Salah satu rangkaian Peringatan Satu Abad KH. Abdul Wahid Hasyim, panitia mengadakan acara Tabligh Akbar yang diadakan di Taman Indonesia Indah (TMII) Jakarta, kamis (2/6). Dalam acara tersebut, Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian, Agama Nazaruddin Umar mengatakan, KH Abdul Wahid Hasyim telah menanamkan nilai-nilai kebangsaan.
“Wahid Hasyim telah meletakkan dasar integritas membangun negara yang berideologi kebangsaan, bukan agama. Pancasila itu sudah Islam, Islam yang berke-Indonesia sudah Jadi gagasannya,” kata Nazarudddin Umar.
Wahid Hasyim, katanya, merupakan tokoh multidimensi yang mampu melahirkan dan meletakkan dasar-dasar pembangunan bagi bangsa ini bersama Sukarno, M Hatta, Syahrir dan lain sebagainya.
“Beliau adalah tokoh pendidikan, tokoh masyarakat, politisi, pemikir dan memiliki kepribadian luar biasa. Kita akan bangkitkan spririt beliau, menularkan prestasi beliau kepada seluruh masyarakat,” kata Nazaruddin.
Di mata Nazaruddin, Wahid Hasyim merupakan seorang anak manusia yang memiliki kemampuan luar biasa karena bisa disejajarkan dengan tokoh lain dalam usia yang kurang dari 40 tahun.
Ia, lanjut Nazaruddin, keteladanan ayah KH Abdurrahman Wahid juga diberikan kepada keluarganya, dimana anak cucunya merupakan tokoh-tokoh besar bangsa ini.
“Keteladanan Wahid Hasyim diwariskan terhadap keluarganya. Anak cucunya banyak yang berhasil dan pernah memegang posisi kunci di negeri ini. Keluarga Hasyim akan jadi salah satu bagian tak terpisahkan dari negeri ini,” kata Nazaruddin.
Mantan Menteri Agama Mahfuh Basyuni mengatakan, adanya Kementerian Agama merupakan hasil pemikiran dari Wahid Hasyim.
“Kemenag adalah jembatan untuk menghubungkan kaum demokrat dan agama, menyatukan perbedaan umat di tanah air,” kata Maftuh.
Sementara itu, putri KH Abdul Wahid Hasyim, Aisyah Hamid Baidlowi Wahid mengatakan, pemikiran dan ide-ide dari mantan Menteri Agama itu masih relevan untuk diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini.
“Bahkan perlu dicontoh dan menggali pemikirannya secara mendalam. Tokoh-tokoh sekarang ini perlu bercermin pada keteladanan beliau sebab saat ini lebih bersifat nafsi-nafsi (sendiri-sendiri), tidak berpikir kedepan. Tokoh-tokoh sekarang perlu belajar,” kata Aisyah
Sebagai contoh, kata dia, keberadaan Pondok Pesantren sekarang ini mampu menjadi benteng pertahanan yang ampuh terhadap imperialisme budaya yang begitu kuat menghegemoni kehidupan masyarakat khususnya di perkotaan.
“Pesantren tetap menjadi pelabuhan bagi generasi muda agar tidak terseret dalam arus modernisme yang menjebak dalam kehampaan spritual,” kata Aisyah.
Ia menambahkan, tokoh-tokoh bangsa saat ini banyak yang tidak menjalankan ide dan gagasan yang telah diletakkan oleh KH Wahid Hasyim.
“Beliau adalah salah satu pengagas Pancasila namun saat ini Pancasila sendiri tak dijalankan dengan baik, tidak menjadikan Pancasila sebagai pedoman. Saya prihatin karena sebagai penggagas Pacasila, banyak yang tidak dijalankan,” ujarnya.
Tabligh Akbar Satu Abad Kelahiran KH Abdul Wahid Hasyim di Mesjid At-Tin ini dihadiri ribuan umat Muslim se-Jabodetabek.
Peringatan Satu Abad Kelahiran KH Abdul Wahid Hasyim tersebut juga dihadiri oleh Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, dua orang mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni dan Tolhah Hasan, Dirjen Bimas Kementerian Agama Nazaruddin Umar, istri KH Abdurahman Wahid atau Gus Dur, Shinta Nuriyah, Aisyah Hamid Baidlowi, Umar Wahid, Solahuddin Wahid atau Gus Solah, Lily Wahid.
Sebagaimana diketahui, jejak kepahlawanan tokoh yang biasa dipanggil Wahid Hasyim ini diketahui dari berbagai pergerakannya. Bersama para pemimpin pergerakan nasional (seperti Soekarno dan Hatta), Wahid Hasyim memanfaatkan jabatannya, sebagai ketua Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), untuk persiapan kemerdekaan RI. Dia membentuk Kementerian Agama, lalu membujuk Jepang untuk memberikan latihan militer khusus kepada para santri, serta mendirikan barisan pertahanan rakyat secara mandiri. Inilah cikal-bakal terbentuknya laskar Hizbullah dan Sabilillah yang, bersama PETA, menjadi embrio lahirnya Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pada tanggal 29 April 1945, pemerintah Jepang membentuk Dokuritsu Zyunbi Tyooisakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan Wahid Hasyim menjadi salah satu anggotanya. Dia merupakan tokoh termuda dari sembilan tokoh nasional yang menandatangani Piagam Jakarta, sebuah piagam yang melahirkan proklamasi dan konstitusi negara. Dia berhasil menjembatani perdebatan sengit antara kubu nasionalis yang menginginkan bentuk Negara Kesatuan, dan kubu Islam yang menginginkan bentuk negara berdasarkan syariat Islam. Saat itu ia juga menjadi penasihat Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Di dalam kabinet pertama yang dibentuk Presiden Sukarno (September 1945), Kiai Wahid ditunjuk menjadi Menteri Negara. Demikian juga dalam Kabinet Sjahrir tahun 1946. Ketika KNIP dibentuk, Wahid Hasyim menjadi salah seorang anggotanya mewakili Masyumi dan meningkat menjadi anggota BPKNIP tahun 1946.
Setelah terjadi penyerahan kedaulatan RI dan berdirinya RIS, dalam Kabinet Hatta tahun 1950 dia diangkat menjadi Menteri Agama. Jabatan Menteri Agama terus dipercayakan kepadanya selama tiga kali kabinet, yakni Kabinet Hatta, Natsir, dan Kabinet Sukiman.
Selama menjabat sebagai Menteri Agama RI, Kiai Wahid mengeluarkan tiga keputusan yang sangat mepengaruhi sistem pendidikan Indonesia di masa kini, yaitu :
1. Mengeluarkan Peraturan Pemerintah tertanggal 20 Januari 1950, yang mewajibkan pendidikan dan pengajaran agama di lingkungan sekolah umum, baik negeri maupun swasta.
2. Mendirikan Sekolah Guru dan Hakim Agama di Malang, Banda-Aceh, Bandung, Bukittinggi, dan Yogyakarta.
3. Mendirikan Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) di Tanjungpinang, Banda-Aceh, Padang, Jakarta, Banjarmasin, Tanjungkarang, Bandung, Pamekasan, dan Salatiga.
Jasa lainnya ialah pendirian Sekolah Tinggi Islam di Jakarta (tahun 1944), yang pengasuhannya ditangani oleh KH. Kahar Muzakkir. Lalu pada tahun 1950 memutuskan pendirian Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang kini menjadi IAIN/UIN/STAIN, serta mendirikan wadah Panitia Haji Indonesia (PHI). Kiai Wahid juga memberikan ide kepada Presiden Soekarno untuk mendirikan masjid Istiqlal sebagai masjid negara. (mm/ant)