Rohingya Teraniaya, Tagih Ghirah Kita

Written by | Opini

Oleh: Anwar Djaelani

TO GO WITH AFP STORY: SEAsia-migrants-ThInpasonline.com-Muslim yang beretnis Rohingya dan tinggal di Arakan atau Rakhine – Myanmar adalah saudara kita. Telah sangat panjang riwayat duka mereka, karena alami berbagai penindasan. Maka, apa kontribusi untuk Saudara Rohingya kita?

Derita dan Derita

Siapa Muslim Rohingya? Mereka adalah keturunan Benggali Bangladesh. Tinggal sejak 1430 di Rakhine -kemudian lebih sering disebut sebagai Arakan-, saat raja setempat meminta bantuan Sultan Benggali karena adanya kemelut politik.

Bantuan berhasil dan sang raja bisa memimpin Arakan lagi. Islam lalu sangat mewarnai Arakan. Misal, kalimat Syahadat dicantumkan di lambang dan koin kerajaan. Raja-rajanya memakai gelar Muslim. Kerudung dipakai wanita dalam kesehariannya. Tapi, Arakan yang semula merdeka, lalu ditaklukkan Burma (dan sekarang bernama Myanmar), pada 1785

Etnis Muslim Rohingya memiliki akar sejarah yang kuat sebagai salah satu ras pribumi asli di Rakhine atau Arakan. Oleh karena itu, tidak ada pembenaran untuk mencap etnis Rohingya sebagai ras asing hanya karena mereka menganut ajaran Islam dan menggunakan nama-nama Muslim (www.portal-islam.id05/09/2017).

Hal yang tercatat, penderitaan umat Islam di Rohingya telah berlangsung sangat lama. Tentang ini, antara lain, silakan bacaMuhammad Nursam yang menulis “Begini Sejarah 100 Tahun Penderitaan Etnis Rohingya” di www.fajaronline.com 03/09/2017.

Tentang perlakuan zalim Myanmar, di antara yang bisa disebut sebagai salah satu faktor pemicu adalah kalimat provokatif ini: “Anda bisa berikan  kebaikan dan rasa kasih, tetapi Anda tidak bisa tidur di samping anjing gila (Muslim),” kata Ashin Wirathu, seorang Biksu Buddha. Bahkan, “Saya bangga disebut Buddha radikal”. Kalimat provokatif itu dapat kita baca diwww.eramuslim.com 22/06/2013 yang mengutip The New York Times edisi sehari sebelumnya 21/06/2013.

Atas tragedi paling akhir di Rohingya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa kematian ratusan orang Rohingya di Myanmar selama sepekan terakhir Agustus 2017 merupakan genosida yang ditujukan ke komunitas Muslim di kawasan itu (www.inilah.com 02/09/2017). Lalu, masih dari situs yang disebut terakhir itu, dikabarkan bahwa tentara mengatakan melancarkan pembersihan terhadap ‘teroris garis keras’ dan pasukan keamanan diberi pengarahan untuk melindungi warga. Namun, warga Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh mengatakan bahwa serangan dengan pembakaran dan pembunuhan bertujuan untuk memaksa mereka keluar.

Benar, penderitaan Muslim Rohingya seperti tak pernah berhenti. Cermatilah catatan pada pada 2012 ini. Saat itu, terjadi pembersihan etnis Muslim Rohingya. Mereka dibantai, diperkosa, rumahnya dibakar, dan lalu diusir. Menurut Noor Hussain -Perwakilan Muslim Rohingya yang kala itu sedang berada di Bangladesh- sudah sekitar 30 ribu Muslim yang dibunuh. Hal yang tak kalah memrihatinkan, “Mereka (pasukan Myanmar) juga mengambil anak-anak kami. Entah kemana anak-anak itu dibawa, kami tidak tahu,” tutur Noor (www.okezone.com 01/08/2012).

Pada 01/08/2012, Human Rights Watch (HRW) Asia melaporkan: Pemerintah Myanmar tak melakukan pencegahan. Pasukan Myanmar memerkosa, membunuh dan melakukan penahanan massal. Paramiliter menembak mati Muslim Rohingya yang berusaha melarikan diri. Pekerja kemanusiaan dihalang-halangi masuk.

 

Sakit Saudara

Sekarang, bagaimanakah sikap PBB atas Rohingya? Boleh jadi, seperti penonton bisu! Lalu, bagaimana dengan tokoh di Myanmar sendiri? Aneh, sikap Aung San Suu Kyi, tokoh Myanmar peraih Nobel Perdamaian: Pertama, dulu, dia pernah bilang tak tahu bahwa Rohingya adalah bagian dari Myanmar. Dia memandang Rohingya sebagai imigran dan bukan warga negara Myanmar. Kedua, dulu dan sekarang, dia diam tak bersikap sama sekali atas tragedi kemanusiaan itu. Sikapnya itu menuai kecaman dari banyak pihak.

Indonesia? Mari menunduk lebih dalam seraya mengingat Pembukaan UUD 1945 kita. Bahwa di antara amanah yang harus ditunaikan Pemerintah Negara Indonesia adalah “Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Bagaimana pula sikap kaum Muslimin pada umumnya? Jika tak terbersit empati kita kepada Muslim Rohingya, lalu mana “jejak” Islam di kita? Jika tak tersulut ghirah kita, lantas dikemanakan ajaran Rasulullah Muhammad Saw –lewat HR Muslim- bahwa hubungan satu Muslim dengan Muslim lainnya laksana satu tubuh, yang jika sakit di satu bagian maka bagian yang lain akan merasakan sakit pula?

Ada contoh menarik di zaman Rasulullah Saw. Seorang pemuda Muslim membunuh seorang Yahudi karena dia bersama sejumlah Yahudi (dari Bani Qainuqa’) lainnya telah memermalukan seorang Muslimah dengan merekayasa sehingga kerudungnya terbuka. Lalu, si pemuda Muslim dibunuh pula oleh Yahudi. Atas kejadian itu, Rasulullah Saw langsung memerintahkan untuk mengepung Bani Qainuqa’ sampai mereka menyerah dan semuanya diusir dari Madinah.

Peristiwa di atas dahsyat. Kaum beriman memeragakan ghirahnya! Padahal -bagi kebanyakan orang- awal dari peristiwa itu termasuk sesuatu yang sepele yaitu tak lebih dari sekadar ‘insiden kecil’ saja. Tapi, itulah ghirah, yang diterjemahkan oleh Prof. Dr. HAMKA sebagai “kecemburuan”.

Ghirah adalah sebentuk kecemburuan yang ‘dibakar’ oleh ‘api’ pembelaan kepada agama Islam. Ghirah itu merupakan bagian dari ajaran Islam.  Pemuda Muslim yang membela saudarinya dari gangguan orang-orang Yahudi Bani Qainuqa’ tergerak karena adanya ikatan aqidah yang kuat.  Menghina seorang Muslimah sama saja dengan merendahkan semua umat Islam.

 

Bergerak, Bergerak!

Bantulah Muslim Rohingya! Jangan biarkan mereka sendirian! “Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah” (QS Al-Baqarah [2]: 273). ”Perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa” (QS At-Taubah [9]: 36).

Sungguh, jangan biarkan Muslim Rohingya sendirian! Allahu-akbar []

 

Last modified: 08/09/2017

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *