Media dan Empowerment Generasi Muda Islam

Bagaimana caranya? Salim A. Fillah, penulis buku produktif dari Kota Gudeg mengungkapkan, bahwa di era cyber seperti sekarang ini, sudah saatnya aktivis dakwah mengubah gerakannya menjadi gerakan intelektual seperti menggalang opini dan kekuatan lewat situs jejaring sosial semacam Facebook, Twitter, dan lain-lain. “Dengan memaksimalkan peran media, maka kita bisa memberi pengaruh yang luar biasa”. Salah satu stake holder penerbit Pro-U Media ini juga memberi dorongan pada para aktivis dakwah agar terus menulis, mengajak orang kepada kebaikan lewat tulisan.

Sebelum menjadi penulis inspiratif dan produktif seperti sekarang, Salim A. Fillah mengaku dia butuh proses cukup lama untuk belajar membuat tulisan yang mampu memberi inspirasi dan pencerahan kepada khalayak luas. “Sejak SMU, saya terus menulis meski tidak pernah dimuat. Kalau ada lomba kepenulisan, saya ikuti terus walau tidak pernah menang. Setelah sekian lama bergulat dengan tulisan saya sendiri, Alhamdulillah akhirnya ada teman penerbit yang tertarik dengan tulisan saya dan bersedia menerbitkan tulisan saya”, katanya. Tidak hanya sekadar menulis buku biasa, buku perdana Salim yang berhasil diterbitkan – Indahnya Pacaran Setelah Menikah – menjadi best seller hingga mencapai cetakan ke-XVIII. Setelah booming buku tersebut, Salim dan pernikahan dininya menjadi trend setter di kalangan generasi muda Islam.

Menyadari dahsyatnya pengaruh media sebagai katalisator perubahan dalam masyarakat, Salim menghimbau agar generasi muda Islam harus bisa memaksa diri mereka untuk mampu take action, jangan hanya menjadi generasi yang pengeluh; hanya bisa mengeluh dan meratapi keterpurukan tanpa mau dan mampu berbuat apa-apa.

Hal tersebut diamini oleh Ali Murtadlo, Direktur JTV (Jawa Pos TV). “Kita harus get into as a player. Dan untuk menjadi a big player, kita harus memiliki golden habit, excellent values, and best practices”, kata pak Ali Murtadlo yang juga mantan Redaktur Pelaksana harian Jawa Pos ini. Namun, filosofi media mainstream yang menganut prinsip ‘bad news is good news’ – seperti yang diyakini oleh Ali Murtadlo-, disanggah dengan argumentatif oleh Salim. “Sebagai aktivis dakwah, kita harus ngerti maunya media tanpa harus mencampakkan nilai-nilai yang kita yakini! Untuk itulah maka kita harus mengetahui apa yang disukai sekaligus dibutuhkan masyarakat, lalu mengemas program dakwah kita dengan kreatif”, tegas Salim. Salim mencontohkan, bahwa dirinya dan teman-teman aktivis dakwah di Jogja membentuk sebuah EO (Event Organizer), kemudian saat Ramadhan mulia tiba, Salim mencoba membreak down sebuah hadits menjadi program bermutu namun menghibur. Walhasil, program-program yang digagas EO-nya meraih sukses besar dan mendapat blow up media mainstream secara besar-besaran. Dari sini, Salim berhasil mengubah ‘bad news is good news’ menjadi ‘good news is good news’.

Talk show bertajuk “Peran Media dalam Mencetak Generasi Muda Muslim” yang menghadirkan inspiring people Salim A. Fillah dan Ali Murtadlo ini menjadi salah satu rangkaian acara Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus Surabaya Raya ke-V, mulai tanggal 25-28 Februari 2010. Berlokasi di kampus UNITOMO, talk show ini dihadiri oleh ratusan aktivis dakwah se-Surabaya. (Kar)

           

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *