Rihlah Dakwah Sayid Ahmad al-Maliki: Pengaruh Empat Madzhab Fiqih di Dunia Islam

Oleh: Luthfi Bashori

19894927_335733276863115_5036211077682219073_n (1)Inpasonline.com-Dr. Sayid Ahmad al-Maliki, atau akrab dipanggil muridnya Abuya Ahmad al-Maliki, melakukan serangkaian safari dakwah di beberapa daerah di Malaysia sejak 7 Juli 2017 lalu. Berikut ringkasan pesan-pesan dalam salah satu ceramahnya di Johor Malaysia.

Abuya Sayyid Ahmad Almaliki menerangkan, bahwa telah lahir para ulama yang ilmu dan pengaruhnya memenuhi seluruh dunia Islam, dari empat madzhab fiqih mu’tabar, yaitu Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali.

Betapa banyaknya ulama yang ahli dalam Ilmu Al-Quran dan Tasfir yang menganut salah satu dari empat madzhab ini.

Misalnya, pengarang kitab Tafsir Al-Jalalain bermadzhab Syafi’i, kitab Tafsir Ibnu Katsir bermadzhab Syafi’i, kitab Tafsir Al-Qurthubi bermadzhab Maliki.

Demikian juga ulama Ahli Hadits, misal Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Nasa’i, Imam Baihaqi, Imam Turmudzi, Imam Ibnu Majah, Imam Tabari, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam Abu Daud, Imam Nawawi, Imam as-Suyuti, Imam adz-Dzahabi, Imam al-Hakim mereka semuanya ini bermadzhab Syafi’i.

Di samping itu, lahir pula para ulama Ahli Akhlaq (Tassawwuf) seperti Imam Ghazali bermadzhab Syafi’i atau Ahli Nahwu seperti Imam Ibnu Malik bermadzhab Maliki, dan bermacam-macam ulama yang ahli di bidangnya masing-masing dan mereka menganut salah satu dari empat madzhab fiqih mu’tabar (yang kebenarannya diakui oleh dunia Islam).

Tentunya masih banyak lagi nama-nama para ulama jika diteliti satu persatu, namun di majelis yang waktunya sangat terbatas ini tidak mungkin untuk disebutkan kesemuanya.

Di antara para ulama pengikut empat madzhab itu, mereka saling menghormati, saling mendukung dan saling melengkapi, bukan saling menyalahkan, menjatuhkan, menuduh negatif terhadap pihak lain apalagi menyesatkan.

Karena perbedaan pendapat yang terjadi di antara mereka itu hanyalah perbedaan furu’ atau cabang-cabang agama atau perbedaan metode dakwah, bukan perbedaan dasar aqidah ketauhidan.

Silsilah sanad keilmuan yang mereka dapat dari para gurunya hingga bersambung kepada Rasulullah SAW yang mendorong mereka menjadi figur-figur yang arif dan bijaksana.

Adakalanya saat menghadapi sesuatu masalah, maka mereka menyikapinya dengan penuh ketegasan sesuai syariat dengan metode Nahi Munkar, namun di saat tertentu, maka para ulama yang lahir dari empat madzhab ini menyebarkan ilmunya kepada masyarakat dunia dengan penuh kasih sayang, penuh rahmah, penuh ketawadhu’an dengan metode Amar Ma’ruf.

Mereka menjalin kasih sayang dengan kalangan masyarakat dengan mahabbah (cinta) dan ulfah (tali silaturrahim) serta ra’fah (penuh penghormatan), hingga tidak ada jarak dan sekat pemutus antara seorang syeikh dan muridnya, antara seorang pengasuh majelis dan jamaahnya.

Sifat dan akhlaq seperti inilah yang mereka warisi dari kebiasaan yang dipraktekkan oleh Rasulullah SAW dengan para shahabatnya Radhiyallahu anhum, hingga dunia Islam di saat itu dapat bersatu padu dalam ukhuwwah islamiyah yang kuat dan tak terkalahkan.

Abuya Sayyid Ahmad Al-Maliki contohkan tentang bagaimana pelaksanaan penerapan saling menghormati antar pemeluk madzhab yang berbeda, sebagaimana yang dilakukan oleh ayah saya sendiri, beliau dewasa ini terkenal sebagai salah satu Imam Ahlus Sunnah wal Jamaah, Prof. DR. Sayyid Muhammad Alwi Almaliki. Kebetulan beliau yang bermadzhab Maliki itu, justru mengangkat murid-murid yang mayoritas dari wilayah Nusantara, dan umumnya bermadzhab Syafi’i.

Subhanallah, ayah saya sangat menghormati dan memuliakan pilihan madzhab para muridnya itu, hingga tidak pernah mengharuskan apalagi memaksakan kehendak agar mereka mau pindah ke madzhab Maliki untuk mengikuti pilihan ayah saya.

Tapi sebaliknya, seringkali ayah saya dengan keilmuan yang sangat memadahi terhadap ajaran empat madzhab, justru beliau sering menerangkan kepada murid-muridnya tentang tata cara yang benar dalam pengamalan madzhab Syafi’i.

Belum lagi, untuk para murid bermadzhab Syafi’i yang menetap di dalam pesantren ayah saya, maka mereka didatangkan khusus para ulama yang menganut madzhab Syafi’i, hingga tatkala murid-murid itu pulang ke negaranya masing-masing, maka mereka akan menjadi tokoh-tokoh masyarakat yang tetap bermadzhab Syafi’i, hingga tidak menyalahi kebiasaan tata cara beribadah maupun bermuamalah masyarakat di kampung halaman masing-masing, bahkan mereka dapat membaur secara baik di tengah masyarakatnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *