Category: Gender

Gender

Konsep Keserasian Gender Dalam Al-Qur’an

Muhammad Haekal Hakim

 

 

A.  PENDAHULUAN

            Dewasa ini, sering terdengar istilah ketimpangan gender.[i] Istilah tersebut akan selalu dimaknai sebagai ketertindasan, diskriminasi, ketertinggalan dan banyak istilah lain, yang semuanya dialamatkan kepada sosok perempuan. Pernyataan ini memang sangat logis. Karena bagaimanapun, perempuan adalah sumber daya yang sangat besar, bahkan jauh melampui laki-laki.[ii] Namun, pada kenyataannya tidak banyak perempuan yang mampu berbicara dalam masyarakat. hal ini tidak lain karena dominasi laki-laki dalam segala aspek kehidupan, baik di lingkungan keluarga, masyarakat secara umum, ataupun dalam skala besar di suatu Negara. Hal ini melahirkan kesan, adanya ketidakadilan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan.[iii] Dan terkadang, istilah ketimpangan gender tersebut selalu dikait-kaitkan dengan agama.[iv] Selain itu, mereka –dalam hal ini kaum feminis—berusaha mencari legitimasi bahwa argumentasi yang berkaitan dengan ketidakadilan bagi kaum perempuan, harus dikaji ulang.[v] Mereka beralasan, al-Qur’an meletakkan laki-laki dan perempuan dalam kesetaraan. Tidak ada yang diunggulkan antara yang satu dan yang lain.

Gender

Paham Kesetaraan Gender dalam Studi Islam: (3 habis)

Henri Shalahuddin, M.A

 

Pembahasan Ringkas: Kenapa Tafsir Feminis Harus ditolak?

Islam diturunkan sebagai rahmatan lil 'alamin, bukan untuk membanding-bandingkan antara laki-laki dan perempuan. Ajaran Islam bukan disusun berdasarkan jenis kelamin, sehingga tafsir al-Qur'an pun tidak pernah ditulis berdasarkan hal ini. Maka jika corak tafsir feminis yang mendasarkan metodenya pada kritik sejarah sebagai tren baru dalam metode tafsir al-Qur'an, otomatis akan banyak menyisakan pertanyaan yang berjubel: Sejauhmanakah keabsahan metode ini digunakan untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an? Apakah terbatas pada ayat-ayat yang dipandang merugikan perempuan, dan tidak pada laki-laki? Ataukah metode kritik sejarah ini juga bisa digunakan untuk menafsirkan semua ayat-ayat al-Qur'an, baik yang terkait dengan tauhid, ibadah, hukum-hukum yang terkait dengan individu dan sosial, baik yang bersifat hukum kriminal maupun kekeluargaan, akhlak, kisah-kisah umat terdahulu, makanan, minuman, pakaian, serta bisakah juga diterapkan untuk mengkaji ayat-ayat yang bersifat muÍkamÉt dan mutashÉbihÉt, baik itu ayat-ayat yang lafadznya berindikasi qaÏ'i-Ðanni, muÏlaq-muqayyad, khÉs-'Ém dsb?! Ataukah metode kritik sejarah baru digunakan untuk menafsirkan sebagian ayat dalam rangka menolak sebagian ajaran-ajaran Islam tertentu yang tidak sejalan dengan paham humanisme dan pandangan-pandangan hidup Barat-Kristen kontemporer?

Gender

Paham Kesetaraan Gender dalam Studi Islam: (2)

Henri Shalahuddin, M.A

 

Mendudukkan al-Qur'an dalam Kerangka Jender

Gerakan feminisme dan kesetaraan gender yang merambah ke dalam studi Islam tidak hanya terbatas pada masalah fiqh dan hadith saja, tetapi ia juga masuk dalam studi al-Qur'an, sebuah jantung ilmu-ilmu keislaman. Feminisme yang terlanjur dianggap sebagai solusi terhadap problem perempuan di dunia Islam, tidak berarti apa-apa jika hanya membatasi kajiannya di luar jantung studi Islam. Inilah konsekwensi dari pemujaan ideologi Barat secara berlebihan yang dikiranya akan membawa pada kemajuan. Bahkan, karena silaunya terhadap Barat, ÙÉhÉ Husein, seorang pakar sastera Arab asal Mesir (1889-1976), dalam bukunya Mustaqbal al-ThaqÉfah fi MiÎr, menyatakan: "Kita harus meniru (gaya hidup) orang-orang Eropa agar dapat sejajar dengan mereka dalam peradaban; (tidak perduli) apakah itu baik atau buruk, manis atau pahit, dan yang disukai atau yang dibenci dari mereka". (1982:54).

Gender

Paham Kesetaraan Gender dalam Studi Islam:(1)

Tantangan Terhadap Konsep Wahyu dan Tafsir

 

Henri Shalahuddin, MA*

 

Pendahuluan

Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki mendatangi Umar ibn al-Khattab r.a, hendak mengadukan akhlak isterinya. Sesampainya di sana, dia berdiri menunggu di depan pintu. Tiba-tiba dia mendengar isteri Umar sedang ngomel-ngomel memarahi beliau. Umar pun hanya terdiam, tidak membalas omelan isterinya. Lelaki itu pun pulang dan berkata pada dirinya: "Jika saja seorang Amirul Mukminin seperti ini, lalu bagaimana dengan diriku?" Tidak lama berselang, Umar keluar dan melihat lelaki itu sedang meninggalkan rumahnya, lalu memanggilnya: "Apa keperluanmu?!" Dia menjawab: "Wahai Amirul Mukminin, saya datang bermaksud untuk mengadukan akhlak isteriku yang suka memarahiku kepadamu. Lalu aku mendengar isterimu tengah memarahimu. Maka aku berkata pada diriku sendiri: "Jika Amirul Mukminin saja sabar menghadapi omelan isterinya, lalu kenapa saya harus mengeluh?" Maka Umar berkata: "Wahai saudaraku, sesungguhnya saya bersabar, karena memang isteriku mempunyai hak atasku. Dialah yang telah memasak makanan buatku, mencuci pakaianku dan menyusui anakku, padahal kesemuanya itu tidak diwajibkan atasnya. Di samping itu, dia telah mendamaikan hatiku untuk tidak terjerumus kedalam perbuatan yang diharamkan. Oleh karena itu, aku bersabar atas segala pengorbanannya". "Wahai Amirul Mukminin, isteriku pun demikian", kata lelaki tadi. Maka Umar pun menasehatinya: "Bersabarlah wahai saudaraku, karena omelan istrimu itu hanyalah sebentar".[1] Demikianlah kedudukan perempuan dalam Islam, sehingga sang khalifah pun memberikan suri tauladan yang baik dalam berinteraksi dengan mereka.

Gender

Kritik Terhadap Konstruksi Feminisme dalam Novel ‘Perempuan Berkalung Sorban’

Oleh Kartika Pemilia

Perempuan Berkalung Sorban, sebuah film besutan Hanung Bramantyo, menuai kontroversi dan protes dari berbagai elemen Islam. Setelah melakukan pengkajian dengan mengutus empat orang dari MUI untuk menonton film yang dirilis 15 Januari 2009 ini, dalam sebuah acara diskusi di sebuah televisi swasta, Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof. KH Ali Mustafa Ya’kub MA dengan tegas menyatakan bahwa film ini sangat menghina Islam, melecehkan pesantren serta kyai. Sepanjang film itu diputar, banyak sekali pernyataan dan adegan yang tidak patut didengar dan dilihat oleh orang awam, sebab akan menimbulkan kesalahpahaman terhadap Islam; bahwa Islam tidak adil terhadap perempuan, seperti yang diucapkan Annisa (diperankan oleh Revalina S. Temat) dalam film produksi Starvision ini.