PTS di Jakarta. Dia sedang menempuh S3, untuk kajian “International Relations” di Universiti Sains Malaysia. Dia pernah mewawancarai langsung pemimpin Hamas.
Akhirnya, selamat membaca! Selamat merasakan gelegak semangat warga Palestina yang dahsyat, dalam usaha mereka untuk merdeka. Allahu Akbar! []