Nasehat ini disampaikan oleh KH. Hasyim Asy’ari dalam Muktamar NU ke-11 di Banjarmasin 1936 dan Muktamar NU ke-15 di Surabaya 1940. Menurut sumbernya, pidato nasehat ini sudah sulit ditemukan walaupun di rak buku kaum nahdliyyin sendiri.
Ada yang mengatakan sengaja disimpan tidak diedarkan dan ada yang mengatakan dibakar. Untungnya, pidato ini masih disimpan dengan baik oleh KH. Muhammad Jazuli Hanafi, salah seorang santri Hadlrat al-Syaikh mulim di Malang. Teks asli berbahasa Arab, ditulis ulang dan diterjemahkan oleh Ibnu Hasan Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-guluk Sumenep Madura.
Terdapat hal yang sangat urgen untuk kita hidupkan kembali dari nasehat KH. Hasyim Asy’ari, yaitu semangatnya dalam membela Islam dan sikap kelembutannya dalam menghadapi perbedaan madzhab. Bahkan menurut Dr. HM. Afif Hasan, M.Pd. dalam bukunya Membongkar Akar Sekularisme, seandainya KH Hasyim masih hidup mungkin beliau akan sangat prihatin dan menangis melihat sikap kaum nahdliyyin yang diam 1000 bahasa terhadap fakta sekularisme, pluralisme dan liberalisme di tubuh generasinya. Semoga kita bisa mengambil ibrah dari nasehat beliau.
Nasehat dan Pesan
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang
Dari paling kecilnya makhluk, bahkan dalam hakikatnya bukan apa-apa; Muhammad Hasyim Asy’ari -semoga Allah mengampuninya dan kedua orang tuanya dan semua kaum Muslimin, Amin- kepada saudara-saudara kami yang terhormat dari masyarakat Jawa dan sekitarnya, baik kalangan ulama maupun awam.
Assalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa barakatuh
Telah sampai kepada saya bahwa di kalangan kalian berkobar api fitnah dan pertentangan. Setelah saya fikir penyebabnya adalah apa yang ada dalam masyarakat zaman ini bahwa mereka telah mengganti Kitab Allah SWT. dan Sunnah Rasul-Nya SAW. Allah SWT berfirman ”Sesungguhnya orang-orang Mukmin bersaudara, maka damaikanlah antara dua saudara kalian…”tapi kenyataannya mereka menjadikan saudara-saudaranya sesama mukmin sebagai musuh. Mereka tidak melakukan perdamaian, tetapi justru melakukan kerusakan terhadap saudara-saudara mereka itu. Rasulullah SAW., bersabda ”janganlah kalian saling iri hati, benci, bertolak belakang, dan bersaing, tetapi jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”. Tetapi kenyataannya mereka saling dengki, benci, bertolak belakang, bersaing, dan bermusuhan.
Wahai ulama yang fanatik terhadap sebagian madzhab atau terhadap sebagian pendapat ulama, tinggalkanlah kefanatikan kalian dalam furu’ dalam mana ulama menjadi dua pendapat: satu pendapat mengatakan bahwa setiap mujtahid adalah benar. Pendapat lain mengatakan bahwa yang benar hanya satu tetapi yang salah tetap diberi pahala. Tinggalkanlah sifat fanatik dan kecintaan yang dapat mencelakakan ini. Belalah agam Islam. Berjihadlah terhadap orang yang melecehkan al-Qur’an dan sifat-sifat Allah Yang Maha Kasih juga terhadap penganut ilmu-ilmu batil dan akidah-akidah yang sesat. Berjihad terhadap orang semacam ini adalah wajib. Mengapa kalian tidak menyibukkan diri dalam jihad ini.
Wahai kaum Muslimin, di tengah-tengah kalian orang-orang kafir telah merambah ke segala penjuru negeri, maka siapakah dari kalian yang mau bangkit untuk … dan peduli untuk membimbing mereka ke jalan petunjuk?
Maka, wahai para ulama, dalam keadaan seperti ini kalian harus berjihad dan fanatik. Kefanatikan kalian dalam masalah furu’ dan perbuatan kalian menggiring seseorang ke satu madzhab atau satu pendapat ulama maka hal itu tidak diterima oleh Allah SWT. Dan tidak diridhai oleh Rasul-Nya SAW. (Sebenarnya) yang mendorong hal itu hanyalah sifat fanatik, nafsu persaingan dan kedengkian. Seandainya as-Syafi’i, Abu Hanifah, Malik, Ahmad, Ibnu Hajar, dan Ramli hidup pasti mereka sangat tidak menyukai kalian dan tidak bertanggungjawab atas perbuatan kalian itu. Apakah akan diingkari perbedaan pendapat di kalangan ulama ?
Kalian melihat melihat banyak orang awam yang jumlahnya hanya Allah Yang tahu, tidak melaksanakan shalat yang balasan atas orang yang tidak melaksanakannya al-Syafi’i, Malik, dan Ahmad adalah dipancung lehernya dengan pedang, sedangkan kalian membiarkan mereka. Bahkan jika salah seorang dari kalian melihat banyak dari tetangganya tidak melaksanakan shalat dia diam saja. Kemudian mengapa kalian mengingkari masalah furu’ dalam mana fuqaha’ berbeda pendapat sementara perbuatan yang secara ijma’ diharamkan seperti zina, judi, dan minum minuman keras dibiarkan? Jika demikian kalian tidak punya ghirah untuk Allah. Ghirah kalian hanya untuk al-Syafi’i dan ibn Hajar sehingga hal ini menyebabkan terpecahnya kalian, terputusnya silaturrahim, berkuasanya orang bodoh, dan jatuhnya wibawa kalian di mata orang banyak. Juga hal tersebut dapat menyebabkan orang bodoh berani berkata yang melecehkan kalian.
Wahai para ulama, apabila kalian melihat ada orang yang mengamalkan suatu amalan berdasarkan pendapat seorang imam yang boleh ditaqlidi dari imam mazhab yang mu’tabarah, sekalipun pendapat itu kurang kuat, jika mereka tidak sependapat dengan kalian, maka kalian jangan bersikap kasar terhadap mereka melainkan bimbinglah mereka secara halus. Jika mereka tidak mau mengikuti kalian jangan jadikan mereka sebagai musuh. Jika ini dilakukan maka perumpamaannya sama dengan orang yang membangun sebuah istana dan pada saat yang sama menghancurkan kota. Janganlah perbedaan itu kalian jadikan sebab perpecahan, pertentangan, dan permusuhan. Ini sungguh merupakan kejahatan umum dan dosa besar yang dapat merobohkan bangunan ummat dan menutup pintu-pintu kebaikan. Demikianlah, Allah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman dari pertentangan dan memperingatkan dari hal-hal yang berakibat buruk dan menyakitkan. Allah berfirman ”…dan janganlah kalian berbantah-bantahan yang menyebabkan kalian menjadi gentar dan hilang kekuatan kalian…”
Wahai kaum muslimin, sesungguhnya dalam peristiwa yang terjadi selama ini terdapat banyak pelajaran dan pesan yang dapat diperoleh oleh orang yang berfikir dewasa, lebih banyak dari apa yang dia peroleh dari khutbah dan nasehat para muballigh dan da’i. Peristiwa-peristiwa itu sesungguhnya merupakan ujian setiap saat. Maka apakah sudah saatnya mengambil pelajaran dan peringatan? Dan apakah sudah saatnya kita kembali sadar dari kemabukan dan kelalaian kita dan menyadari bahwa kemenangan kita bergantung pada tolong-menolong dan persatuan diantara kita, juga kesucian hati dan ketulusan di antara kita ? Atau kalau tidak, kita akan tetap dalam perpecahan, sikap tidak mau tolong-menolong, kemunafikan, dengki dan iri serta kesesatan yang abadi. Padahal agama kita satu yaitu Islam, mazhab kita satu yaitu Syafi’iyah, daerah kita satu yaitu Jawa, dan kita semua termasuk Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah. Maka demi Allah sungguh ini adalah cobaan yang nyata dan kerugian besar.
Wahai kaum muslimin bertakwalah kepada Allah, kembalilah kepada Kitab Tuhan kalian, beramallah sesuai dengan Sunnah Nabi kalian. Tedanilah orang-orang saleh sebelum kalian, niscaya kalian akan beruntung dan berbahagia seperti mereka. bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesama kalian. Dan tolong-menolonglah kalian dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran, niscaya Allah melimpahkan Rahmat dan Ihsan-Nya kepada kalian. Janganlah kalian seperti orang-orang (munafik) yang berkata: ”kami mendengar” padahal mereka tidak mendengarkan.
Salam di awal dan di akhir.