Setelah gagal menghadang Palestina menjadi anggota UNESCO, parlemen AS mengancam menahan puluhan juta dolar pendanaan untuk lembaga kebudayaan dan pendidikan dunia itu bila badan tersebut setuju mengakui Palestina sebagai negara.
Menteri Luar Negeri AS, Hillary Rodham Clinton, menyeru bahwa pemikiran UNESCO sama sekali ‘tak bisa dipahami’ mengingat itu dilakukan ketika Palestina masih mengajukan aplikasi pengakuan PBB dan keanggotaan itu masih diperiksa oleh Dewan Keamanan, organ tertinggi pengambil keputusan PBB.
“Saya pikir ini prosedur sangat aneh dan saya mendesak agar UNESCO mempertimbangkan lagi sebelum maju dengan hasil voting tersebut,” ujar Clinton di Republik Dominika, di mana ia menghadari konferensi ekonomi regional.
Namun ia berhenti saat ditanya bagaimana kemungkinan reaksi AS, apakah akan keluar dari badan tersebut seperti yang dilakukan saat pemerintahan Ronald Reagen. Namun apa pun itu, Kongres telah mengeluarkan larangan legal yang mencegah AS mendanai organisasi dipandang ‘lancang’ dengan mengakui entitas Palestina sebelum mereka sepenuhnya mendapat pengakuan resmi dari PBB.
Clinton bersikeras bahwa setiap pengakuan terhadap kenegaraan Palestina harus dilakukan di tingkat PBB di New York dan bukan oleh badan di bawah organisasi dunia itu. Ia menekankan lagi keberatan AS terhadap langkah semacam itu, termasuk aplikasi PBB dan mengatakan upaya itu tak bisa menggantikan negosiasi langsung dengan Israel dalam meraih Palestina merdeka.
Hingga kini, AS berkontribusi terhadap 22 persen bujet total UNESCO. Namun AS menjadi minoritas ketika dewan badan kebudayaan itu memilih 40-4 (dengan 14 negara abstain) untuk kemenangan Palsetina. Selain AS, hanya Latvia, Jerman, Romania yang memilih menentang, demikian menurut keterangan resmi AS. (businessweek/Kartika Pemilia)