Peran Imam al-Ghazali dalam Menghadang Pemikiran Syiah

Oleh: Kholili Hasib

38Inpasonline.com-Imam al-Ghazali merupakan ulama yang menguasai berbagai disiplin ilmu. Yang hebat, ia memadukan disiplin-disiplin ilmu seperti Kalam, Filsafat, Ilmu Syariat dan lain-lain dalam kerangka keilmuan yang integratif dengan berdasarkan tasawuf. Kebangkitan Islam pada masanya dibangun atas dasar kerangka ilmu yang dibangun imam al-Ghazali itu.

Salah satu hal penting yang pernah berhasil dilakukan oleh Imam al-Ghazali adalah ia menghamparkan jalan bagi bangkitnya kembali Ahlussunnah wal Jama’ah pada masa Perang Salib di tengah kehidupan umat Islam yang terpengaruh berbagai pemikiran.

Prof. Ali Muhammad al-Shalabi dalam buku Shalahuddin al-Ayyubi wa Juhuduhu fi Qadha’ ala al-Daulah al-Fatimiyah wa Tahriri Baitil Maqdis (edisi Indonesia Shalahuddin al-Ayyubi Pahlawan Islam Pembebas Baitul Maqdis, Pustaka al-Kautsar, 2007) mengupas perang besar imam al-Ghazali dalam mengalau aliran Syiah yang menjadi duri kaum Muslimin dalam menghadapi perang Salib.

Dalam memainkan peran ini imam al-Ghazali tidak lepas dari Madrasah Nidzamiyah, dimana beliau mengajar. Di madrasah ini imam al-Ghazali menjadi pelopor dalam memerangi pemahaman Syiah Rafidhah Bathiniyah pada zaman itu. beberapa cara dilakukan, misalnya dengan menumbuhkan budaya intelektual di madrasah, melakukan pendekatan kepada penguasa bahkan dengan operasi penangkapan kepada pemberontak Syiah.

Salah satu upaya intelektual dilakukan oleh imam Ghazali dengan menulis kitab Fadha’ih al-Bathiniyah (noda-noda Syiah Batiniyah) diterbitkan pada tahun 487 H atas dukungan Khalifah al-Mustadhir.

Pada zamannya, pada akhir abad ke-5 H dunia Islam menurut Ali al-Shalabi tidak ditemukan ulama yang lebih kuat dalam menolak dan menghadang gerakan Syiah melebihi peranan imam al-Ghazali.

Imam al-Ghazali dengan pemikirannya yang mendalam, serta pengaruhnya yang luas, telah mampu memberikan peranan kuat dalam melawan gerakan Syiah Batiniyah dan menolong Ahlussunnah. Salah satu hal yang menarik adalah konstruksi pemikiran imam al-Ghazali yang mampu memukul mati logika Syiah Rafidhah.

Beliau telah mampu meletakkan ilmu syariat dan ilmu logika yang dimilikinya sesuai porsinya, sehingga hal itu merupakan metode yang kuat untuk mencabut dan meruntuhkan pemikiran Syiah Batiniyah sampai ke akar-akarnya.

Beliau berkomentar tentang Syiah: “Secara dzahir mereka menampakkan sikap menolak, sementara di batin mereka ada kekafiran sejati, mereka berkedok Syiah padahal sebenarnya mereka tidak kenal paham Syiah sama sekali, dan bahwasannya mereka rela menyembunyikan di belakang mereka tipu daya terhadap pemeluk Islam” (Imam al-Ghazali,Fadha’ih al-Batiniyah).

Bahkan imam al-Ghazali pernah ikut misi penangkapan orang-orang Syiah Batiniyah bersama pasukan sultan Nidzamul Muluk. Hal ini dikarenakan banyak da’i Syiah di Persia makin berani melakukan ekspansi ke kekuasaan Abbasiyah dan mendirikan benteng-benteng untuk mengancam Ahlussunnah.

Kehadiran benteng-benteng Syiah di dekat wilayah Abbasiyah ini mengancam keamanan dan keselamatan umat Ahlussunnah. Bahkan banyak tokoh-tokoh Islam yang menjadi korban kekejaman milisi Syiah.

Imam al-Ghazali seperti ditulis oleh Ali Muhammad al-Shalabi bertugas memberikan pengarahan dan bekal mental kepada jajaran pemimpin pasukan yang akan melakukan penangkapan. Di samping memang keinginannya kuat untuk turut mengambil peran dalam membela dan mempertahankan agama Islam.

Di sinilah para pemimpin rakyat bertemu dengan para ulama-nya dalam upaya mewujudkan tujuan-tujuan Islam. dan hal ini tidak lepas dari madrasah Nidzamiyah, lembaga pendidikan yang didirikan oleh Sultan Nidzamul Muluk.

Madrasah ini tercatat mencapai sukses besar mendidik dan mencetak ulama-ulama pejuang. Imam al-Subki mengutip cerita dari Ishaq al-Shirazi, seorang guru pertama di madrasah Nidzamiyah berkata: “Saya datang ke negeri Khurasan, di setiap kota atau desa yang saya hampiri, selalu aku temukan seorang qadhi, atau ahli fatwa, atau khatib, mereka adalah mantan siswa saya di madrasah Nidzamiyah atau merupakan sahabat saya”.

Di antara misi penting madrasah ini adalah mencetak para ulama Ahlussunnah pengikut madzhab Syafi’i. Membekali para pegawai untuk menempati lembaga-lembaga pemerintah, khususnya lembaga peradilan, perpajakan, dan pemberi fatwa. Posisi-posisi strategis ini yang kemudian dijabat oleh para alumni Nidzamiyah.

Madrasah dengan melalui karya-karya ilmiah yang diterbitkan dan tokoh-tokohnya maupun para ulamamnya telah menghaparkan jalan yang mudah bagi perjuangan para pejuang-pejuang Islam pada perang Salib. Sehingga daerah-daerah yang sebelumnya menjadi basis paham Syiah Rafidhah berubah menjadi daerah-daerah berbasis Ahlussunnah wal Jama’ah. Kita lihat misalnya peristiwa penting penyelamatan Sultan Shalahuddin yang bermadzhab Sunni-Asy’ari terhadap Mesir dari kekuasaan Dinasti Fatimiyah yang Syiah. Jasa Shalahuddin hingga dapat dirasakan kaum Muslimin sampai saat ini dengan sukses men-sunni-kan al-Azhar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *