KH Muh. Najih Maimoen: “Para ulama wajib bentengi umat dari liberalisasi dan sekularisasi”

Written by | Nasional

“Antara satu dan yang lainnya terdapat nisbat atau hubungan yang saling berkaitan dan kesemuanya berfokus dan menuju pada ke-Esaan Allah atau bertauhid. Ajaran tauhid inilah yang menjadi inti, awal, dan akhir dari seluruh ajaran Islam,” jelas KH Muh. Najih Maimoen. Putra kedua KH Maimoen Zubair pengasuh PP Al-Anwar Rembang ini berbicara pada acara Dauroh Ilmiah Hai’ah as-Shofwah di PP Ihya’ussunnah, Rejoso, Pasuruan, Jatim, 23-25 Desember 2011.

KH Najih Maimoen menyayangkan, tantangan dan hambatan justru bukan hanya datang dari musuh-musuh Islam, Zionis-Barat, tapi juga datang dari kaum muslimin sendiri. “Sungguh fenomena yang sangat menyedihkan umat Islam dihadapkan dengan berbagai pemurtadan, dengan berbagai macam konspirasi jahat Zionis Internasional dalam upaya perang pemikiran (ghozwul fikri) dalam rangka mendangkalkan aqidah untuk menjauhkan umat Islam dari Allah dan Rasul-Nya,” lanjutnya.

Pengasuh PP Al-Anwar Rembang ini juga menyoroti fenomena liberalisme dan sekularisme yang melibatkan orang-orang Muslim yang bekerja dan menjadi antek Zionis-Barat; yang dijuluki sebagai intelektual muslim, tokoh masyarakat, bahkan kiai. “na’udzubillah min dzalik,” kata KH Najih Maimoen prihatin.

Secara detail KH Najih Maimoen menguraikan bahwa sekulerisme sebagai akar liberalisme masuk secara paksa ke Indonesia melalui proses penjajahan, khususnya oleh pemerintah Hindia Belanda. Prinsip negara sekuler telah termaktub dalam Undang-Undang Dasar Belanda tahun 1855 ayat 119 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama, artinya tidak memihak salah satu agama atau mencampuri urusan agama.

“Prinsip sekuler dapat ditelusuri pula dari rekomendasi Snouck Hurgronje kepada pemerintah kolonial untuk melakukan Islam Politik, yaitu kebijakan pemerintah kolonial dalam menangani masalah Islam di Indonesia,” imbuhnya.

Oleh sebab itu, KH Najih Maimoen menengarai bahwa berbagai bentuk pemikiran liberal sangat potensial untuk dapat tumbuh subur di Indonesia, baik liberalisme di bidang politik, ekonomi, atau pun agama.

 Ditegaskan oleh dia, dalam bidang ekonomi, liberalisme ini mewujud dalam bentuk sistem kapitalisme (economic liberalism), yaitu sebuah organisasi ekonomi yang bercirikan adanya kepemilikan pribadi (private ownership), perekonomian pasar (market economy), persaingan (competition), dan motif mencari untung (profit).

Dalam bidang politik, liberalisme ini nampak dalam sistem demokrasi liberal yang meniscayakan pemisahan agama dari negara sebagai titik tolak pandangannya dan selalu mengagungkan kebebasan individu.

“Dalam bidang agama, liberalisme mewujud dalam modernisme, yaitu pandangan bahwa ajaran agama harus ditundukkan di bawah nilai-nilai peradaban Barat,” jelasnya.

KH Najih Maimoen menghimbau agar hal-hal seperti ini perlu mendapat perhatian yang sangat serius dari kalangan Muslim. Sebab, dampaknya akan dapat dilihat pada sekitar 10-20 tahun mendatang. Kita akan melihat, bagaimana akhir pertarungan pemikiran ini pada masa-masa itu. Apa yang akan terjadi? Dan apakah upaya dekonstruksi bangunan Islam ini akan berhasil? “Para ulama wajib bentengi umat dari liberalisasi dan sekularisasi,” tandasnya. (Nurkholis & Kartika Pemilia)

 

Last modified: 28/12/2011

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *