Al-Hafidz al-Mizzi, Ulama Hadis dari Aleppo yang Low Profile

Oleh: Kholili Hasib

FB_IMG_1462610241765Inpasonline-Dalam pentas sejarah keilmuan Islam, negeri Syam melahirkan ulama-ulama kenamaan. Sehingga ada sejarawan berkomentar, negeri Syam adalah negeri seribu ulama.  Salah satunya ahli hadis dari kota Halab yang kini disebut Aleppo. Kota Alepoo, adalah kota tua yang menyimpan puluhan kisah yang telah berdiri beberapa tahun sebelum masehi. Di kota ini dahulu lahir ulama hadis kenamaan bernama Yusuf bin al-Zaki al-Mizzi. Atau lebih dikenal dengan al-hafidz al-Mizzi. Salah satu kitabnya, menjadi rujukan primer para sarjana hadis kontemporer.

Di antara kitaab-kitab sejarah yang menerangkan tentang profil perawi hadis, kitab Tahdzibul Kamal fi Asma’I Rijal karya al-Hafidz al-Mizzi dianggap di antara yang paling bagus. Imam Tajuddin al-Subki memujinya sebagai seorang di antara empat imam ahli hadis yang paling bagus hafalan hadisnya. Para ulama dan penghkaji hadis setelahnya, semuanya menjadikan kitab Tahdzibul Kamal fi Asma’I Rijal sebagai referensi utamanya. Ia adalah guru hadis Imam Ibnu Kastir.

Nama lengkap al-Mizzi adalah al-Hafidz Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf ibn al-Zaki Abd Rahman bin Yusuf bin Ali Abd al-Mulk bin Ali bin Abi al-Zuhr al Kalbi al-Kudha’I al-Mizzi. Ia dilahirkan pada 10 Rabiul Akhir 654 H di kota Halab (sekarang Aleppo) negeri Syam. Dan tumbuh besar di daerah Mizzah. Karena itu, namanya dinisbatkan kepada kota Mizzah.

Al-Mizzi pertama kali belajar pada tahun 675 H, ia belajar hadis pertama kali pada Zainudin Abi al-Abbas Ahmad bin Abi al-Khair  Salamah bin Ibrahim al-Dimasyqi al-Haddad al-Hambali (589-678H). Dari sinilah, muncul keinginan yang tinggi terhadap Hadis sehingga ia mengarahkan cita-citanya untuk belajar dan mendalami Hadis, hal ini dibuktikan dengan didalaminya kitab-kitab hadis, seperti Kutubbut Tis’ah, Musnad al-Imam Ahmad, al-Mu’jam al-Kabir karya al-Thabarani serta banyak kitab yang lainnya.

Banyak pujian dialamatkan ke al-Mizzi. Dia adalah seorang ulama hadis yang sangat dipercaya. Akhlaknya baik, banyak diam, sedikit berbicara, bahasanya lembut dan tidak memilki kecendrungan kepada hawa nafsu, mengetahui dan menukil thabaqah ketika menyampaikan hadits. Sepertinya ia sama sekali tidk asing dengan apa yang ia baca dan bahkan ia mengaitkan sanad-sanad dengan matan secara baik dan berfaidah yang membuat kagum orang yang mendengarnya. Beliau tawadhu, pemurah, sabar, sederhana dalam hal berpakaian, makanan serta banyak menempuh kebaikan.

Ia dikenal dengan kezuhudannya. Meski telah menjadi ulama hadis yang dikenal di Damaskus dan negeri-negeri Islam lainnya, ia tidak suka menunjukkan diri sebagai ulama dalam majelis-majelis yang dihadirinya. Kerap ia berpakaian seperti orang awam kebanyakan. Ia tidak suka disebut-sebut kehebatannya di depan banyak orang. Al-Mizzi benar-benar teladan ulama yang hebat.

Seperti ulama-ulama negeri Syam lainnya, yang dikenal dengan kehidupan tasawuf. Seorang ahli hadis dipastikan menjalani kehidupan dengan zuhud. Perilakunya tawadhu. Keindahan akhlak inilah yang menghantar beliau sebagai perawi hadis yang sangat dipercaya. Pada zaman itu, tidak mungkin terdapat ahli hadis yang congkak, sombong, bergelimang duniawi dan lain-lain. Sebab, jika ada yang berperilaku seperti itu dipastikan akan ditinggalkan ummat dan hadis yang dibawa tidak dipercaya.

Beginilah akhlak para penjaga hadis nabi Saw. Orisinilatas hadis nabi Saw terjaga oleh orang-orang yang mahfudz (dijaga oleh Allah Swt). Faktor inilah yang menyebabkan hadis nabi Saw tetap lestari, terjaga, dan orisinil.

Al-Mizzi ketika dewasa mulai mengembara menuntut ilmu ke Palestina Himsha, Himah dan Ba’albak. Ia kemudian melanjutkan perjalanannya dengan menunaikan ibadah haji dan belajar di Makkah dan Madinah. Setelah itu, ia pergi ke Mesir dan di Alexandria ia belajar kepada Shadr al-Din Sahnun sampai pada tahun 684 H.

Pada tanggal 23 Dzulhijjah 718 H, ia menjadi pemimpim lembaga Hadis terbesar di Damaskus, Dar al Hadis al Asyrafiyyah. Al-Mizzi juga mengajar di lembaga pendidikan Darul Hadis al Himshiyah  dan pad tahun 739 H di angkat menjadi pimpinan lembaga hadis termaju di Damaskus.

Karya paling monumentalnya adalah kitab Tahdzibul Kamal fi Asma’I Rijal. Karya ini terinspirasi oleh kitab al-Kamal fi asma’I Rijal karya al-Hafidz Abu Muhammad Abd al Ghani. Kitab karya al-Ghani ini memuat semua para perawi kutubbut tis’ah, baik dari kalangan sahabat, tabiin, tabi’u al-tabiin sampai semua guru-gurunya. Namun bagi al Mizzi, kitab tersebut mempunyai kekurangan-kekurangan yang harus di carikan solusinya, di antara kekurangan-kekurangan tersebut adalah kebanyakan nama-nama hingga mencapai ratusan jumlahnya dari perawi kutubuttis’ah kurangnya penjesalan dan informasi.

Hal inilah yang mendorong al Mizzi pada keputusan untuk menyusun kitab baru yang berdasarkan perawi-perawi dalam kitab al kamal dan kitab itu dinamakan dengan Tahdzibul kamal fi asma’I rijal. Ia memulai menulisnya pada tanggal 9 Muharram 705 H dan selesai pada Hari Raya Idul Adha 712 H, kitab tersebut terdiri dari 14 jilid.

Kitab ini berisi biografi para perawi hadis. Kitab tersebut memiliki beberapa keunggulan. Di antaranya, memulai penyusunan perawi berdasarkan urutan mu’jam, mengulangi susunan biografi dari guru dan perawi setelah membari banyak tambahan, menambahkan empat pasal penting di akhir kitabnya yang tidak ada dalam kitab karangan Syaikh al-Ghani sebelumnya.

Meski kitab tahdzibul kamal fi asma’I Rijal karya al-Mizzi ini menimbulkan pro kontra yang antara lain apakah kitab tersebut sebagi ringkasan, penyempurna atau hal baru dari kitab al kamal fi asma’I rijal karya al Ghani, namun kitab tersebut telah memberikan warna tersendiri pada ilmu rijal hadis, terutama dari ketegori penyusunan dan sistematika kitab rijal yang ada.

Beliau juga mengarang kitab al Athraf (al Asyraf fi ma’rifatil Athraf,) sebanyak 80 bagian lebih dan mentakhrijnya untuk dirinya sendiri kemudian mendiktekkan dan menjelaskan kemusykilan dan detil-detilnya di beberapa majlis sehubungan dengan pengetahuannya yang mendalam terhadap ilmu hadits dan rijalnya.

Beliau wafat pada 12 Shafar 742 H dan di makamkan disamping isterinya, Aisyah bin Ibrahim bin Shadiq.

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *