Al-Battani, Penemu Sinus, Kosinus, Tangen, dan Kotangen

Inpasonline.com-Di kalangan ilmuwan Barat, al-Battani dikenal dengan sebutan Albategni atau Albategnius. Sarjana Muslim yang cemerlang ini menggunakan prinsip-prinsip trigonometri saat melakukan observasi astronomi di observatorium yang dibangun Khalifah Makmun al-Rasyid, khalifah Abbasiyah.

Pengertian Sinus dan Kosinus diperkenalkan al-Battani untuk menggantikan istilah Chord atau tali busur yang biasa digunakan dalam perhitungan astronomi dan trigonometri di masa itu.

Dalam bahasa Arab, istilah Sinus disebut Ja’ib yang berarti teluk atau garis bengkok. Sedangkan Kotangen dalam bahasa Arab adalah bayangan lurus atau garis istiwa’ (khatulistiwa) dari Gnomon. Gnomon adalah semacam alat seperti papan yang digunakan untuk mengukur cahaya matahari setelah dibagi menjadi dua belas bagian.

Menurut al-Battani, Tangen adalah garis bayang-bayang melintang jatuh di permukaan Gnomon. Ia mengukur garis lurus khatulistiwa melalui pengukuran bayang-bayang yang muncul pada alat Gnomon. Garis lurus itulah yang dikenal dengan sebutan Kotangen, sedangkan garis melintangnya disebut Tangen. Teori Tangen dan Kotangen inilah yang kemudian menjadi pilar dasar bagi ilmu trigonometri.

Tidak hanya itu, al-Battani juga berhasil membuat daftar tabel Sinus, Kosinus, Tangen, dan Kotangen dari 0 derajat-90 derajat secara cermat. Tabel itu dengan tepat ia terapkan dalam operasi-operasi aljabar dan trigonometri untuk segitiga sferis.

Alat Gnomon yang diciptakan al-Battani ternyata mengilhami para ilmuwan untuk menciptakan satu persamaan waktu atau jam yang kita kenal saat ini. sementara ilmuwan Muslim yang juga menekuni pengembangan itu adalah Abbas bin Abdullah Habsyi al-Hisab al-Marwazi, seorang astronom muda yang membagi bidang alat tersebut menjadi 60 bagian. Setiap bagian dinilainya sama dengan satu jam. Satu jam sama dengan 60 menit dan satu menit sama dengan 60 detik. Dari kedua pembagian teori tersebut al-Battani membagi satu hari sama dengan 12 jam. Sementara al-Marwazi membaginya menjadi 60 jam. Saat teori ini dikembagkan di Eropa, kedua perbedaan tersebut dikombinasikan sehingga menjadi pembagian waktu seperti sekarang.

Penemuan gemilang lainnya yang dilakukan al-Battani adalah menemukan letak kesalahan Claudius Ptolomeus tentang gerak, posisi, dan apogee matahari. Perhitungan Ptolomeus mencatat 17 derajat. Sedangkan la-Battani mencatat garis bujur apogee matahari telah bertambah 16 derajat 40 menit.

Dengan menghitung panjang tahun menjadi 365 hari 5 jam 46 menit 24 detik, ketepatan hitungannya tersebut hanya berselisih 2 menit dibanding waktu yang sebenarnya.

Tidak banyak riwayat hidup yang dapat dicatat dari sosok brilian al-Battani, termasuk kapan dia lahir dan dimakamkan. Namun hasil karyanya masih dipergunakan dan menjadi kajian serius di banyak universitas di Eropa.

Beberapa karya al-Battani yang tercatat meliputi kitab Ma’rifat Matali al-Buruj fima Baina arab Al-Falak, Syarah al-Maqaalat al-Arba li Batlamiyus, Risalah fi Tahqiq Aqdar at-Tisalat, dan Az-Zij. Buku-bukunya banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk bahasa Latin. (Berbagai sumber)

*Penulis adalah Peneliti InPAS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *