Akan selalu ada yang dipersoalkan oleh aktivis gender, terutama jika hal itu berkaitan dengan prinsip agama. Sebuah nasihat dan solusi Islami yang ditawarkan Mario Teguh dianggap bias gender hanya karena Mario Teguh alpa menyebutkan identitas gender laki-laki dalam account twitter-nya. Padahal pernyataan Mario Teguh di situs jejaring sosial twitter semata-mata ingin memberikan solusi atas permasalahan masyarakat yang ingin mendapatkan pasangan yang baik. Mario Teguh – dalam wawancaranya dengan Metro TV (23/2) menyatakan, bahwa kita tidak mungkin mendapatkan istri yang baik jika mencarinya di tempat-tempat semacam clubbing (diskotik) sebab wanita yang suka pergi ke tempat-tempat seperti itu biasanya melakukan pergaulan bebas, minum miras dan merokok. Perilaku semacam ini bukanlah perilaku terpuji.
Apa yang salah dengan pernyataan Mario Teguh ini? Tidak ada, sebelum Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan dan aktivis gender yang lain mempersoalkan persepsi yang dibangun oleh Mario Teguh tentang kriteria seorang wanita dikatakan baik atau tidak baik. “Wanita yang suka ke clubbing, mabuk dan merokok jangan dikatakan tidak baik, tapi tidak sehat. Kalau dikatakan tidak baik maka itu bias gender,” kata Mariana dalam wawancaranya dengan Metro TV (23/2).
Pendapat yang nyaris senada diungkapkan oleh peneliti Studi Gender LIPI Jaleswari Pramodhawardani, yang diwawancarai oleh Suara Merdeka (21/2) juga berpendapat bahwa kebiasaan tersebut masuk ke wilayah privat yang menjadi pilihan masing-masing.
Mario Teguh lantas memberikan advise, yakni ‘wanita yang pas untuk teman, pesta, clubbing, begadang sampai pagi, chitchat yang snob, begadang dan kadang mabuk; tidak mungkin direncanakan jadi
istri’.
Bagi Mario, advise-nya ini didasarkan bukan pada pandangan subjektifnya semata, tapi atas petunjuk Alloh dalam Al-Qur’an. “Ini tidak main-main, ada ayatnya lho,””tegas Mario Teguh. Kemudian Mario Teguh menukil Al-Qur’an Surat An-Nur ayat 26: “Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula).”
Kata ‘tidak sehat’ yang digunakan Mariana untuk menyatakan orang yang suka pergi ke clubbing, mabuk dan merokok merupakan kata-kata yang bias juga. Kata-kata ini seolah ingin melegitimasi perbuatan terlarang (haram) menjadi perbuatan yang semata-mata sebuah pilihan yang tidak bisa ditarik ke ranah benar dan salah. Aktivis gender ingin menghindari judgement dengan menggiringnya ke ranah humanisme; bahwa apa pun yang kita lakukan, meskipun perbuatan itu buruk, orang lain tidak boleh memvonis itu buruk sebab itu bagian dari pilihan hidup masing-masing orang alias hak asasi manusia. Singkatnya, baik dan buruk itu relatif, biarkan masyarakat yang menilai; sebuah prinsip khas doktrin liberalisme. (Kar)