Hukum Ucapan Selamat Natal

Written by | Fikih dan Syariah

Oleh: Muhammad Idrus Ramli

perayaan-natal-nasional-akan-digelar-di-papuaInpasonline.com-Perbincangan mengenai hukum mengucapkan selamat Natal menjadi ramai tiap akhir tahun. Oleh sebab itu, penulis perlu menerangkan dalil-dalilnya. Namun, sebelum menjelaskan hukum ucapan selamat natal, ada beberapa pertimbangan yang perlu dipikirkan:

Pertama, ucapan selamat biasanya diucapkan ketika seseorang bersuka cita atau menerima kesenangan yang dibenarkan dalam agama seperti ketika hari raya idul fitri, kelahiran anak, pernikahan dan lain-lain. Hal ini seperti kita baca dalam kitab Wushul al-Amani fi Ushul al-Tahani, karya al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi, dalam himpunan kitabnya al-Hawi lil-Fatawi juz1.

Kedua, ucapan selamat juga diucapkan ketika seseorang bersuka cita karena menerima kenikmatan atau terhindar dari malapetaka, seperti dikemukakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Aqalani dalam kitabnya, Juz’ fi al-Tahni’ah bil-A’yad. Dalam konteks ini beliau berkata:

يستدل لعموم التهنئة لما يحدث من النعم او يندفع من النقمسجود الشكر لمن يقول به وهو الجمهور ومشروعية التعزية لمن أصيب بالإخوان. (الحافظ ابن حجر، جزء في التهئة في الأعياد، ص 46(

“Keumuman ucapan selamat terhadap kenikmatan yang terjadiatau malapetaka yang terhindar menjadi dalil sujud syukur bagi orangyang berpendapat demikian, yaitu mayoritas ulama dan dianjurkannyabertakziyah bai orang-orang yang ditimpa malapetaka.” (Al-Hafizh IbnuHajar, Juz’ fi al-Tahni’ah fil-‘Id, hal. 46).

Ketiga, para ulama menganggap hari raya non Muslim, bukan termasuk hari raya yang baik dan mendatangkan kebaikan bagi umat Islam. Dalam konteks ini al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi berkata dalam kitabnya al-Amru bil-Ittiba’ wa al-Nahyu ‘anin al-Ibtida’ sebagai berikut:

ومن البدع والمنكرات مشابهة الكفار وموافقتهم في أعيادهمومواسمهم الملعونة كما يفعله كثير من جهلة المسلمين من مشاركة النصارىوموافقتهم فيما يفعلونه في خميس البيض الذي هو اكبر اعياد النصارى (الحافظجلال الدين السيوطي، الأمر بالاتباع والنهي عن الابتداع ص 141(

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka selayaknya ucapanselamat natal dihukumi haram dan harus dihindari oleh umat Islam. Dalamkonteks ini, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah al-Hanbali berkata:

وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق مثل أنيهنئهم بأعيادهم وصومهم فيقول عيد مبارك عليك أو تهنأ بهذا العيد ونحوهفهذا إن سلم قائله من الكفر فهو من المحرمات وهو بمنزلة أن يهنئه بسجودهللصليب بل ذلك أعظم إثما عند الله وأشد مقتا من التهنئة بشرب الخمر وقتلالنفس وارتكاب الفرج الحرام ونحوه … وإن بلي الرجل بذلك فتعاطاه دفعا لشريتوقعه منهم فمشى إليهم ولم يقل إلا خيرا ودعا لهم بالتوفيق والتسديد فلابأس بذلك وبالله التوفيق. (ابن قيم الجوزية، أحكام أهل الذمة 1/442(.

“Adapun ucapan selamat dengan simbol-simbol yang khususdengan kekufuran maka adalah haram berdasarkan kesepakatan ulama, seperti mengucapkan selamat kepada kafir dzimmi dengan hari raya danpuasa mereka. Misalnya ia mengatakan, hari raya berkah buat Anda, atauAnda selamat dengan hari raya ini dan sesamanya. Ini jika yangmengucapkan selamat dari kekufuran, maka termasuk perbuatan haram. Ucapan tersebut sama dengan ucapan selamat dengan bersujud kepada salib. Bahkan demikian ini lebih agung dosanya menurut Allah dan lebihdimurkai daripada ucapan selamat atas minum khamr, membunuh seseorang, perbuatan zina yang haram dan sesamanya. Apabila seseorang memangdiuji dengan demikian, lalu melakukannya agar terhindar dari keburukanyang dikhawatirkan dari mereka, lalu ia datang kepada mereka dan tidakmengucapkan kecuali kata-kata baik dan mendoakan mereka agar memperolehtaufiq dan jalan benar, maka hal itu tidak lah apa-apa.” (Ibnu QayyimilJauziyyah, Ahkam Ahl al-Dzimmah, juz 1 hal. 442).

Pernyataan di atas menyimpulkan bahwa ucapan selamat natal, hukumnya haram dilakukan oleh seorang Muslim, karena termasuk mengagungkan simbol-simbol kekufuran menurut agamanya.

Lalu bagaimana, jika sekelompok umat Islam berpartisipasi menghadiri acara natal dengan tujuan mengamankan acara natalan? Tentu saja, hukumnya juga haram. Al-Imam Abu al-Qasim Hibatullah al-Thabari al-Syafi’i, seorang ulama fiqih madzhab Syafi’i berkata:

قال أبو القاسم هبة الله بن الحسن بن منصور الطبري الفقيهالشافعي ولا يجوز للمسلمين أن يحضروا أعيادهم لأنهم على منكر وزور وإذاخالط أهل المعروف أهل المنكر بغير الإنكار عليهم كانوا كالراضين بهالمؤثرين له فنخشى من نزول سخط الله على جماعتهم فيعم الجميع نعوذ بالله منسخطه

“Telah berkata Abu al-Qasim Hibatullah bin al-Hasan binManshur al-Thabari, seorang faqih bermadzhab Syafi’i: “Kaum Muslimintidak boleh (haram) menghadiri hari raya non Muslim, karena merekamelakukan kemunkaran dan kebohongan. Apabila orang baik bercampur denganorang yang melakukan kemungkaran, tanpa melakukan keingkaran kepadamereka, maka berarti mereka rela dan memilih (mendahulukan) kemungkarantersebut., maka dikhawatirkan turunnya kemurkaan Allah atas jamaahmereka (non-Muslim), lalu menimpa seluruhnya, kita berlindung dari murkaAllah.”

Bagaimana jika ada orang berkata, tidak apa-apa mengucapkan selamat natal, dengan tujuan selamat atas lahirnya Nabi Isa ‘alaihissalam? Ucapan orang ini perlu dipertanyakan. Kepada siapa Anda memberikan fatwa tersebut? Kepada orang yang bershalawat kepada Nabi Muhammad shalllallahu ‘alaihi wasallam dan nabi-nabi lainnya yang iducapkan di rumahnya dan bukan pada hari natal? Secara jujur saja, kepada siapa dia mengucapkan selamat natal? Apakah kepada Isa ‘alaihissalam, secara khusus, tanpa diucapkan kepada non-Muslim? Atau selamat natal diucapkan kepada non-Muslim pada hari raya mereka?

Penulis adalah pengurus PCNU Jember dan Inisiator MIUMI Pusat

Last modified: 16/12/2014

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *