Inpasonline, 18/07/09
“Baru kali ini aku mengikuti perdebatan yang seru antara orang NU dan Salafi,” puji salah seorang peserta bedah buku Madzhab Al-Asy’ari, di toko buku Magnetzone Sabtu (11/7/09). Menurutnya, para pematerinya benar-benar menguasai bidang yang menjadi pokok perdebatan. Dalam setiap titik pembahasan kedua pemateri mampu menunjukkan referensi yang relevan, baik kitab-kitab klasik maupun kitab-kitab modern, jelas peserta yang berasal dari PMII Unair tersebut.
Acara bedah buku yang terselenggara atas kerjasama toko buku Magnetzone, penerbit Khalista dan Majalah Qiblati ini, memang terlihat sangat ramai dikunjungi peserta. Dan yang membikin seru suasana adalah perdebatan antara penulis buku, Muhammad Idrus Ramli, dengan salah seorang pembandingnya, Agus Hasan Bashori. Dari awal hingga akhir, keduanya selalu terlibat perdebatan yang sangat sengit. Sedangkan pembanding yang lain, Prof. Djamaluddin Miri dan Ust. Mudhoffar, lebih berada di luar arena pembahasan dan bersikap netral. Hanya saja Prof. Djamaluddin banyak mengkritik isi buku tapi bukan pada konten utamanya, tapi meluruskan masalah Syi’ah dan Mu’tazilah. Itupun tidak sempat diklarifikasi karena terburu-buru meninggalkan acara karena ada acara lainnya.
Permasalahan pokok yang menjadi perdebatan panjang adalah kesahihan data bahwa Imam Al-Asy’ari bertaubat dari madzhabnya dan masuk pada madzhab ahli Hadits. Menurut Idrus, panggilan akrab Muhammad Idrus Ramli, data itu tidak benar, karena sumber yang menyatakan hanyalah kitab-kitab mereka yang mengaku salafi saja. Termasuk kitab al-Ibanah, karya al-Asy’ari yang menjadi rujukan pendapat mereka, ternyata tidak bisa dibuktikan keotentikannya. Bahkan tiap penerbit, mempunyai versi yang berbeda satu dengan lainnya. Ini tentu, menurutnya, tidak bisa dijadikan rujukan terpercaya. Di samping itu, kalau Imam al-Asy’ari itu benar telah mencabut madzhabnya, mengapa para ulama Tafsir dan Hadits seperti Imam al-Nawawi, al-Hafidz Ibn Hajar, al-Hafidz al-Sakhawi, al-Hafidz al-Suyuthi dan lain-lainnya mengaku bermadzhab al-Asy’ari? “Informasi ini sangat jelas sekali dari kitab-kitab mereka bahwa mereka bermadzhab al-Asy’ari,”tegas tokoh muda NU ini.
Di lain pihak, Agus, panggilan akrab Agus Hasan Bashori, membantah bahwa kitab al-Ibanah yang dirujuknya tidak otentik. Dia menegaskan bahwa satu-satunya versi kitab al-Ibanah yang paling banyak mendapat pujian adalah kitab yang dia rujuk. Hal itu, menurutnya, sudah diakui oleh banyak ulama tentang keotentikannya. Dia justru menantang untuk mencari al-Ibanah yang lebih otentik darinya. Permsalahan madzhab para ulama ahli Tafsir dan Hadits, menurutnya, perlu dilakukan penelitian ulang, karena informasi tersebut masih belum jelas apakah mereka mengikuti Madzhab al-Asy’ari sebelum atau sesudah meninggalkan madzhabnya.
Pembahasan selanjutnya beranjak pada pemikiran al-Asy’ari, apakah tergolong sesat atau tidak? Kedua pemateri sama-sama mengajukan alasan untuk menguatkan pendapatnya. Menurut Ustadz Mudhoffar, perdebatan keduanya hampir sama dengan pembahasan para ulama kalam di abad pertengahan. Menurutnya, perdebatan seperti inilah yang seharusnya tidak perlu kita lanjutkan. “Kita sama-sama memahami bahwa diantara para ulama itu mempunyai tujuan yang sama-sama lurus, yaitu dalam rangka mensucikan Allah dari segala sekutunya. Ini yang harus kita pegang bagi generasi umat Islam sekarang ini agar tidak terjadi saling mencurigakan antar umat Islam,”jelasnya (mm)