Syiah di Mata Ulama Salaf

Written by | Opini

Oleh: Kholili Hasib

Inpasonline.com–سلف“Mazhab Islam Syiah telah dipertegas sebagai bagian tak terpisahkan dari tubuh umat Islam dalam berbagai deklarasi ulama Muslim dunia, seperti Deklarasi Amman, Deklarasi Makkah, dan Fatwa al-Azhar al-Syarif,” demikian kutipan penulis Syiah yang dimuat dalam salah satu webnya.

‘Hujjah’ ini juga menjadi semacam iklan bahwa Syiah adalah ‘madzhab’ yang tidak memiliki persoalan. Meski begitu, ‘hujjah’ tersebut tidak pernah menyebutkan landasan epistemologisnya. Memang, kita tidak akan temukan landasan dasarnya, sebab deklarasi itu hanya sebuah pernyataan yang bersifat politis. Dalil-dalil sharih-nya pun tak akan dijumpai di atas lember kertas deklarasi itu.

Dari konteks dan substansinya, kita lebih mudah memahami bahwa deklarasi tersebut bersifat politis. Meningkatnya suhu politik negera-negara Arab, dan terjadinya peperangan merupakan konteks yang melatari diadakannya deklarasi. Upayanya lebih disemangati oleh saling toleransi, bukan konsensus pengesahan Syiah sebagai akidah yang selamat dari persoalan.

Terlepas dari itu, jika pun deklarasi tersebut mengesahkan aliran Syiah, maka keputusan tersebut tidak dapat membatalkan fatwa-fatwa para ulama generasi terdahulu dari kalangan salafuna shalih. Mereka lah generasi yang mendapat garansi. Dari Abdullah Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah Saw bersabda: Sebaik-baik manusia adalah (yang hidup) di zamanku, kemudian orang-orang setelahnya, kemudian orang-orang setelahnya” (HR. Bukhari-Muslim).

Isu aliran Syiah bukanlah hal yang baru dibahas. Sejak lama menjadi kajian para ulama-ulama terdahulu. Karena penyimpanganya sudah mengemuka sejak lama.

Imam al-Ghazali menceritakan dalam kitabnya: “Seseorang yang dengan terus terang mengkafirkan Abu Bakar dan Umar r.a, maka berarti dia telah menentang dan merusak ijma’ kaum Muslimin. Padahal tentang diri mereka (para Sahabat) ini terdapat ayat-ayat yang menjanjikan surga kepada mereka dan pujian bagi mereka serta pengukuhan atas kebenaran kehidupan agama mereka, dan keteguhan aqidah mereka serta kelebihan mereka dari manusia-manusia lain”(Imam al-Ghazali,Fadhaih al-Batiniyah, hal. 149).

Syaikh Abdul Qodir al-Jailani memasukkan Syiah Rafidhah ke dalam lingkarang kelompok sesat. Sebab, mengagungkan saidina Ali bin Abi Thalib secara berlebihan. Kelompok ekstrim itu dijelaskan oleh Syaikh al-Jailani ada yang sampai ‘menuhankan’ saidina Ali. Adapula yang menganggap bahwa saidina ’Ali berkedudukan seperti nabi karena Malaikat Jibril salah ketika menyampaikan wahyu (Abdul Qodir al-Jailani, Al-Ghunyah li Tholibi Thoriqi al-Haqqi ‘Azza wa Jalla, hal. 180-181).

Para ulama dahulu telah menentukan sikapnya dengan jelas tentang Syiah. Mereka menegaskan penolakannya terhadap aliran bentukan Abdullah bin Saba’ ini dalam karya-karyanya.

Imam al-Syafi’i tidak sekedar mengeluarkan fatwa kewaspadaan, namun juga memutuskan larangan shalat di belakang Syiah Rafidhah. Ideologi taqiyah, merupakan salah satu yang hal yang paling diwaspadai. Ia mengatakan: “Saya tidak pernah melihat seorangpun dari para pengikut hawa nafsu yang paling banyak berdusta dalam dakwaannya dan yang paling banyak bersaksi palsu dari pada Syiah Rafidhah” (Imam al-Baihaqi, Manaqib al-Syafi’i I/hal.468).

Kelompok ini, menurut imam al-Syafi’i harus dijauhi, termasuk dalam shalat. “Janganlah shalat di belakang orang Syiah Rafidhah, Qadariyah dan Murji’ah” (Imam al-Dzahabi,Siyar A’lam al-Nubala’ 10/31).

Sejalan dengan itu, imam Malik mengingatkan bahaya mencaci Sahabat Nabi Saw. Guru imam al-Syafi’i ini bahkan menilai,  orang yang mencaci Sahabat diragukan keimanannya. Ia mengatakan: “Orang yang mencaci-maki para Sahabat Nabi Saw, mereka tidak memiliki bagian dalam agama Islam” (al-Ibanah al-Sughra, hal. 162).

Bagaimana dengan pendapat imam al-Bukhari, imam besar ahli hadis? Imam Bukhari yang mengikuti madzhab Syafi’i, tentu tidak jauh fatwanya dengan imam Syafi’i. Beliau menilai Rafidhah masuk dalam ‘ring kekufuran’. Sehingga dikeluarkan larangan shalat di belakang mereka, menikahi mereka, mengantar jenazah dan mengucapkan salam kepada mereka.

Beliau mengatakan: “Saya tidak akan shalat di belakangan orang Jahmiyah dan Rafidhah, sama seperti saya tidak shalat di belakang Yahudi dan Nasrani. Tidak boleh mengucapkan salam kepada mereka, menikah dengan mereka, menjenguk mereka, mengantar jenazahnya dan tidak memakan sembelihannya” (imam al-Bukhari, Af’al al-Ibad, I/hal.148).

Fatwa Imam Nawawi menegaskan fatwa-fatwa para ulama sebelumnya. Ia menerangkan, barang siapa yang menjatuhkan vonis kafir kepada para Sahabat Nabi Saw, maka ia telah menjadi kafir (Imam al-Nawawi,Raudhah al-Thalibin 7 hal. 290). Qadhi Iyadh, ulama dari madzhab Maliki berkata, “Barang siapa yang mencaci Nabi Saw, maka hukumannya adalah mati. Barangsiap yang mencaci salah satu Sahabat Nabi Saw, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Mu’awiyah, atau Amr bin Ash, maka hukumannya juga mati” (Qadhi Iyadh, al-Syifa bi Ta’rifi Huquqi al-Musthofa 2 hal. 1108).

Imam al-Subki mengharamkan sembelihan Rafidhah. Ia berfatwa:  “Sembelihan mereka tidak boleh dimakan, sebab mereka keluar dari lingkaran Islam. Demikian juga yang dikemukakan oleh Abdullah bin Idris salah seorang imam di Kufah. Ia berkata, ‘Orang-orang Rafidhah tidak berhak mendapatkan syafa’at karena syafa’at tidaklah diberikan melainkan kepada seorang muslim. ” (Fatawa al-Subki 2 hal 580).

Fatwa-fatwa ini diikuti terus oleh para ulama pada generasi setelahnya. Diwariskan secara turun-temurun kepada para muridnya.

Imam al-Syaukani, yang dikatakan pernah menganut aliran Syiah Zaidiyah, ternyata mengecam Rafidhah. Baginya, kejahatan Rafidhah dan bid’ah yang buruk menyebabkan akibat yang paling jelek dan kecelakaan yang paling buruk (Quthr al-wali fi Hadis al-wali, hal. 305).

Dalam sebuah web, Syiah mengklaim bahwa imam al-Syaukani adalah ulama Syiah. Ditulis dalam web tersebut, “Di pesantren-pesantren Indonesia, beberapa buku ulama Syiah, seperti Nayl al-Awthar karya al-Syau-kani, dan Subul al-Salam karya al-Syaukani dan al-Shan’ani juga diajarkan”.

Imam al-Syaukani bukanlah seorang Rafidhah, tapi seorang Zaidiyah. Konon ia telah keluar dari Zaidiyah dan menjadi Ahlussunnah. Terlepas dari itu, ia terang menyatakan Rafidah adalah golongan buruk dan membuat celaka.

Jadi, para ulama sebetulnya satu suara dalam memandang aliran Syiah. Tidak satu pun di antara mereka melegalkan akidah Rafidi ini. Kecuali dalam menyikapi Syiah Zaidiyah, Syiah yang tidak mencaci Sahabat, tidak memakai kitab induk Rafidhah. Zaidiyah menerima Abu Bakar dan Umar sebagai khalifah, hanya saja mereka mendahulukan Ali daripada Abu Bakar, Umar dan Utsman. Zaidiyah bisa diterima di kalangan ulama Ahlussunnah. Namun, Syaikh Hasyim ‘Asya’ari menolak dan menyatakan sebagai madzhab yang tidak sah untuk diikuti.

Sikap Kiai Hasyim dapat dipahami sebagai sikap kehati-hatian beliau dalam memagari akidah umat Islam Indonesia. Artinya, jangan dekati bentuk apapun dari Syiah. Apalagi kerap kali ‘topeng’ taqiyah menjadi pelindungnya. Mengikuti ulama terdahulu lebih dijamin garansinya. Lebih otoritatif dan telah diikuti mayoritas ulama. Kata Rasulullah Saw, “Umatku (ulama) tidak akan bersepakat dalam kesesatan” (HR. Tabrani dan Ibnu Majah). []

Last modified: 03/03/2014

2 Responses to :
Syiah di Mata Ulama Salaf

  1. Tulisan tulisan self critics dari tokoh tokoh besar ulama Syiah yang prihatin terhadap penyimpangan penyimpangan ajaran Islam Syiah banyak bisa kita temukan antara lain yang terkenal adalah “Asy Syi’ah wat Tashhih Ash Shira’ Bainasy Syi’ah wat Tasyayyu” tulisan Dr. Sayyed Musa al Musawi cucu dari ulama Syiah terbesar Alm. As Sayyed Abu al Hasan Al Musawi Al Isfahani dan sudah di terjemahkan oleh Penerbit Qalam thn 1995 sangat jelas dan penuh argumentatif berupaya untuk Meluruskan Penyimpangan Syiah ( judul buku terjemahannya).
    Sayang buku ini tidak di cetak ulang dan sulit untuk di temukan di toko toko buku.Mungkin ada dermawan yang bersedia mencetak nya lagi?

    1. admin says:

      Syukron mas Gasim atas infonya. Bagus juga jk mas Gasim share buku tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *