Menurut Sekjen DPW GP Ansor Jatim, Imron Rosyidi, tiga tuntutan itu harus dipenuhi. Sebab, dia berkeyakinan Radiyatus Sholihin yang juga Ketua Ranting GP Ansor Spande, Kecamatan Candi itu tidak mungkin membawa celurit, apalagi melakukan perlawanan pada polisi.
Sampai berita ini ditulis, antara massa dari GP Ansor dengan aparat kepolisi Sidoarjo masih melakukan dialog terkait dengan tiga tuntutan warga itu. Sementara, aparat kepolisian terus berjaga-jaga di Mapolres setempat.
Sebelumnya, GP Ansor Kabupaten Sidoarjo juga meminta polisi transparan menangani kasus tembak mati yang dilakukan oknum polisi, Briptu Eko Ristanto terhadap Riyadus Sholihin itu. Sebab, menurut Ketua GP Ansor Sidoarjo, Agus M Ubaidillah pihaknya akan memberikan advokasi pada Riyadus Sholihin. ‘’Kita sudah koordinasi dengan Pimpinan Pusat GP Ansor untuk memberikan advokasi,’’ kata Agus M Ubaidillah, Minggu (30/10).
Sebagaimana diketahui, Riyadus Sholihin ditembak mati oknum polisi, Jum’at (28/10) dini hari. Penembakan yang dilakukan Briptu Eko Ristanto itu menurut versi polisi, karena Riyadus Sholihin ini tabrak lari, lalu melakukan perlawan pada petugas dengan menggunakan celurit.
Peristiwa versi polisi itu justru diragukan Agus M Ubaidillah. “Sebab, menurut keterangan keluarga, korban ini tidak pernah membawa celurit. Makanya, kami minta polisi mengusut persoalan ini secara transparan dan tuntas,” kata Agus M Ubaidillah.
Alasan dia, karena beberapa saksi diyakini almarhum tidak melakukan perlawanan. ‘’Kalau ada yang bilang melakukan perlawan itu hanya rekayasa polisi untuk membenarkan tindakan anggotanya,” tandas Agus.
Sementara itu, Mapolres Sidoarjo yang berada di Jalan Kombes M Duriyat itu sampai Minggu (30/10) masih dijaga ketat aparat kepolisian. Polisi memperketat penjagaan untuk mengantisipasi kedatangan massa seperti sehari sebelumnya. Ratusan warga sempat mendatangi Mapolres Sidoarjo untuk mencari Briptu Eko.
Bahkan, mereka sempat mencari Briptu Eko yang diduga menembak mati Riyadus Sholihin itu. Mapolres Sidoarjo melalui Wakapolres Sidoarjo, Kompol Leonardo Simamarta, mengakui bila aparat kepolisian yang siaga itu sebagai langkah antisipasi.
Ratusan warga yang mendatangi Mapolres itu meminta keadilan terkait isiden maut itu. Sebab, mereka tidak ingin kasus penembakan mati yang dilakukan polisi ditutup-tutupi. Apalagi, warga merasakan ada upaya dari Polres maupun Polres melindungi oknum polisi itu.
Sementara itu, keluarga almarhum Riyadhus Sholihin sangat terpukul dan shock. Istri almarhum, Maisyaroh, 30, sampai saat ini masih terkulai lemas bahkan masih sering pingsan. Warga Dusun Kluwek, Desa Sepande RT 01 RW 1, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur terus-menerus menangisi kepergian sang suami tercintanya itu.
Maklum, dia tidak menyangka bakal ditinggal suaminya dengan cara tragis. Apalagi pada malam kejadian, istri korban mengaku gelisah. Sebab, pukul 03.00 suaminya belum pulang. Maisaroh mencari tahu pada kerabat dan sejumlah rumah sakit serta kantor polisi.
Di kantor kepolisian Resor Sidoarjo, Maisaroh mendapat keterangan dari petugas bila Riyadus Sholihin terlibat tabrak lari dan dilarikan ke RSUD Sidoarjo. Sesampai di sana, mereka mendapat kabar suaminya sudah dipindah ke RS Bhayangkara Surabaya.
Maisaroh bersama keluarganya menyusul ke sana, dan mendengar jika suaminya itu sudah meninggal. “Terus terang keluarga curiga dan tidak terima atas kejadian ini,” kata Kusnan keluarga korban.
