Seminar Interdicipliner Bersama Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud

Written by | Nasional

Dalam seminar interdicipliner kali ini, tema yang dibahas adalah Islamisasi Ilmu Pengetahuan dengan pemateri tunggal, Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud, dari Malaysia. Menurut Dr. Aidul Fitriciada, yang menjadi moderator dalam acara ini, Prof. Wan adalah pemateri tingkat internanasional. Ia biasa membahas Islamisasi Ilmu Pengetahuan ini di forum-forum internasional, lanjutnya. Sedangkan penerapan konsepnya telah dibuktikan dengan berdirinya International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) di Malaysia dan sekarang di Institut Alam dan Tamadun Melayu (ATMA)Universiti Kebangsaan Malaysia.

Dalam perkenalannya lebih lanjut, Aidul menjelaskan bahwa Prof. Wan adalah teman satu almamater  Nurkholis Majid dan Syafi’i Ma’arif. Hanya saja, katanya, mereka berdua menjadi liberal sedangkan Wan Daud masih konsisten dengan dakwah Islamnya. Dalam perjalanan intelektualnya, Wan Daud banyak menemani Syed Muhammad Naquib Al-Attas mengelola ISTAC. Dari situlah ia memahami lebih jauh konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan Al-Attas yang sekarang sedang dikembangkannya di ATMA.

Dalam paparan awalnya, Wan Daud menjelaskan bahwa ide konsep Islamisasi yang dikembangkan oleh Al-Attas sebenarnya berasal dari datangnya Islam. Menurutnya, Islam datang ke tanah Arab telah mengubah pola pikir masyarakat Arab dan menyesuaikan dengan konsep wahyu. Islamisasi dimulai dari islamisasi bahasa Arab. Sedikit demi sedikit, kata-kata kunci bahasa Arab disesuaikan dengan konsep Islam. Pertama kali kata yang dirubah dengan datangnya islam adalah kata Allah. Menurutnya, sebelum Islam kata Allah dipergunakan untuk menyebut salah satu dari tuhan-tuhan orang jahiliyyah. Maka dengan datangnya Islam, kata Allah dirubah konsepnya menjadi Tuhan yang Maha Mencipta, Menguasai dan lai sebagainya.

Demikian pula, konsep manusia yang sebelumnya dikatakan tidak terencana penciptaanya atau karena membawa dosa warisan dan hukuman, diislamkan menjadi seorang hamba Allah dan khalifah di muka bumi. Termasuk pula konsep persaudaraan yang pada awalnya hanya terbatas keturunan dan perkawinan, maka diislamkan menjadi ukhuwah Islamiyah yaitu persaudaraan seagama Islam.  dan masih banyak lagi konsep-konsep lainnya yang telah dirubah oleh Islam, seperti konsep akhirat, hari pembalasan, kemuliaan dan lainnya.

Oleh karena itu, Wan Daud menegaskan bahwa Islamisasi memang istilah baru dari segi penamaan, tetapi penerapannya telah ada sejak Islam datang pertama kali. Sama saja dengan istilah Ulumul Qur’an, Ulumul Hadits yang baru dikenal kemudian padahal pengamalannya sudah ada sejak zaman Rasulullah. 

Dalam paparan lebih lanjut, Wan Daud menyebutkan dua dimensi yang menjadi arahan Islamisasi, yaitu dimensi kreatif dan dimensi reaktif. Dimensi kreatif adalah untuk menciptakan ilmu baru yang berlandaskan pada konsep Islam, seperti munculnya Ulumul Qur’an, Ushul Fikih, Siyasah Islamiyah dan lain-lain. Sedangkan dimensi reaktif adalah untuk melakukan perubahan dan penyesuaian dengan Islam, misalnya ketika berhadapan dengan budaya lokal, maka Islamisasi diusahakan bisa merubah fundamentalnya tanpa merubah fisiknya. Hal inilah yang selalu menjadi ciri keilmuan dalam Islam sebagaimana dipraktekkan oleh para ulama dalam berhadapan dengan peradaban-peradaban lain.

Dari situ kita bisa mengetahui bahwa Islamisasi tidak akan menghambat umat Islam untuk mendapatkan ilmu dari manapun. Hanya saja ketika ilmu itu sesuai dengan kebenaran yang dituntut oleh Islam maka otomatis ilmu tersebut bisa diadopsi, namun jika perlu pembenahan dan penambahan, tidak menutup kemungkinan ilmu tersebut akan dimodifikasi. Misalnya, masalah kebenaran rasional, tentu Islam setuju dengan kebenaran yang berlandaskan pada rasio. Hanya saja dalam Islam, rasio saja tidak cukup karena masih ada kebenaran wahyu yang dipegang kuat dalam tradisi keilmuan Islam.

Ketika ditanya tentang islamisasi ilmu matematika, Wan Daud menegaskan bahwa kebenaran ada di mana-mana. Kalau matematika tidak salah dalam perhitungannya kenapa harus dirubah. Sasaran Islamisasi tidak membabi buta, jelasnya, yang menjadi sasaran Islamisasi adalah ilmu-ilmu yang terkait dengan nilai. Jika sebuah ilmu mengajarkan sebuah nilai yang bertentangan dengan Islam maka otomatis itu perlu disesuaikan dengan Islam. Tegasnya, Islamisasi akan memberikan pemahaman yang jelas tentang ilmu yang benar, karena dengan ilmu yang benar akan melahirkan akhlak yang baik. Sebaliknya jika ilmunya salah maka tentu saja akhlak yang ditimbulkannya akan salah pula alias jelek.(mm)      

Last modified: 17/11/2009

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *