

Metode Hermeneutika tidak Tepat untuk Penafsiran al-Qur’an
Konsep Ta’wil Dalam Islam
Oleh
Abdurrahman Mardafi
A. PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah firman Allah (Kalamullah) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam dengan menggunakan bahasa Arab. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah metode untuk menjelaskan makna-makna yang terkandung dalam lafazh-lafazh kitab suci tersebut. Metode itu dikenal dalam tradisi Islam dengan tafsir, sebuah metode kajian yang bertujuan untuk memahami ayat-ayat Al-Qur'an. Bidang kajian tafsir adalah makna lafazh Al-Qur’an, sementara Al-Qur’an sendiri adalah kitab tasyrî’ yang berbahasa Arab, maka metode tafsir tidak dapat dipisahkan dari sumber bahasa dan syari’at.
Problematika Hermeneutika Dalam Tafsir Al-Qur’an (1)
Oleh: Kartika Pemilia Leatari*
Pendahuluan
Dalam menafsirkan Al-Qur’an, seorang mufassir dituntut menguasai beberapa cabang ilmu sesuai kaidah tafsir yang disepakati oleh ahli ilmu Islam. Seseorang tidak punya kewenangan untuk menafsirkan kalamullah jika tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menjadi seorang mufassir. Metodologi tafsir yang digunakan pun harus sesuai tuntunan Rasulullah SAW, para sahabat, tabi’in, serta para ulama yang mumpuni. Dengan kata lain, mereka lah rujukan utama kita.
Bentuk-Bentuk Serangan Terhadap Al-Qur’an (2)
inpasonline,27/10/2009
Pemikiran Goldziher yang disambut baik oleh Puin itu tidak lain dari membangkitkan kembali kesesatan lama Ibnu Miqsam -seorang sarjana yang meninggal pada tahun 354 Hijriah- yang telah lama terkubur. Ibnu Miqsam inilah yang pernah mengeluarkan pendapat bahwa setiap bacaan yang sesuai dengan tulisan (rasm) mushaf dan mempunyai sisi kesesuaian dengan tata bahasa Arab, bacaan itu boleh dipakai dalam salat, walaupun bacaan itu tidak diriwayatkan dari Rasulullah (s.a.w.). Seorang ulama Islam, Abu Tahir b. Umar, menceritakan kisah orang ini dalam Ibnu al-Jazari, Ghayat al-Nihayah fi Tabaqat al-Qurra’, ed. G. Bergstraesser, 2 jil. (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1982; cet. Pertama 1933), 2: 124-125.