Kejanggalan yang dirasakan keluarga korban setelah melihat jenazah almarhum. Sebab, di dahi korban ada luka bekas pukulan benda tumpul yang membekas hitam. Ada luka tembak di lengan kanan yang tembus ke bagian dada kanan. “Itu keterangan dokter yang kami terima. Kami yakin itu menjadi penyebab kematiannya,” terang Kusnan.
Makanya, keluarga korban minta polisi memberikan klarifikasi yang benar. Mereka ingin tahu kejadian dari peristiwa itu yang sebenarnya. ‘Kami hanya minta keadilan,” tegasnya.
Berdasarkan keterangan beberapa saksi yang diterima keluarga korban, peristiwa itu bermula saat Riyadus Sholihin pulang mengantar karyawan pabrik. Dalam perjalanan dia menyerempet pengendara sepeda motor, yang diduga polisi. Riyadus sepertinya ketakutan lalu melarikan diri. Sesaat kemudian, ada dua sepeda motor dan mobil mengejar sambil melepaskan tembakan.
“Karena tembakan itu, ban belakang kanan pecah termasuk kaca depan di bagian kemudi dan tembakan lainnya mengenai bodi mobil belakang persis di dekat plat nomor,” ujar Kusnan. “Yang saya dengar dari cerita banyak orang juga seperti itu, tidak ada perlawanan dari korban, apalagi sampai membawa senjata tajam,” tandasnya.
Sementara Kabid Humas Polda Jatim, AKBP Elijas Hendrajana, saat dikonfirmasi membenarkan oknum petugas tembak warga sampai mati. Menurut dia, itu dilakukan karena membela diri. “Setelah menabrak Briptu Eko Ristanto, pengemudi melarikan diri. Saat dihentikan, mengeluarkan celurit melawan petugas. Lalu dilumpuhkan,’’ katanya.
Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Hadiatmoko mengaku sudah dilapori peristiwa tersebut. “Saya telah perintahkan Kabidpropam investigasi peristiwa itu. Kalau memang ditemukan unsur pelanggaran dari anggota pasti kami tindak,” katanya.
Sementara itu, Briptu Eko Ristanto yang dikabarkan mengalami sejumlah luka akibat tabrak lari tersebut, tidak ada di kamarnya, ruang Melati Lantai 2 RS Delta Surya Sidoarjo. Petugas rumah sakit itu mengatakan pasien bernama Ristanto menjalani perawatan di ruang operasi. Setelah dicek, “Tidak ada, pasien yang sedang menjalani perawatan di ruang operasi,” kata salah seorang perawat.
Sehari sebelumnya (29/10) warga Desa Sepande, Candi berunjukrasa di Mapolres Sidoarjo. Warga meluapkan kemarahannya. Mereka memaki polisi yang berada di dekatnya.
Massa yang protes atas ditembaknya Riyadis Solichin warga Desa Sepandi RT1/RW1 ini, bahkan terus menerus berteriak, ”Polisi pembunuh… Polisi pembunuh..!!!”
Namun aksi warga Sepande ini tidak sampai merusak atau anarkis.
Tokoh masyarakat Sepande yang mendampingi demo selalu mengendalikan massa supaya tidak anarkis.
Massa yang berusaha masuk ke Mapolres Sidoarjo lewat pintu depan, dilarang oleh 5 polisi yang berjaga.
Warga dipersilakan lewat pintu samping, tapi saat pintu samping dibuka pengunjukrasa ini malah tidak bersedia masuk. Namun massa hanya berteriak, ”Solichin itu bukan penjahat kenapa harus ditembak. Dia orang baik.”
Warga pengunjukrasa pun kemudian membleyer-bleyer sepeda motor. Setelah puas mereka akan masuk dalam asrama. Namun oleh tokoh masyarakat Sepande dicegah, supaya tidak terjadi anarkis, dan warga juga tidak terpancing. Warga pun akhirnya meninggalkan Mapolres Sidoarjo dengan berkonvoi.
Sepeninggal warga Sepande yang berunjukrasa ini, jajaran polisi di Mapolres Sidoarjo memperketat penjagaan. Jl. Kombes Pol Duryat atau jalan di depan pintu samping Mapolres ditutup. (surabayapost/suarasurabaya/Kartika Pemilia)