Qirâ’at Dalam Perspektif Orientalis: Kajian Kritis
Oleh: Iskandar Zulkarnaen
A. Pendahuluan
Dalam studi Ilmu Al-Qur'an dikalangan Orientalis,[i] adanya "keragaman bacaan al-Qur'ân" menjadi satu pintu masuk untuk menggulirkan keraguan terhadap otentisitas teks Al-qur'ân (mushaf Utsmani). Salah seorang orientalis yang termasuk paling awal mengangkat masalah perbedaan qirâ'at dengan ortografi Mushaf Utsmani adalah Noldeke.[ii] Dalam pandangannya, tulisan Arab menjadi penyebab perbedaan Qira'at.[iii] Senada dengan Noldeke, Ignaz Goldziher[iv] juga demikian. Ia mengatakan bahwa qirâ'at teks al-Qur'ân yang berbeda-beda kadangkala mencerminkan satu titik orientasi yang mengingatkan bahwa teks al-Qur'ân yang diterima secara luas sebenarnya bersandar pada keteledoran penyalin teks naskah sendiri.[v] Bagi Goldziher, dibakukannya cara baca serta pembukuan Qur'ân oleh khalifah Utsman bin Affân ra itulah yang memunculkan polemik seputar otentisitas mushaf Utsmânî. Seperti Noldeke dan Goldziher, di dorong oleh motivasi mengumpulkan qirâ'at lemah dan menyimpang, Gotthelf Bergstrasser berupaya mengedit karya Ibn Jinnî dan Ibn Khalâwayh.[vi] Kemudian dilanjutkan oleh Arthur Jeffery,[vii] orientalis asal Australia yang pernah mengajar di American University Cairo dan menjadi guru besar di Columbia University ini, konon ingin merestorasi teks Al-Qur'ân berdasarkan Kitab al-Mashahif karya Ibn Abi Dawud as-Sijistani yang ditengarai merekam bacaan-bacaan (Qirâ'at) dalam beberapa mushaf tandingan' (Rival Codices).[viii] Demikian pendapat Noldeke, Goldziher, Bergstrasser dan Arthur Jeffery.