Sekitar Penulisan Hadits
Oleh Ainul Yaqin
Pendahuluan
Kaum muslimin meyakini bahwa Al-Hadits merupakan sumber hukum utama sesudah al-Qur’an. Keberadaannya merupakan realitas nyata dari ajaran Islam yang terkandung dalam al-Qur’an. Hal ini karena tugas Rasul adalah sebagai pembawa risalah dan sekaligus menjelaskan apa yang terkandung dalam risalah yakni al-Qur’an.[i] Sedangkan al-Hadits, hakikatnya tak lain adalah penjelasan dan praktek dari ajaran al-Qur’an itu sendiri.

Orientalis Menggugat Hadits
Oleh : Dr. Syamsuddin Arif
Gugatan orientalis terhadap hadits dimulai pada pertengahan abad ke-19 M, tatkala hampir seluruh bagian Dunia Islam telah masuk dalam cengkraman kolonialisme bangsa-bangsa Eropa. Adalah Alois Sprenger, yang pertama kali mempersoalkan status hadits dalam Islam. Dalam pendahuluan bukunya mengenai riwayat hidup dan ajaran Nabi Muhammad SAW, misionaris asal Jerman yang pernah tinggal lama di India ini mengklaim bahwa hadits merupakan kumpulan anekdot (cerita-cerita bohong tapi menarik).

Hadits Dhaif dalam Fadhail dan Ijma Menggunakannya
Oleh : Thariq
Beberapa pihak menyatakan bahwa pendapat Imam An Nawawi mengenai ijma’ ulama tentang bolehnya mengamalkan hadits dhaif dinilai lemah. Alasannya, sejumlah huffadz jelas-jelas melarang. Benarkah pendapat tersebut?
Dalam muqadimah kitab Al Arba’ain An Nawawiyah (hal.3), Imam Nawawi menyebutkan bahwa dibolehkan dan disunnahkan mengamalkan hadits dhaif dalam masalah fadhail selain halal dan haram, sifat Allah dan aqidah.