Aktivis Masjid UNAIR Bergulat dalam Majelis Ilmu

Written by | Nasional

Betapa tidak, meski acara yang berlangsung  di ruang utama Masjid Nuruzzaman Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya ini berlangsung  pada malam hari, namun animo para peserta yang sebagian besar adalah aktivis masjid UNAIR ini cukup tinggi. Terbukti, ratusan mahasiswa hadir dalam majelis ilmu yang diprakarsai oleh Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS) dan Alumni Masjid UNAIR tersebut.

Islam adalah agama yang mendorong umatnya agar senantiasa dalam keadaan berpengetahuan, sehingga belajar dan mengajarkan ilmu dipandang sebagai salah satu aktivitas terbaik seorang Muslim. Alloh SWT menempatkan orang yang berilmu pada derajat yang tinggi.

Didalam al-Qur’an , kata ilmu dan kata-kata jadiannya digunakan lebih dari 780 kali.  Hal ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari al-Qur’an sangat kental dengan nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama Islam.

“Pada masa sekarang ini, sangat sulit mencari majelis ilmu seperti ini,” imbuh Adian. Adian menceritakan masa-masa saat ia masih menjadi aktivis Lembaga Dakwah Kampus (LDK) ketika masih berstatus mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB). Waktu itu aktivitas yang cukup sering Adian lakukan bersama Anwar Jaelani – moderator acara yang juga alumni masjid UNAIR – dan Abdul Ghofir – Direktur InPAS – adalah berdiskusi mengenai berbagai permasalahan keumatan, serta mempelajari hal-hal baru yang belum diketahui.

Adian menyajikan materi seputar makin kerasnya pergulatan pemikiran Islam pada para peserta yang sanggup bertahan sejak pukul 19.30 hingga pukul 22.30. Adian memberi penegasan, bahwa apa pun labelnya, menyekutukan Alloh adalah sebuah kejahatan yang besar. Hal ini adalah poin penting agar umat Islam tidak terjebak liberalisasi agama yang menempatkan humanisme sekuler sebagai wordlview atau pandangan dunianya.

Pasalnya, saat ini konsep kemanusiaan terdistorsi, sehingga kemanusiaan seolah mampu dan berhak untuk tidak terikat dengan konsep Aqidah. “Yang mereka (liberalis) maksud baik itu apa? Orang non-Muslim baik kepada manusia, tapi apakah dia baik kepada Tuhan? Dia melakukan kejahatan besar karena dia menduakan dan mentigakan Tuhan. Jadi orang non Muslim itu berbuat kejahatan besar. Dan tidak mengakui utusan Tuhan (Nabi Muhammad SAW) juga tidak baik. Ini masalah Aqidah jadi ga boleh sembarangan berpikir dan berbicara,” tegas Adian, mengkritik pihak-pihak yang selama ini kerap mengeluarkan tulisan atau statement yang asma (asal mangap) tentang Aqidah.

Nilai-nilai kebaikan (virtue) dan kemanusiaan sifatnya universal. Islam datang untuk menguatkan dan memberikan batasan atau bingkai keimanan terhadap nilai-nilai universal itu. Contoh, orang menyayangi sesama, itu universal. Tapi jika tidak dibingkai dengan iman, maka dia akan melampaui batas; dia akan mencintai orang yang berbeda keyakinan hingga kawin sesama jenis, dan sebagainya.

Kerasnya pergulatan pemikiran Islam pada masa sekarang ini turut ditunjang oleh kemajuan teknologi informasi yang mewujud dalam bentuk internet. “Saat ini orang bebas mengakses informasi, bahkan yang menyesatkan sekali pun,” kata Adian.

Munculnya penelitian semacam tesis atau disertasi yang mengakomodasi liberalisasi agama, disertai sokongan lembaga akademis juga menjadi trigger makin masifnya penyebaran liberalisasi agama. Ada sebuah disertasi yang ditulis oleh Abdul Moqsith Ghazali, “Argumen Pluralisme Agama, Membangun Toleransi Berbasis Al-Qur’an” yang di dalamnya memuat poin-poin yang menyalahi Aqidah Islam. Poin tersebut antara lain berbicara mengenai pemeluk agama apapun baik Yahudi, Nasrani maupun Shabi’ah bisa mendapat balasan dari Alloh SWT meskipun mereka tidak beriman kepada Nabi Muhammad SAW.

Poin tersebut dikritik dengan keras oleh Adian, bahwa jika orang tidak beriman kepada Nabi Muhammad SAW, tidak mungkin dia bisa beriman kepada Alloh SWT. Ada yang namanya khobar shodiq (true report) yakni wahyu, yang diturunkan Alloh SWT kepada Rasulullah SAW sebagai utusan yang dipilih Alloh SWT. Dan utusan ini adalah orang yang tidak pernah dan tidak akan melakukan kebohongan, orang yang paling mengetahui tentang Alloh SWT.

Kemudian sebagai pembahasan pamungkas, muncul pertanyaan menggelitik dari Asset Attaqwa, Ketua Umum Unit Kegiatan Mahasiswa Kerohanian Islam UNAIR. Asset resah dengan ilmu sains yang sedang dia pelajari di kampus sebab seluruh metodologinya berasal dari Barat. “Apa yang harus saya lakukan? Apakah saya harus membuat sebuah metodologi sains Islam untuk menggantikan metodologi sains Barat?,” tanya Asset.

“Ini masuk pembahasan islamisasi ilmu pengetahuan. Islamisasi sains lebih mudah karena yang diislamisasi adalah philosophy of science-nya sebab metodologinya cenderung tidak terlalu banyak bertentangan dengan ayat ayat kauniyah,” jelas Adian.

Menurut Adian, yang paling sulit justru islamisasi ilmu sosial, sebab metodologi ilmu sosial yang dikembangkan oleh Barat banyak mengandung masalah. “Dalam ilmu sosial, metodologinya yang harus diislamisasi. Dan ini jauh lebih berat. Yang baru bisa kami (INSISTS) kerjakan adalah islamisasi sejarah nusantara dan menciptakan guru-guru sejarah yang sesuai dengan worldview  Islam,” kata Adian.

Simpul utama dari majelis ilmu di Masjid Nuruzzaman UNAIR berujung pada optimisme dalam menghadapi problem-problem keumatan yang kian berat dan beragam. “Sikap optimisme antara lain ditunjukkan dengan kontribusi para peserta dengan hadir di diskusi ini. Barangsiapa yang berjalan untuk menuntut ilmu, maka dimudahkan jalannya menuju surga,” kata moderator Anwar Jaelani menutup acara.

Namun, meski moderator telah menutup acara, para peserta ternyata belum mau beranjak dari tempat acara. Beberapa peserta maju ke depan menuju meja Adian dan menanyakan beberapa hal terkait dengan masalah keilmuan. Para aktivis masjid kampus ini terlihat sangat menikmati aktivitas mereka, bergulat dalam majelis ilmu. (Kartika Pemilia)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Last modified: 15/09/2011

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *