Problem Sumber Ilmu Kontemporer Menurut Al-Attas

Written by | Opini

Menurut al-Attas, invasi Barat ke dunia Islam menyebabkan kerugian tidak sekedar fisik, tapi menyebabkan pergeseran cara pandang, utamanya cara pandang keilmuan. Salah satu isu penting dalam keilmuan adalah sumber-sumber ilmu. Sejarah Barat telah mengekspor cara pandang sumber ilmu yang sempit dan dikotomistik. Menurut Barat modern, jalur utama mendapat ilmu adalah panca indera dan nalar belaka.

Apabila sumber ilmu di Barat hanya terbatas pada panca indera dan akal saja, maka produk-produk keilmuan yang dianggap layak sebagai sarana hidup juga terbatas kepada yang bisa dicerna oleh panca indera dan dinalar oleh akal saja. Itulah produk pemikiran modern. Dengan pola pikir seperti ini, ilmu-ilmu yang berbasis wahyu dan apalagi intuisi teriliminasi dan dianggap tidak layak menyelesaikan masalah kehidupan manusia.

Masih sampai hari ini dan tidak tahu sampai kapan umat sadar, bahwa umat manusia telah terjerembab arus cara pandang materialis Barat ini. Apabila melihat pendidikan misalnya, maka jurusan berbasis kerja yang akan diburu. Orang akan bertanya dahulu apa peluang kerjanya kalau belajar ini dan itu. Hingga seakan-akan tujuan pendidikan bukan lagi mendidik, tapi dunia kerja. Jangankan pada jurusan-jurusan berbasis umum, yang jurusan agama juga mesti melirik peluang kerjanya dulu. Jadi bukan orientasi ilmu, tapi orientasi materi. Inilah yang kata al-Attas telah terjadi pergeseran mana yang utama dan yang sampingan. Al-Attas menyebutnya ilmu fardu ‘ain dan fardu kifayah. Umat tidak paham mana yang pertama dan mana yang kedua. Kalaupun paham, masih juga mengutamakan yang kedua dan meninggalkan yang pertama karena yang nampak di depan mereka materi yang akan diperoleh nantinya.

Selain dari itu, ketika umat Islam tengah mengalami banyak persoalan seperti krisis multidimensi, terbelakang pendidikan, ekonomi, konflik internak sana sini, maka justru orang-orang Barat, baik langsung atau tidak langsung, menyuruh umat Islam mendekontruksi pemahamannya tentang sumber-sumber yang sedia mapan dalam Islam, seperti al-Quran yang didorong-dorong agar disamakan dengan teks-teks pada umumnya. Konsep teks perlu dirombak dalam Islam menurut mereka. Malah kemudian umat Islam dituduh sebagai peradaban teks, yang kemudian berimplikasi arti bahwa umat Islam anti konteks, dan lain sebagainya.

Itulah akibat dari distorsi sumber ilmu yang dimaksud. Umat Islam sebetulnya sudah lama digiring kepada hubb al-dunya (cinta dunia) karena dengan begitu akan menyebabkan karahiyat al-maut (takut mati), yang kemudian menyebabkan dha’f (lemah). Dan di sinilah kekeroposan umat Islam itu.

Lalu bagaimana sebaiknya memahami sumber-sumber ilmu ini? Al-Attas merangkum dari beberapa arus pemikiran keilmuan para ulama, mulai dari para ulama mutkallimin, ulama tasawwuf, dari ulama falsafah, seperti al-Nasafi, Ibn Arabi, al-Ghazali, Ibn Sina dan lain-lain. Maka bagi al-Attas, manusia boleh mendapatkan ilmu itu melalui: informasi benar (khabar shadiq), intuition (hads dan ilham), intelek (’aqal), dan indera (hawas).

Bagi Islam, semua sumber ilmu tidak bertentangan satu sama lainnya dan saling berhubungan. Namun demikian, masing-masing sumber ilmu itu mempunyai otoritasnya dan posisi serta derajatnya. Yang tertinggi adalah informasi yang benar, yang dalam kategori ini adalah wahyu. Sedangkan yang terendah adalah indera. Diantara yang tertinggi dan terendah, disitulah letaknya akal dan intuisi.

Dengan kesepaduan sumber ilmu dalam Islam, ulama terdahulu telah menghasilkan berbagai macam keilmuan yang kaya raya, yang membuat decak kagum manusia seluruh dunia. Maka tak heran kalau orang mengatakan, ”Ex Oriente Lux” (Dari Timur Muncul Cahaya).

Sebaliknya, dengan terpengaruh oleh arus cara hidup dan cara pikir modern yang memporak porandakan sumber-sumber ilmu dalam Islam, umat Islam kini terbelakang dan oleh karenanya miskin produktifitas ilmu. Dengan demikian, salah satu jalan keluar terpenting bagi keterbelakangan umat ini adalah kembali lagi kepada sumber ilmu yang betul, lengkap dan mapan sesuai dengan yang dicontohkan oleh para pendahulu umat Islam.

 

Last modified: 30/11/2010

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *