Inpasonline.com-Pada Jumat, 27/11/2015 UNIDA (Universitas Islam Darussalam) Gontor, 27/11/2015 mengadakan Seminar dengan tema Problem Pendidikan Keluarga Berwawasan Gender” dengan narasumber Syaiful Anwar, mahasiswa pascasarjana UNIDA Gontor.
Acara ini dihadiri mahasiswa dari berbagai kampus di Ponorogo, antara lain dari Universitas Muhammadiyah (UNMUH) Ponorogo, STAIN Ponorogo, STIKIP Ponorogo, Universitas Nahdotul Ulama (UNU/INSURI), AKN Ponorogo,dan AKPER Ponorogo, totalnya kurang lebih 200 peserta.
Dimulai sejak pukul 08.00 hingga menjelang shalat Jum’at, para peserta antusias menyimak seminar tersebut. Pembahasan ini menarik, karena di Barat sendiri, asal-usul paham feminism, kesetaraan gender dituding sebagai gerakan penghancurkan keluarga.
“Paham kaum feminis ini mendorong perempuan barat untuk meninggalkan keluarga, bahkan memandang keluarga sebagai institusi penindasan terhadap perempuan”, ujar Syaiful Anwar.
Namun, lanjutnya, di Indonesia, gender dijadikan program pemberdayaan keluarga yaitu Pendidikan Keluarga Berwawasan Gender (PKBG). Fenomena ini mendorong suatu penelitian yang mengkaji Gender serta dampaknya jika dijadikan sebagai program pendidikan keluarga.
“PKBG merupakan program pemerintah yang dilandasi oleh instruksi Presiden no 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender. Sebagai upaya penyadaran pemahaman hak dan kewajiban peran laki-laki dan perempuan yang di integrasikan melalui pendidikan kecakapan hidup untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam keluarga” tambahnya.
Program yang mengadopsi dari paham asing ini menurut Syaiful memiliki beberapa kerancuan. Pertama, pemakaian kata gender yang pengartiannya menjiplak dari bebrapa tokoh Barat meniscayakan adanya upaya menyetarakan pria dan wanita dalam segala bidang. Kedua, kesetaraan gender sebagai tujuan PKBG sangat bertentangan dengan realitas kehidupan manusia, baik secara biologis maupun ajaran agama.
Ketiga, konsep kodrati dan bukan kodrati yang diajarkan dalam program ini berupaya menghapuskan kodrat wanita sebagai ibu. Keempat, program ini meniadakan unsur agama dalam proses pembelajarannya, padahal keluarga di Indonesia tidak bisa lepas dari unsur agama. Sehingga sangat jelas bahwa program PKBG ini bukanlah langkah memberdayakan keluarga namun langkah membahayakan keluarga.
Pembicara menyimpulkan bahwa“gender bukan sekedar istilah tetapi sebuah doktrin feminis yang menghapuskan fitrah manusia. Kesetaran gender adalah ungkapan manis yang penuh harapan dan impian namun ia hanyalah kedzoliman dan kemustahilan PKBG sebagai sarana penerapan gender dalam keluarga “Engendering Families” bukanlah langkah pemberdayaan keluarga tetapi sebagai ”Endangering Families” yang membahayakan institusi keluarga. (laporan Indra Arifajari).