Hedi Muhammad: Pernyataan Menteri Agama tentang Al-Zaytun Prematur

Written by | Nasional

Inpasonline, 18/5/11

Kamis pagi (12/5) Hedi Muhammad,Koordinator Tim Investigasi Aliran Sesat [TIAS] Sekretaris Jenderal Forum „Ulama Ummat Indonesia [FUUI], mengatakan bahwa pernyataan Menteri Agama Suryadharma Ali mengenai Al-Zaytun tidak terkait NII-Gadungan, sebagai pernyataan prematur.

Hedi Muhammad juga mengatakan bahwa Menteri Agama tidak mengkaji terlebih dahulu hasil penelitian Litbang Depag yang justru menemukan hubungan antara NII-Gadungan dengan Al-Zaytun.

Pada siang harinya Menteri Agama membantah dengan mengatakan: “Bisa saja dibilang prematur. Tapi yang saya sampaikan itu konfirmasi dari penelitian litbang. Litbang sangat komprehensif dari guru, murid dan literatur, juga kurikulum. Penelitian itu bukan penelitian abal-abal, tapi punya kualitas.”  Dan keesokan harinya Menag berkata: “Saya sendiri sudah membaca juga hasil penelitian itu”.

Berikut Wawancara dengan Hedi Muhamamad:

Anda dan Menteri Agama sama-sama menyebut hasil penelitian litbang Depag, bagaimana ini?

Permasalahannya terletak di sini, yang dimaksudkan “Penelitian Litbang” oleh Menteri Agama amat mungkin hasil penelitian tahun 2002, yang hanya 23 halaman, TIAS menyimpannya dengan baik. Dalam laporan hasil penelitian itu disebutkan bahwa Al-Zaytun, sebagai lembaga pendidikan di bawah Kementerian Agama, tidak terkait dengan NII-Gadungan. Penelitian itu sama sekali tidak komprehensif, dalam arti hanya menyangkut kurikulum dan hal-hal lain sekitar penyelenggaraan pendidikan. Namun perlu dicatat, tahun 2004 muncul hasil penelitian yang benar-benar komprehensif dan ilmiah, pada cover-nya saja tercetak “Ma‟had Al-Zaytun Sebuah Gerakan Keagamaan Dalam Perspektif Hermeneutika”, riset dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI, bekerjasama dengan Indonesian Institute for Society Empowerment (INSEP), para penelitinya gabungan dari Puslitbang Kementrian Agama, Unissula dan Universitas Indonesia. Hasil penelitian setebal 196 halaman inilah yang saya yakin belum dikaji oleh Menag.

Apa perbedaan isi antara keduanya?

Yang pertama, itulah yang membuat Menteri Agama tanpa ragu berkunjung ke Al-Zaytun, kemudian menyatakan bahwa Al-Zaytun tak terkait NII-Gadungan. Sedang yang kedua amat lain, dari sisi penyelenggaraan pendidikan ditemukan Al-Zaytun berdasar kurikulum standar, memiliki ekstra kurikuler dan modern, di sisi lain Al-Zaytun ternyata berhubungan langsung dengan NII-Gadungan. Hasil penelitian 2004 itu bahkan menegaskan, “Al-Zaytun merupakan satu bentuk tahapan metamorfosa menuju NII”.

Disitu dijelaskan bahwa Panji Gumilang dan seluruh aparatur Al-Zaytun adalah jaringan NII-Gadungan. Pendanaan Al-Zaytun yang mengalir dari para Anggota NII-Gadungan ternyata hanya satu bagian yang tersembunyi dari berbagai lipatan misteri. Dengan kata lain Al-Zaytun dan Panji Gumilang memiliki dua wajah.

Tapi pernyataan Menteri Agama sudah kadung keluar. Oleh karena itu Menteri Agama harus mempertanggungjawabkan pernyataannya tersebut, dengan menyatakan mencabut pernyataan itu, tidak ada jalan lain.

Menteri Agama Melakukan Bluring?

Ya berarti Menteri Agama telah melakukan bluring terhadap masalah yang sebenarnya, telah melakukan pengalihan isyu dari masalah yang sebenarnya, yakni NII-Gadungan yang presidennya bersarang di Al-Zaytun; bahwa Al-Zaytun itu “Madinah II” atau Ibu Kota NII-Gadungan, bahwa Al-Zaytun hanyalah topeng indah bagi kebusukan NII-Gadungan yang amat meresahkan ini.

 

Apakah Dasar Pernyataan Menteri Agama Valid?

Valid menurut siapa? Komprehensif menurut siapa? Apakah Menteri Agama memiliki hak melakukan finalisasi pendapatnya hanya berdasar pada satu hasil penelitian, tanpa merasa perlu mempertimbangkan hasil penelitian lainnya yang terbukti komprehensif?

Jangan pula terlalu mudah menyimpulkan bahwa pernyataan kontroversial seorang pejabat itu pasti valid, munculnya kontroversi sendiri sudah menunjukkan kemungkinan invaliditas. Apa lagi ini merupakan dua hasil penelitian yang sama-sama melibatkan Litbang Depag.

 

Dalam soal Al-Zaytun, selain FUUI siapa lagi yang tidak sependapat dengan Menteri Agama?

Banyak, di antaranya ulama seluruh Indonesia yang berada di Majelis Ulama Indonesia dan seluruh pimpinan pesantren yang tergabung di dalam Badan Kerjasama Pondok Pesantren se-Indonesia (BKSPPI). Yang menakjubkan adalah pernyataan peneliti utama Balitbang dan Diklat Kemenag Nuchrison M Nuh, pada hari yang sama dengan kunjungan Menag ke Al-Zaytun dia justru mengatakan: “Pengurus Pesantren Al-Zaytun memang terindikasi terkait dengan NII”. Dirjen Bimas Islam Kementrian Agama RI Prof. Nasaruddin Umar juga menyatakan bahwa Kemenag akan terus meneliti Al-Zaytun, berarti penelitian Kementrian Agama belum final. Lantas kena apa Menag berani-beraninya berkunjung ke wilayah NII-Gadungan dalam kondisi seperti ini?

 

Apakah pernyataan Menteri Agama Antilogis?

Ya, Menag menjelaskan bahwa Kemenag menyimpulkan bahwa Al-Zaytun sebagai lembaga pendidikan formal tidak ada kaitannya dengan NII-Gadungan, sementara MUI menyimpulkan bahwa Panji Gumilang sebagai pimpinan Al-Zaytun berkaitan dengan NII-Gadungan. Dengan demikian, pernyataan Menag mengenai Al-Zaytun jadi antilogis.

Bagaimana hasil dua penelitian yang saling melengkapi itu bisa disimpulkan secara terpisah? Al-Zaytun-nya sama, Panji Gumilang-nya sama, bagaimana dapat disimpulkan bahwa Al-Zaytun tidak terkait dengan NII-Gadungan? Saya harap Menag lebih realistik, tidak formalistik, agar masyarakat tidak terus-terusan diteror oleh ketakutan akan NII-Gadungan ini. Tapi, ada secercah harapan, dengan menyatakan bahwa Menag tidak menolak hasil penelitian MUI, melainkan hanya berbeda konteks, itu berarti kompromistis, ini dimensi simpatik dari Pak Suryadharma Ali. Kita punya harapan, yang bersebrangan dapat bertemu di titik rasional, lantas saling melengkapi data dan saksi, kalau begitu baru komprehensif betulan!

 

Langkah apa yang dapat dilakukan untuk menuntaskan kasus NII-Gadungan ini?

Secara positif, marilah kita saling melengkapi. Kata Menag kan harus ada pengujian terhadap sumber informasi, termasuk para guru Ma‟had Al-Zaytun. Boleh, Pak Menag ini perlu berapa saksi sih? Kami akan siapkan. Kami ada banyak guru Ma‟had Al-Zaytun yang sekaligus pernah menjadi pejabat NII-Gadungan, jadi mereka ini kenal dekat Panji Gumilang sebagai kepala sekolah, juga kenal dekat Panji Gumilang sebagai Presiden NII-Gadungan, wong di antara mereka ada yang dinikahkannya pun oleh Panji Gumilang kok, tapi tentu dengan tata cara NII-Gadungan yang sesat. Marilah kita kumpul, Kemenag, FUUI, MUI, BKSPPI, INSEP, para mantan Menteri dan pejabat lain dari NII-Gadungan, dan banyak lagi. Mari kita uji para saksi ini, apakah orang sebanyak itu dan datang dari banyak arah semua berbohong? Jadi, fokuslah pada masalah yang dalam masa sekian tahun muncul tenggelam menjadi teror bagi bangsa ini. Masalahnya NII-Gadungan, bukan hanya Al-Zaytun sebagai lembaga pendidikan formal, masalahnya adalah sisi lain Al-Zaytun sebagai pusat NII-Gadungan dan Panji Gumilang sebagai presidennya. Jangan ada pengalihan isyu.

 

Kalau secara negatif maksudnya apa?

Secara negatif, wah, ngeri. Seperti kata Prof. Yusril Ihza Mahendra, juga sekian pengamat lain, NII-Gadungan ini hanya sebuah rekayasa politik untuk kepentingan entah siapa. Jika demikian, berarti NII-Gadungan hanyalah boneka yang pintar menari untuk mengalihkan perhatian kita dari entah apa, si pemilik boneka pegang remote control untuk menggerakkan, mematikan dan menghidupkannya sesuai kepentingan. Sekarang saja ada beberapa partai besar yang asyik saling tuding soal keterlibatan mereka dengan boneka itu, entah apa mereka juga korban pemilik boneka atau ikut nge-charge batere boneka agar tariannya berumur cukup sesuai jadwal? Sekarang saja berapa masalah jadi terlupakan gara-gara NII-Gadungan. Tapi yang jelas, NII-Gadungan telah menjadi terror psikologis yang berat buat rakyat. Rakyat jadi korban. Ngeri lah.

 

Kalau memang begitu apakah semua hasil penelitian mengenai NII-Gadungan ini sia-sia?

Oh tidak, tidak. Minimal semua ini membimbing kita menuju kedewasaan, sebentar lagi kita nggak suka boneka, kita juga bakal tahu siapa pemiliknya. Justru sekarang ada optimisme bahwa betere boneka bakal habis betulan. Suatu pagi saya bertemu Menag di Bandung, dia berdiri menyambut saya disertai senyumnya yang khas negarawan, sikapnya simpatik, sampai sekarang saya tetap yakin Menag punya hati nurani. Ya, hati nurani itulah kuncinya! Dan, realistik, sekarang para pegiat pers itulah yang paling besar hatinya, nggak peduli resiko, terus berjuang melawan teror psikologis yang sedang membabi buta menyerang bangsa ini. Temen-temen wartawan, kru studio dan para redaksi satu-satunya harapan yang tersisa, sampai-sampai cendekiawan LIPI Asvi Warman Adam, waktu Media Briefing kemarin, merintih sambil memohon: “Media…kejarlah kasus NII hingga tuntas, sampai ke petingi-petingginya.” Ya, petingginya yang paling tinggi itulah yang harus ketemu. Kini saatnya sejarah melahirkan Pahlawan baru!


Last modified: 18/05/2011

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *