Zuhud, Penyelamat di Akhirat

Written by | Fikih dan Syariah

Oleh: Bahrul Ulum

Inpasonline.com-Seringkali manusia terlena dengan kehidupan dunia. Mereka menganggap hidup ini harus dinikmati dengan sebaik-baiknya. Pikirannya disibukkan merancang masa depan yang terlalu jauh seperti harus kuliah, lantas bekerja untuk memiliki fasilitas hidup seperti rumah mewah, perabot, kendaraan, baru menikah. Nyaris pikirannya berputar sekitar dunia tanpa diiringi bagaimana merancang kehidupan akhirat.

Pemikiran ini sesungguhnya merupakan penyakit kronis yang sering menimpa orang yang lemah iman dan tipisnya rasa takut pada Allah Ta’ala. Apalagi lagi setan terus memprovokasi otak dan hatinya untuk selalu merasakan kelezatan dunia,  seolah-olah akan hidup seribu tahun.

Padahal dunia hanyalah tempat pesinggahan sementara. Ia ibarat mimpi di siang hari. Sedang akhirat adalah kepastian dan tujuan hidup yang sesungguhnya.

Fudhail bin Iyadh berkata, ”Sekiranya dunia itu emas yang segera fana dan akhirat seperti tembikar yang akan kekal maka seyogyanya engkau memiliki tembikar yang kekal daripada emas yang akan segera fana. Lantas, bagaimana sekiranya dunia itu sebuah tembikar yang akan segera fana, sedangkan akhirat adalah emas yang kekal” (Mukasyafatul Qulub, hal 127).

Pada kenyataannya masih banyak manusia yang memiliki angan-angan untuk menikmati dunia ini semaunya sendiri. Tidak peduli apakah dia mau mati atau tidak, yang penting bisa bersenang-senang.

 

Makna Ayat

Jalaluddin Mahalli dan Jalaluddin Suyuti menafasirkan ayat ini bahwa tidak ada ditunggu-tunggu oleh orang-orang kafir Mekah melainkan hari kiamat. Lafal An Ta’tiyahum menjadi Badal Isytimal dari lafal As-Saa’ah; yakni, perkaranya tiada lain hanyalah menunggu kedatangan kiamat dengan tiba-tiba atau secara sekonyong-konyong. Karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya yaitu antara lain diutusnya Nabi ShallAllahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian terbelahnya bulan dan munculnya Ad-Dukhaan. Maka apabila hari kiamat datang, keinsafan mereka, tidak ada manfaatnya buat mereka. )Tafsir Jalalain, I/675).

Sedang menurut Ibnu Katsir, hari kiamat yang ditungu-tunggu kedatangannya dengan tiba-tiba sedangkan mereka dalam keadaan lalai darinya. Tanda-tanda kiamat yaitu dengan diutusnya Rasulullah sebagai sebagai seorang pemberi peringatan di antara pemberi-pemberi peringatan yang telah terdahulu. Dengan diutusnya Rasulullah Saw. merupakan salah satu pertanda dekatnya hari kiamat, karena beliau penutup para rasul yang melaluinya Allah Swt. menyempurnakan agama dan menegakkan hujah-Nya kepada semua umat manusia. Dan sesungguhnya Rasulullah Saw. sendiri telah memberitakan tentang tanda-tanda dan syarat-syarat dekatnya hari kiamat. Bahkan beliau menjelaskannya dengan keterangan yang belum pernah disampaikan oleh seorang nabi pun sebelumnya.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa diutusnya Nabi Muhammad merupakan salah satu pertanda dekatnya hari kiamat, dan kenyataannya memang seperti yang dikemukakannya. Karena itulah disebutkan bahwa di antara julukan Nabi Muhammad Saw. Yakni nabi taubat, nabi malhamah(heroik) lagi penghimpun, yang semua umat manusia dihimpunkan di bawah kedua telapak kakinya; dan nabi yang terakhir, yakni tiada nabi lagi sesudahnya.

Dalam sebuah kesempatan Rasulullah berisyarat dengan kedua jarinya, yaitu jari tengah dan jari yang mengiringinya seraya bersabda:”Aku diutus sedang (jarak antara) aku dan hari kiamat sama seperti kedua jari ini.” (Riwayat Bukhari). Maka ketika hari kiamat itu datang, kesadaran orang-orang kafir di hari itu tiada artinya. (Tafsir Ibnu Katsir 7/315).

Dalam sebuah Hadits Rasulullah juga menegaskan, “Sesungguhnya dunia itu lezat dan ‘hijau’, dan sesungguhnya Allah menunjuk kalian sebagai khalifah di dalamnya, lalu Dia akan melihat bagaimana kalian beramal. Maka, berhati-hatilah kalian terhadap dunia, dan berhati-hatilah pula terhadap wanita, sebab fitnah pertama yang menimpa Bani Israil terjadi pada masalah wanita.” (Riwayat Ahmad, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Bersikap Zuhud

Panjang angan-angan terhadap perkara yang berdimensi dunia hingga merampas hidup yang bernilai ukhrawi bisa ditepis dengan selalu menghadirkan kebahagiaan hidup akhirat kelak di surgaNya. Mengejar kehidupan akhirat merupakan tujuan asasi dan mengambil dunia sesuai dengan kebutuhannya. Dalam Hadits dikatakan: ”Barangsiapa obsesinya akhirat maka Allah akan mengumpulkan urusannya yang terserak, menjadikannya kecukupannya dalam hati dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Barangsiapa obsesinya adalah dunia maka Allah akan mencerai beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di depan matanya dan ia hanya akan mendapatkan dunia apa yang telah ditentukan oleh Allah untuknya” (Riwayat Ibnu Majah)

Para ulama sepakat, yang bisa menyelamatkan manusia dari godaan duniawi yaitu sikap zuhud. Yang dimaksud zuhud bukan menolak dunia dan melepaskan hak milik. Juga bukan mengharamkan yang halal dan menyia-nyiakan harta. Tetapi zuhud adalah sikap lebih mengutamakan apa yang ada di sisi Allah daripada apa yang ada pada diri kita. Atau lebih memilih bersama Allah tatkala terkena musibah dengan merelakan hartanya asal iman kepada Allah tetap kokoh.

Karenanya, kiamat kecil yaitu kematian merupakan pengingat bagi orang beriman bahwa dunia akan terputus bersama datangnya ajal. Betapa banyak angan-angan yang hancur karena ajal telah tiba. Rasulullah pernah membuat sebuah garis seraya bersabda, ”Ini adalah manusia lalu beliau membuat garis lagi di sampingnya seraya berkata, ”Ini adalah ajalnya”. Lalu beliau membuat garis lain yang jauh dari garis sebelumnya serta bersabda,”Ini adalah angan-angannya. ”Ketika ia berada seperti itu tiba-tiba datanglah garis yang paling dekat (ajalnya)” (Riwayat Bukhari).

Semoga kita diberi kemampuan oleh Allah untuk lebih mengutamakan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia.

Last modified: 29/03/2019

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *