Inpasonline.com-Ilmu filsafat termasuk ilmu yang banyak menuai perdebatan. Baik dari sisi asal-usul, istilah, tujuan dan hokum mempelajarinya.
Demikian di antara yang dibahas oleh Dr. Syamsuddin Arif, MA dalam InPAS Special Lecturer bertajuk “Mengenal Filsafat; Sejarah dan Para Tokohnya” pada Sabtu (2/5/2018) lalu.
“Dahulu para cendekiawan Muslim menggunakan kata hikmah untuk menyebut ilmu filsafat. Di dalam al-Qur’an kita banyak dapatkan lafadz “hikmah”. Kata ini sering digunakan Allah dalam firman-Nya. Kata ini kemudian diambil oleh cendekiawan Muslim Banghdad utk menerjemahkan falsafah. Dua kata, falsafah dan hikmah selama 300 tahun dipakai bersandingan. Hikmah itu filsafat dan fislafat itu hikmah”, jelas Dr. Syam dalam kuliah yang diadakan di Hotel Sahid Surabaya itu.
Ia menambahkan bahwa, kata hikmah untuk filsafat itu telah digunakan banyak sarjana Muslim. Seperti Abu Hasan al-‘Amiri, al-Kindi, Ikhwanus Shofa, al-Farabi dan bahkan Taftazani ahli kalam tidak mempermasalahkan penggunaan hikmah.
“Tentu saja ini mendapatkan kritik, terutama dari para ulama’ ahli tafsir, ahli hadis dan ahli bahasa. Termasuk imam al-Ghazali”, tambahnya.
Kata beliau, tentu saja para ulama yang tidak menyetujui itu memiliki alasan. Dalam al-Qur’an hikmah itu artinya syariah. Sehingga tidak bisa diganti dengan falsafah.
“Walau bagaimanapun kata hikmah dengan arti filsafat digunakan secara meluas tertulis. Maka Abu Hasan al-‘Amiri pegiat filsafat di Baghdada abad ke-8 menyebut para filosof Yunani seperti sebagai Hukamau as-Sab’ah”.
Lalu apa itu hikmah yang dimaksud para filosof Muslim?
Maka, di sini kata beliau, untuk mendudukkan polemik ini perlu pemahaman. Mengutip pendapat al-Kindi, filsafat yaitu hubbul hikmah (cinta kebijkasanaan). Ini hampir persis terjemahan dari the philosophia.
Tokoh lain yang menggunakan filsafat dengan hikmah adalah al-Farabi. Yang dimaksudkan filsafat adalah memprioritaskan hikmah.
“Dahulu para ahli hikmah disebut hakim. Nah, karena filsafat itu diterjemahkan sebagai sains, maka santis juga disebut al-hakim. Khususnya ahli kedokteran disebut hakim (al-hukama). Mereka ahli filsafat yang pandai mengobati”, jelas Dr. Syam.
Sementara menurut Ikhwanus Shofa ada tiga level untuk jadi saintis (filosof), yaitu pertamanya adalah cinta ilmu, kedua mengenal hakikat kebenaran, ketiga yaitu puncak falsafah itu mengatakan dan mengamalkan kebenaran.
“Jadi, tujuan puncak berfilsafat itu mengamalkan kebenaran. Bukan tahu supaya tahu. Bukan ragu-ragu terhadap kebenaran. Jadi salah jika menyatakan bahwa, kebenaran itu hanya bisa dicari dan yang tahu kebenaran hanyalah Tuhan. Padahal, berfilsafat itu untuk mengenal dan mengamalkan kebenaran’, tegasnya.
Bahkwan, menurut Dr. Syam, tujuan filsafat adalah untuk menyempurnakan jiwa manusia. Maka Filsafat itu sebenarnya pendidikan. Krn pendidikan itu mengembangkan menyempurnakan jiwa manusia. Mengharamkan filsafat seperti mengharamkan pendidikan.
Dengan pemahaman ini kata beliau, kita tidak mudah menyesat-sesatkan para filsuf Muslim. Inilah pentingnya mendalami sebelum menghukumi.
Rep: Kh
Ed: admin