Sungguh, Jangan Mudah Marah

Written by | Resensi Buku

Cover Buku Jangan MarahJudul buku  : Laa Taghdhab, Jangan Marah

Penulis        : Dr. Aidh Al-Qarni

Penerjemah : Fauzi Bahreisy

Penerbit      : Al-Qalam, Depok

Tebal          : xiii + 168 halaman

Cetakan      : November 2013

Oleh M. Anwar Djaelani

Di keseharian, kita mudah menemukan orang marah, padahal secara umum Islam melarang kita marah. Hanya saja, khusus pada situasi tertentu, kita malah diharuskan untuk marah. Terkait itu, buku ini penting karena memberi panduan lengkap tentang marah.

Dulu, pada generasi pertama umat manusia, Qabil marah. Dia marah atas aturan perjodohan yang dianggapnya tak sesuai dengan keinginan pribadinya. Dia marah, dan berkata: “Aku pasti membunuhmu!” (QS Al-Maaidah [5]: 27).

Dulu, Nabi Yunus a.s. marah saat merasa dakwahnya tak berhasil. Diapun –tanpa meminta petunjuk Allah- lalu meninggalkan kaumnya. Apa yang lalu terjadi?  Nabi Yunus a.s. ditelan ikan besar dan di tengah gelapnya perut ikan dia menyesal: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim” (QS Al-Anbiya [21]:87).

Kini, orang yang gampang marah semakin banyak. Mereka ada di berbagai strata sosial, dari kelas awam sampai pada level pemimpin. Orang-orang itu menjadi marah -antara lain- karena terlibat di sebuah konflik kepentingan.

Buku ini memuat pesan pokok “Jangan mudah marah,” berdasarkan riwayat ini: Seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW, “Berilah aku wasiat.” Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah engkau mudah marah!” Lelaki tadi lalu mengatakan hal yang sama sampai beberapa kali dan tetap dijawab Nabi SAW, “Janganlah engkau mudah marah!” (HR Bukhari). Di dalamnya kita akan menemukan kupasan yang cukup detil di seputar marah. Misal, tentang hakikat marah, jenis marah, celaan bagi yang marah, dan bahaya marah.

Satu di antara kupasan yang menarik adalah bahwa kita akan segera menuai susah jika enteng melepas marah. Maka, sangat beralasan jika –misalnya- Islam melarang kita (dan terutama pemimpin) membuat keputusan di saat sedang marah.

Lihatlah Genghis Khan (1162-1227), si pemimpin hebat itu. Di antara sahabat utama dia adalah seekor elang. Si elang selalu bersamanya terutama di saat Genghis Khan berburu. Burung itu akan membantunya menunjukkan buruan yang diinginkan sang majikan. Si elang adalah contoh sahabat yang setia meski tak bisa bicara.

Di suatu hari, Genghis Khan berburu dan hanya ditemani si elang. Di tengah jalan, mereka berhenti karena haus. Genghis Khan-pun menemukan tetesan air di kaki gunung dan lalu dengan telaten mengisi gelasnya. Ketika hendak minum, si elang datang dan menumpahkan air di gelas Genghis Khan. Kejadian yang sama terulang ketika Genghis Khan mengambil lagi air.

Atas kelakuan si elang, Genghis Khan marah. Di kesempatan ketiga menampung air, diapun melakukannya sambil menyiapkan pedangnya. Ketika si elang mendekat dan berusaha menumpahkan air, Genghis Khan segera memukul kepala si elang dengan pedang. Seketika si elang terkapar, mati.

Setelah sempat tertegun dalam kesedihan, Genghis Khan lalu naik menuju sumber air untuk melihat kolam besar yang dari celah karangnya air menetes. Ternyata, di dalam kolam itu terdapat bangkai ular berbisa yang besar. Di saat itulah, Genghis Khan sadar bahwa sahabatnya –si elang- itu sebetulnya ingin menyelamatkan dirinya dari kemungkinan minum air beracun.

Genghis Khan lalu membawa si elang pulang ke kerajaan. Dia-pun meminta staf-nya untuk membuat patung elang dari emas dimana dituliskan pada kedua sayapnya: “Sahabat tetap sebagai sahabat meskipun melakukan hal yang tidak  kausenangi” (h.93).

Ternyata, tindakan yang diambil di saat kita sedang marah bisa berakibat fatal. Maka, terkait pengalamannya itu, Genghis Khan berkesimpulan, “Saya sudah mendapat pelajaran menyedihkan tapi sangat berharga”.

Kisah berikut lebih dramatis, terkait dengan Harry S. Truman saat dia menjabat sebagai presiden AS. Pada 1945 dia membuat keputusan yang di kemudian hari disesalinya seumur hidup. Kala itu dia mengambil keputusan di saat sedang marah. Dia marah kepada Jepang karena telah menghancurkan armada laut AS. Dia-pun memutuskan untuk menjatuhi Jepang dengan dua bom atom, di Hiroshima pada 06/08/1945 dan di Nagasaki pada 09/08/1945.

Dalam catatan Wikipedia, bom atom itu telah membunuh 140.000 orang di Hiroshima dan 80.000 di Nagasaki. Sejak itu pula, ribuan telah tewas akibat luka atau sakit yang berhubungan dengan radiasi yang dikeluarkan bom.

Sehari sesudah peristiwa itu, Truman menyesalinya dan berkata: “Andai saja saya tidak menandatangani keputusan yang berbahaya itu. …. Aku berangan-angan andai ibu tidak melahirkanku. Andai saja aku mati dua puluh tahun sebelum tragedi itu terjadi” (h.90). Bukan hanya Truman yang terpukul. Bahkan, salah seorang pilot yang menjatuhkan bom itu lalu bunuh diri.

Namun demikian, tak semua marah dilarang. Ada marah yang diizinkan. Misal, jika di suatu saat Allah, Rasul-Nya, dan umat-Nya diperlakukan secara tak patut, kita malah harus marah. Lihatlah, Nabi Nuh a.s., Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa a.s., dan Nabi Muhammad SAW pernah marah karena membela agama-Nya (h.45-49).

Buku edisi terjemahan ini mudah dipahami. Kualitasnya terjamin karena ditulis oleh ahli yang memiliki kompetensi. Dia bergelar doktor yang hafal Al-Qur’an, hafal ribuan Hadits dan hafal pula ribuan syair Arab. Jejak kepenulisannya sudah teruji. Dari tangannya telah lahir banyak buku bagus dan salah satunya adalah La Tahzan yang terjual jutaan copy di berbagai belahan dunia.

Sekalipun ada kekurangannya –yaitu tak dilengkapi referensi- buku ini berharga untuk segera kita baca. Antara lain, dari bacaan itu kita bisa menilai atas berita-berita di sekitar kita, semisal: SBY marah saat di persidangan tipikor Lutfi Hasan Ishaaq menyebutnya dekat dengan Bunda Putri. Atau berita ini: Ani SBY marah ketika seseorang ‘mengritik’ batik yang dikenakan oleh keluarganya di saat jalan-jalan di pantai. Atau kabar ini: Wakil Ketua Ombudsmen RI -Azlaini Agus- marah karena merasa tak mendapatkan pelayanan yang baik saat akan terbang dari Pekanbaru ke Medan.

Alhasil, jangan gampang marah! Sebaliknya, Islam sangat menghargai mereka yang punya peluang melampiaskan marahnya tapi malah memilih untuk menahannya. []

Last modified: 15/01/2014

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *