Hijrah Nafsiyah

Written by | Worldview

Oleh: Hamid Fahmy Zarkasyi

Hijrah imagesInpasonline.com-Umumnya orang memahami makna hijrah itu adalah perpindahan Nabi dan sahabatnya dari Makkah ke Habasya atau ke Madinah. Namun, ternyata al-Qur’an mengajari kita makna maka hijrah lebih dari sekedar perpindahan dari suatu ke tempat lain. Dalam al-Qur’an terdapat 28 ayat yang menggunakan kata hijrah dengan makna yang berbeda-beda. Diantaranya hijrah berarti berpindah tempat (An-Nisa: 100); berpisah ranjang antara suami dan istri (al-Nisa’ 34); mengasingkan diri (Maryam 46) dan lain sebagainya.
Pada ayat-ayat lain juga berarti menghindari atau menjauhi sesuatu baik secara fisik maupun spiritual. Hijrah dalam al- Mudaththir 5 adalah menjauhi kemaksiatan dan menyembah berhala (wa al-rujza fahjur). Hijrah dalam arti menjauhi terdapat dalam al-Muzammil 10 “Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka katakan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik (wahjurhum hajran jamilan).
Rasulullah diperintah Allah untuk berhijrah untuk menghindar dari cacian, cercaan, makian dan intimidasi baik yang kasar maupun yang halus dari orangorang musyrik. Artinya ada sesuatu yang dihindari dan ditinggalkan. Di zaman sekarang ini banyak kebiasaan, suasana dan kondisi yang harus dihindari dan ditinggalkan. Berhijrah dengan cara-cara yang baik ternyata efektif untuk dakwah. Karena cara seperti itu para tokoh Quraisy yang anti Islam akhirnya menjadi sahabat yang menjadi berjiwa bersih dari kemusyrikan, kekufuran dan kemunafikan, sehingga jiwa ikatan ukhuwah islamiyah yang erat.
Umar bin Khattab misalnya yang sebe lum nya diberi julukan “penghulu para pelaku kejahatan”, akhirnya setelah hijrah menjadi pemimpin umat yang disegani, tawadhu dan suka menolong orang mis kin, beliau menjadi tonggak bagi tegaknya ajaran Islam. Khalid bin Walid, Abu Sofyan dan sahabat yang lainnya juga sama.
Suhaib bin Sinan Ar-Rumi adalah pemuda yang rupawan dan kaya raya. Ketika ia hendak berhijrah bersama Rasulullah, orang-orang kafir melarangnya membawa seluruh hartanya. Karena akidahnya kuat, ia tinggalkan semua hartanya. Logika modern, pasti menilai ia bodoh, merugi dan nekad. Namun, anehnya Rasulullah SAWjustru berkomentar “beruntunglah Suhaib, beruntunglah Suhaib!!”
Apa disabdakan Nabi bukan tidak berdasar. Allah berjanji kepada orangorang yang berhijrah untuk memberi mereka rezki yang berlimpah di dunia (An- Nisa: 100), menghapus kesalahan dan mengampuni dosa (Ali Imran: 195), meninggikan derajatnya di masyarakat (At-Taubah: 20) dan mengaruniai kemenangan yang besar (At-Taubah: 20, 100).
Hijrah itu hakekatnya menghindari sesuatu, menjauhi sesuatu atau melawan sesuatu dengan resiko dan keuntungan yang tak tentu. Jika orang yang terbiasa berbuat maksiat dengan berjudi, berzina, mencuri, merampok, korupsi dan sebagainya itu itu yakin dengan janji Allah maka menjauhi dan melawan serta me ninggalkannya adalah hijrah. Niat untuk mempertahankan akidah dan kehormatan diri ganjarannya sama dengan jihad. (Al- Baqarah: 218), (Al-Anfal: 72,74)
Tidak mudah meninggalkan sesuatu kesukaan dan kebiasaan buruk. Tidak sederhana pula mengubah diri sendiri. Berhijrah adalah meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah.(HR Bukhori). Masalahnya, manusia itu memiliki jiwa (nafs) nafsu (syahwat), akal (aql), kehendak (iradah), kalbu (qalb), nurani (fuad) dan sebagainya. Ada yang dikuasai nafsunya dan ada pula yang dikontrol oleh akalnya. Ada pula yang cenderung mengikuti kata hatinya.
Jadi berhijrah itu sejatinya adalah meng ubah diri sendiri. Mengubah diri sa ma dengan mengubah nasib. Dari bernasib tertindas menjadi merdeka, dari dicaci maki, dihina dan dicerca menjadi dihormati dan dimmuilakan, dari diri yang le mah menjadi diri yang kuat. Dapat pula me ngubah diri adalah mengubah kondisi diri dari miskin menjadi kaya, dari hobi korupsi menjadi kebiasaan bersikap jujur, dari pelaku maksiat menjadi pelaku ibadat.
Mengubah diri sendiri berdampak pada orang lain dan masyarakat. Sebab perubahan suatu kaum dimulai dari perubahan individu-individu di dalamnya. Maka Allah mengingatkan:”Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang akan diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) (Al Hasyr:18). Namun, sebelum mengubah diri siapapun perlu niat awal yang baik, sebab setiap perbuatan itu tergantung kepada niatnya. (HR. Bukhari- Muslim). Itulah sunnatullah al-nafsiyyah dan itu pulalah hijrah nafsiyyah.

Dimuat di Islamia Republika 15 Oktober 2015

Last modified: 16/10/2015

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *