Dr.Syamsuddin Arif Mengurai Kontroversi Filsafat di UNAIR

Dr.Syamsuddin Arif Mengurai Kontroversi Filsafat di UNAIR

Selanjutnya dosen dari Universitas Antar Bangsa Malaysia ini menjelaskan. Pertama, apakah ada yang dinamakan filsafat Islam? Jika jawabannya afirmatif, maka pertanyaan keduanya adalah, apa itu filsafat Islam? Lalu pertanyaan terakhirnya adalah, bagaimana seorang Muslim berfilsafat menurut Islam? Ketiga pertanyaan tersebut akan membuka gerbang menuju kajian filsafat Islam. “Pertanyaan-pertanyaan itu bisa diaplikasikan ke studi-studi lain seperti ekonomi dan politik. Yang jelas filsafat itu disiplin ilmu dan bukan teknologi. Kita tak bisa letakkan filsafat di atas meja sebab filsafat ada dalam akal kita”, papar Dr.Syamsuddin Arif. Dosen International Islamic University Malaysia (IIUM) ini mengkritik sejumlah kalangan yang mengharamkan belajar filsafat. “Saya kira kekhawatiran belajar filsafat yang katanya dapat menyesatkan pikiran itu tidak didukung oleh fakta sebab Ibnu Taimiyah dan Imam Ghazali adalah ahli filsafat”, jelasnya.

Dalam diskusi yang berdurasi 3 jam tersebut Dr.Syamsuddin yang menguasai 7 bahasa asing meyakinkan para peserta diskusi ilmiah “Filsafat Islam : Teks dan Problem” bahwa filsafat Islam adalah sebuah keniscayaan dan termasuk tradisi intelektual Islam. Mendengar penjelasan dari Doktor yang terkenal anti liberalisme ini, ruangan 307 lantai 3 Fakultas Ilmu Budaya UNAIR menjadi riuh oleh bisikan-bisikan para peserta, yang setuju maupun tidak. Jika ditelusuri dan diteliti, para ulama telah lama mengembangkan tradisi filsafat islam antara abad ke-5 sampai abad ke-12 H. Berkat jasa para ulama ini, filsafat Islam berkembang pesat dan hingga kini jejaknya masih ada di Iran, India, Asia Tengah, dan Mesir.

“Para Muslim tidak semata-mata membeo atau sekadar mereproduksi apa yang mereka pelajari dari khazanah pemikiran Yunani Kuno”, tegasnya. Lebih lanjut Dr.Syamsuddin menjelaskan, bahwa sebaliknya, para pemikir Muslim telah mengupas dan mengurai, melakukan analisis dan elaborasi, menjelaskan dan menyanggah, mengkritik, memodifikasi dan menyaring, mengukuhkan dan menambahkan, memperkenalkan konsep-konsep baru, atau menyuntikkan makna baru pada istilah-istilah yang sudah ada, dan menawarkan solusi-solusi baru untuk persoalan-persoalan perennial dalam filsafat.

Salah seorang ulama yang menggawangi filsafat Islam agar tidak kemasukan ajaran-ajaran sesat adalah Imam Al-Ghazali. Di abad ke-5 Hijriyah, Imam al-Ghazali melepaskan pukulan keras terhadap doktrin-doktrin filsuf dalam karyanya, Tahafut Al-Falasifah, dimana beliau menganggap kufur ajaran para filsuf dalam mengenai tiga hal; pertama, keyakinan mereka bahwa alam ini kekal; kedua, pernyataan mereka bahwa Tuhan tidak mengetahui perkara-perkara detail; dan ketiga, pengingkaran mereka terhadap kebangkitan jasad di hari kiamat.

Namun, meskipun pertanyaan ketiga mampu dijawab oleh para filsuf Islam, menurut a,lumni Pesantren Gontor ini ada banyak tantangan bagi perkembangan filsafat Islam, yang berasal dari internal maupun eksternal. Tantangan internal filsafat Islam antara lain gambaran keliru bahwa belajar filsafat itu sulit dan rumit, kesan umum bahwa belajar filsafat itu sia-sia karena tidak mendatangkan manfaat konkrit atau imbalan materi. Sedangkan secara eksternal antara lain intervensi dari paradigm orientalis yang menggunakan pendekatan historis-filologis belaka serta adanya stereotip bahwa berbicara filsafat berarti hanya berbicara pemikiran Al-Kindi hingga Ibnu Rusyd saja.

Mengutip Al-Kindi, penulis buku Orientalis dan Diabolisme Pemikiran ini menegaskan bahwa ekspektasi terhadap perkembangan filsafat Islam harus terus ditumbuhkan, mengingat tujuan belajar filsafat adalah mengetahui yang benar dan bertindak sesuai dengan yang diketahui itu. (Kar)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *