Pada bulan September mendatang, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya segera membuka program Magister Sains of Islamic Economic (S-2 Ekonomi Islam) untuk mendukung S-1 Ekonomi Islam yang merupakan satu-satunya di Indonesia.
“S-2 Ekonomi Islam itu dibuka untuk mendukung perkembangan ekonomi berbasis syariah di Indonesia,” kata Ketua Departemen Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi (FE) Unair, Dr Hj Sri Kusreni MSi.
Menurut Kusreni, ada kemungkinan program magister yang dibuka merupakan program double degree karena Unair telah menjalin kerja sama dengan La Trobe, Australia dan INCEIF Malaysia.
“Tapi, kami belum bisa memberi kepastian, apakah program double-degree itu akan bisa terealisasi pada bulan September 2009, sebab kami masih menunggu izin dari Ditjen Dikti Depdiknas RI. Begitu ada izin, kami buka double-degree,” tegas dia.
Untuk menyambut pendirian Magister Ekonomi Islam, Departemen Ekonomi Syariah menyelenggarakan “Training of the Trainers (TOT) Islamic Finance, Theory and Practice.” TOT itu diselenggarakan untuk mencetak pelatih yang menguasai bidang keuangan Islami.
Peserta TOT selama lima hari pada 18-22 Mei 2009 itu berjumlah 45 orang dari berbagai kota di Indonesia dengan pembicara dari International Center for Education in Islamic Finance (INCEIF), Malaysia.
INCEIF merupakan universitas yang dibentuk oleh Bank Negara Malaysia dan telah memiliki kelas di berbagai Negara. Pada Januari 2008, INCEIF memberikan 20 beasiswa kepada student di Indonesia, terutama FE Unair, untuk mengikuti program Chartered Islamic Finance Professional (CIFP).
Tekad FE Unair untuk membesarkan Departemen Ekonomi Syariah ini, seperti disampaikan Dekan FE Drs. Ec. Karjadi Mintaroem MS, dikarenakan selama ini sistem ekonomi syariah sudah terbukti ampuh dan tahan uji terhadap krisis. Itulah sebabnya Unair sebagai sebuah perguruan tinggi negeri ketika itu merupakan satu-satunya di Indonesia yang berani membuka prodi Ekonomi Syariah, dan ini sangat relevan dengan semboyan ”Exellence With Morality” di era Unair BHMN.
”Mudah-mudahan kelak akan memperbaiki perekonomian kita yang selama ini ada yang menilai sudah seperti lingkaran setan, maka kelak ekonomi syariah akan mengubahnya menjadi lingkaran Tuhan,” tandas Karjadi Mintaroem.
Ia selanjutnya menjelaskan bahwa telah terjadi perkembangan yang sangat cepat selama dua tahun usia Prodi Ekonomi Syariah di FE Unair, bahkan diibaratkan sebagai “bayi ajaib”. Jumlah peminatnya meningkat pesat dan oleh sebab itu INCEIF sebagai lembaga besar syariah internasional sudah tertarik untuk melakukan kerjasama membuka Master in Islamic Finance dengan FE Unair.
Peminat “Paling Ramai”
Sementara Prof. Datuk Dr. Syed Othman Alhabshi, Chief Academic Officer INCEIF, mengatakan sangat berbahagia bisa menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan tinggi di Indonesia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab dari 1000 orang mahasiswa INCEIF dari 50 negara, Indonesia tercatat sebagai peserta ”paling ramai” (paling besar – bahasa Melayu). Peserta dari Indonesia tercatat dari Surabaya, Bandung, Jogyakarta, dan Jakarta.
Besarnya minat masyarakat untuk memperdalam ilmu ekonomi Islam ini, menurut Prof. Syed Othman, sangat membanggakan, karena di dunia ini baru ada 300-an saja ahli ekonomi syariah. Oleh sebab itu, mereka ”laris manis” di pasar kerja syariah internasional. Keadaan itu meyakinkan INCEIF mematok diri sebagai satu-satunya universitas yang mengkhususkan pada masalah keuangan Islam, dimana mereka memandang bahwa kesulitan-kesulitan ekonomi di berbagai negara selalu berawal dari masalah keuangan.
”Jadi ini jihad untuk melakukan perbaikan perekonomian dengan menjalankan sistem ekonomi syariah,” kata Prof. Syed Othman.
Raksasa Sedang Tidur
Prof. Suroso Imam Zadjuli juga menyatakan hal yang senada dan optimis bahwa kekuatan ekonomi syariah akan semakin berkembang pesat, termasuk di Indonesia. Hal ini didukung dengan angka statistik yang ia paparkan, dimana Indonesia yang berpenduduk 228.523.300 jiwa atau 3,41% dari penduduk dunia itu, yang beragama Islam mencapai 89,0%. Karena itu masyarakat Timur Tengah dan masyarakat orientalis sering menyebut Indonesia sebagai ”The Giant Sleeping Moslem Country” (negara muslim raksasa yang sedang tidur).
Menurut Guru Besar dan mantan Dekan FE Unair ini, predikat tersebut ada benarnya, sebab Indonesia termasuk negara keempat di dunia yang terbanyak penduduknya setelah RRC (1.359.262.000 jiwa), India (1.149.552.000 jiwa), Amerika (309.915.000 jiwa).
Bangkit dan berkembangnya kembali semangat dan praktik ekonomi Islam di Indonesia, menurut Prof. Suroso, jelas memberikan nuansa/iklim yang baik bagi terus berkembangnya sistem ekonomi kerakyatan dalam lingkup ”welfare state economy” untuk membangun masyarakat madani secara kafah (berbudaya tinggi), bermusyawarah, dan menggunakan akal lurus dan benar.
Mengingat penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam (89%), dan di pihak lain telah dipraktikkan sistem ekonomi campuran, maka Prof. Suroso menyatakan bahwa pendidikan ilmu ekonomi Islam seharusnya wajib dimasukkan dalam sistem pendidikan ilmu ekonomi di Indonesia. Karena itulah pada kesempatan ini juga dilaksanakan workshop penyusunan kurikulum pendidikan ekonomi syariah secara berjenjang mulai setingkat SD hingga pendidikan tinggi. Pendidikan itu akan menyiapkan sumber daya insani yang mumpuni untuk kepentingan masa depan Indonesia. (Dt/Un/b)